Tafsir Surat Yasin, ayat 68-70
{وَمَنْ
نُعَمِّرْهُ نُنَكِّسْهُ فِي الْخَلْقِ أَفَلا يَعْقِلُونَ (68) وَمَا عَلَّمْنَاهُ
الشِّعْرَ وَمَا يَنْبَغِي لَهُ إِنْ هُوَ إِلا ذِكْرٌ وَقُرْآنٌ مُبِينٌ (69)
لِيُنْذِرَ مَنْ كَانَ حَيًّا وَيَحِقَّ الْقَوْلُ عَلَى الْكَافِرِينَ (70)
}
Dan barang siapa yang Kami panjangkan
umurnya, niscaya Kami kembalikan dia kepada kejadiannya). Maka apakah mereka
tidak memikirkan? Dan Kami tidak
mengajarkan syair kepadanya
(Muhammad) dan bersyair itu tidaklah
layak baginya. Al-Qur'an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang
memberi penerangan, supaya dia (Muhammad) memberi peringatan kepada
orang-orang yang hidup (hatinya)
dan "supaya pastilah ketetapan
(azab) terhadap orang-orang kafir.
Allah Swt. menceritakan tentang anak Adam, bahwa manakala usianya
dipanjangkan, maka dikembalikanlah ia kepada keadaan lemah sesudah kuat dan
lelah sesudah semangat. Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{اللَّهُ
الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ
جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَهُوَ
الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ}
Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia
menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia
menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban.
Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi
Mahakuasa. (Ar-Rum: 54)
Dan firman Allah Swt.:
{وَمِنْكُمْ
مَنْ يُرَدُّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلا يَعْلَمَ مِنْ بَعْدِ عِلْمٍ
شَيْئًا}
dan di antara kamu ada yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah
(lanjut dan pikun) supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang
pernah diketahuinya. (An-Nahl: 70)
Makna yang dimaksud —hanya Allah Yang Maha Mengetahui— memberitakan tentang
keadaan dunia ini, bahwa ia adalah negeri yang lenyap dan sebagai tempat
persinggahan, bukan negeri yang abadi, bukan pula tempat menetap selamanya.
Karena itulah disebutkan dalam firman berikutnya:
{أَفَلا
يَعْقِلُونَ}
Maka apakah mereka tidak memikirkan? (Yasin: 68)
Yakni tidakkah mereka menggunakan akal pikirannya untuk merenungkan permulaan
kejadian mereka, kemudian perjalanan hidup mereka yang berakhir di usia tua,
lalu usia pikun, agar mereka mengetahui bahwa diri mereka itu diciptakan bukan
untuk menetap di negeri yang fana ini, melainkan untuk negeri akhirat yang
abadi. Dia harus pindah dari negeri fana ke negeri kekekalan yang tidak
berpindah lagi sesudahnya.
***********
Firman Allah Swt.:
{وَمَا
عَلَّمْنَاهُ الشِّعْرَ وَمَا يَنْبَغِي لَهُ}
Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair
itu tidaklah layak baginya. (Yasin: 69)
Allah Swt. menceritakan perihal Nabi-Nya Muhammad Saw., bahwa Dia tidak
mengajarkan syair kepadanya.
{وَمَا
يَنْبَغِي لَهُ}
dan bersyair itu tidak layak baginya. (Yasin: 69)
Nabi Muhammad Saw. diciptakan tidak untuk bersyair. Karena itu, dia tidak
dapat bersyair dan tidak menyukainya, serta secara fitrah bukanlah sebagai
penyair. Berkaitan dengan hal ini telah disebutkan bahwa beliau Saw. tidak
pernah hafal suatu bait pun dengan wazan yang teratur, melainkan beliau
mengucapkannya secara acak dan tidak lengkap.
Abu Zar'ah Ar-Razi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu
Mujalid, dari ayahnya, dari Asy-Sya'bi yang mengatakan bahwa tidak sekali-kali
Abdul Muttalib melahirkan keturunan, baik laki-laki maupun perempuan, melainkan
pandai bersyair, terkecuali Rasulullah Saw. Demikianlah menurut apa yang
disebutkan oleh Ibnu Asakir dalam autobiografi Atabah ibnu Abu La'b yang matinya
dimakan oleh singa di Az-Zarqa.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Abu Salamah, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu
Salamah, dari Ali ibnu Zaid, dari Al-Hasan Al-Basri yang mengatakan bahwa
sesungguhnya Rasulullah Saw. pernah mengutip bait syair berikut:
كَفَى بالإسْلام والشيْب للمرْء نَاهيًا
Cukuplah Islam dan uban menjadi
peringatan bagi seseorang.
Maka Abu Bakar berkata, "Wahai Rasulullah, bunyi syair itu sebenarnya harus
seperti ini:
كَفى الشَّيْبُ وَالْإِسْلَامُ لِلْمَرْءِ نَاهِيًا ...
Cukuplah Uban dan Islam menjadi
peringatan bagi seseorang.
Abu Bakar atau Umar berkata: Aku bersaksi sesungguhnya engkau adalah
Rasulullah, Allah berfirman: Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya
(Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya. (Yasin: 69)
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا هُشَيْم، حَدَّثَنَا مُغِيرَةُ، عَنِ
الشَّعْبِيِّ، عَنْ عَائِشَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اسْتَرَاثَ الْخَبَرَ، تَمَثَّلَ
فِيهِ بِبَيْتِ طَرَفَة:
ويَأْتِيكَ
بالأخْبار مَنْ لَمْ تُزَوِّدِ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah
menceritakan kepada kami Mugirah, dari Asy-Sya'bi, dari Aisyah r.a. yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. apabila merasa ragu terhadap suatu berita, maka
beliau mengutip ucapan syair Tarfah yang mengatakan: dan akan datang kepadamu
seseorang membawa berita-berita yang kamu belum membuat persiapan (untuk
menghadapinya).
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Nasai di dalam kitab Al-Yaum
wal Lailah melalui jalur Ibrahim ibnu Muhajir, dari Asy-Sya'bi. Imam Turmuzi
dan juga Imam Nasai telah meriwayatkan pula hal yang semisal melalui hadis
Al-Miqdam ibnu Syuraih ibnu Hani', dari ayahnya, dari Aisyah r.a. Kemudian Imam
Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
قَالَ
الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا يُوسُفُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا
أُسَامَةُ، عَنْ زَائِدَةَ، عَنْ سِمَاك، عَنْ عِكْرِمَة، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَمَثَّلُ مِنَ
الْأَشْعَارِ:
وَيَأتيكَ
بالأخْبَار مَنْ لَمْ تُزَوِّدِ ...
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yusuf
ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Usamah, dari Za-id, dari Sammak, dari
Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
mengutip ucapan penyair yang bunyinya seperti berikut: dan akan datang
kepadamu seseorang membawa berita-berita yang kamu belum membuat persiapan
(untuk menghadapinya).
Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa diriwayatkan pula oleh selain zaidah,
dari Sammak, dari Atiyyah, dari Aisyah r.a.
Apa yang telah disebutkan di atas merupakan petikan dari syair Tarfah ibnul
Abd dalam Mu’allaqat-nya yang terkenal itu. Bait yang telah disebutkan
merupakan kalimat akhirnya, sedangkan permulaannya adalah seperti berikut:
سَتُبْدي
لكَ الأيامُ مَا كُنْتَ جَاهلا ...
وَيَأتيك بالأخْبَارِ مَنْ لَمْ تُزَوِّدِ ...
وَيَأتيكَ بالأخْبَار مَنْ لَمْ تَبِع لهُ ... بَتَاتا وَلَمْ تَضرب لَهُ وَقْتَ مَوْعِدِ
Hari-hari (masa) akan menampakkan kepadamu
banyak hal yang belum kamu ketahui, dan akan datang seseorang kepadamu membawa
berita-berita yang kamu belum membuat persiapan (untuk menyambutnya). Dan
akan datang membawa berita kepadamu seseorang yang kamu tidak pernah berjual
beli dengannya sama sekali dan belum pernah pula kamu membuat suatu janji
dengannya.
Sa'id ibnu Abu Urwah telah meriwayatkan dari Qatadah, bahwa pernah ditanyakan
kepada Siti Aisyah r.a., "Apakah dahulu Rasulullah Saw. pernah mengutip sesuatu
dari bait syair?" Siti Aisyah r.a. menjawab bahwa syair merupakan perkataan yang
paling tidak disukai oleh beliau. Hanya saja beliau pernah mengutip bait syair
saudaraku dari Bani Qais, maka beliau menjadikannya terbalik, yang awal
diakhirkan dan yang akhir diawalkan. Lalu Abu Bakar r.a. berkata, "Bukan begitu,
wahai Rasulullah Saw." maka beliau Saw. bersabda:
"إني
وَاللَّهِ مَا أَنَا بِشَاعِرٍ وَلَا يَنْبَغِي لِي"
Sesungguhnya aku, demi Allah, bukanlah seorang penyair, dan bersyair itu
tidak layak bagiku.
Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu
Jarir, lafaz hadis di atas berdasarkan apa yang ada pada Ibnu Jarir.
Ma'mar telah meriwayatkan dari Qatadah, telah sampai kepadanya suatu berita
yang mengatakan bahwa Aisyah r.a. pernah ditanya, "Apakah Rasulullah Saw. pernah
mengutip kata-kata seorang penyair?" Maka Siti Aisyah r.a. menjawab, "Tidak,
kecuali bait syair milik Tarfah, yaitu: Hari-hari akan menampakkan kepadamu
banyak hal yang kamu belum tahu, dan akan datang kepadamu seseorang membawa
berita-berita yang kamu belum membuat persiapan (untuk menyambutnya). Beliau
Saw. mengucapkannya secara terbalik, yaitu: "Man lam tuzawwad bil akhbar.”
Maka Abu Bakar berkata, "Bukan demikian." Lalu Rasulullah Saw. bersabda:
Sesungguhnya aku bukan seorang penyair, dan bersyair itu tidak layak
bagiku.
قَالَ
الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ الْبَيْهَقِيُّ: أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ الْحَافِظُ،
حَدَّثَنَا أَبُو حَفْصٍ عُمَرُ بن أحمد بن نُعَيْمٍ
-وَكِيلُ الْمُتَّقِي بِبَغْدَادَ-حَدَّثَنَا أَبُو مُحَمَّدٍ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
هِلَالٍ النَّحْوِيُّ الضَّرِيرُ، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَمْرٍو
الْأَنْصَارِيُّ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ
عُرْوَةَ، عَنْ عَائِشَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: مَا جَمَعَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْتَ شِعْرٍ قَطُّ، إِلَّا بَيْتًا
وَاحِدًا.
تَفَاءلْ
بِمَا تَهْوَى يَكُنْ فَلَقَلَّمَا ...
يُقَالُ لِشَيْءٍ كَانَ إِلَّا تَحَقَّقَا
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu
Abdullah Al-Hafiz, telah menceritakan kepada kami Abu Hafs Umar ibnu Ahmad ibnu
Na'im wakil Al-Muttaqi di Bagdad, telah menceritakan kepada kami Abu Muhammad
alias Abdullah ibnu Hilal An-Nahwi yang tuna netra, telah menceritakan kepada
kami Ali ibnu Amr Al-Ansari, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah,
dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah
Saw. belum pernah mengucapkan suatu bait syair pun secara lengkap kecuali syair
berikut: Bersikap optimislah terhadap sesuatu yang kamu sukai, niscaya kamu
dapat meraihnya; karena jarang sesuatu yang sering disebut-sebut, melainkan
terlaksana.
Selanjutnya A!-Baihaqi mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada gurunya
(yaitu Al-Hafiz Abul Hajjaj Al-Mazi) mengenai hadis ini. Dia mengatakan, hadis
ini berpredikat munkar karena ada dua perawinya yang tidak dikenal.
Disebutkan dalam kitab sahih bahwa Nabi Saw. pada hari penggalian parit
mengutip bait-bait syair Abdullah ibnu Rawwahah r.a., tetapi beliau mengikuti
ucapan para sahabatnya karena saat itu mereka mendendangkan syair tersebut
sambil menggali parit. Mereka mengatakan:
لاهُمَّ
لوْلا أنت مَا اهْتَدَيْنَا مَا اهْتَدَيْنَا ...
وَلا تَصَدَّقْنَا وَلا صَلَّيْنَا ...
فَأَنزلَنْ
سَكِينَةً عَلَيْنَا ...
وَثَبِّت الأقْدَامَ إنْ لاقَيْنَا ...
إِنَّ الْأُلَى قَدْ بَغَوا عَليْنَا ... إذَا أرَادُوا فِتْنَةً أَبَيْنَا ...
Ya Allah, sekiranya bukan karena
Engkau, tentulah kami tidak mendapat petunjuk, dan tidak bersedekah serta tidak
salat. Maka turunkanlah ketenangan kepada kami, dan teguhkanlah kaki kami saat
menghadapi musuh. Sesungguhnya mereka (golongan-golongan yang bersekutu itu)
telah berbuat melampaui batas terhadap kami. Apabila mereka menghendaki
fitnah terhadap diri kami, maka kami menolaknya.
Nabi Saw. mengucapkan kalimat abaina dengan suara keras dan nada yang
panjang. Hal ini telah diriwayatkan pula di dalam kitab Sahihain.
Hal yang semisal telah terbuktikan bahwa Nabi Saw. dalam Perang Hunain
mengutip ucapan seorang penyair berikut seraya menunggangi hewan begalnya maju
menguak barisan musuh, yaitu:
أَنَا النَّبِيّ لَا كَذِبْ ... أنَا ابْنُ عُبْد المُطَّلِبْ
Aku adalah nabi, tidak pernah dusta;
aku adalah putra Abdul Muttalib.
Akan tetapi, mereka mengatakan bahwa hal ini terjadi secara kebetulan tanpa
sengaja bertepatan dengan wazan syair, bahkan tanpa sengaja Nabi Saw.
mengucapkannya.
Demikian pula apa yang telah disebutkan di dalam kitab Sahihain
melalui Jundub ibnu Abdullah r.a. yang telah menceritakan bahwa ketika kami
(para sahabat) bersama Rasulullah Saw dalam sebuah gua, tiba-tiba jari telunjuk
beliau terluka hingga berdarah. Maka Nabi Saw. bersabda:
هَلْ أنْت إِلَّا إصْبَعٌ دَمِيت ... وَفِي سَبيل اللَّهِ مَا لَقِيت
Tidaklah engkau ini selain jari
telunjuk yang terluka padahal dalam perang sabilillah engkau tidak mengalami hal
ini.
Dan nanti dalam tafsir firman-Nya:
{إِلا
اللَّمَمَ}
selain dari kesalahan-kesalahan kecil. (An-Najm: 32)
akan disebutkan bahwa Nabi Saw. pernah mengatakan kalimat berikut yang secara
kebetulan sesuai dengan wazan syair:
إنْ
تَغْفر اللَّهُمَّ تَغْفِرْ جَمَّا ...
وَأيُّ عَبْدٍ لكَ مَا ألَمَّا ...
Jika Engkau mengampuni, ya Allah,
Engkau mengampuni dosa-dosa yang banyak, dan tiada seorang hamba pun yang tidak
pernah berbuat kesalahan terhadap Engkau.
Semuanya ini tidaklah bertentangan dengan kenyataan bahwa beliau Saw adalah
seorang yang tidak mengenal syair dan bersyair itu tidak layak baginya, karena
sesungguhnya Allah Swt. hanya mengajarkan kepadanya Al-Qur'an:
{لَا
يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلا مِنْ خَلْفِهِ تَنزيلٌ مِنْ
حَكِيمٍ حَمِيدٍ}
yang tidak datang kepadanya kebatilan, baik dari depan maupun dari
belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji.
(Fussilat: 42)
Al-Qur'an bukanlah syair, tidak sebagaimana yang disangka oleh segolongan
orang-orang bodoh dari kalangan Kuffar Quraisy, bukan tenung, bukan buat-buatan,
bukan pula sihir yang dipelajari dari orang-orang dahulu seperti yang diduga
oleh pendapat-pendapat yang sesat dan pendapat-pendapat orang-orang yang bodoh.
Sesungguhnya Rasulullah Saw. secara fitrah menolak syair, dan beliau bukanlah
diciptakan sebagai penyair.
Imam Abu Daud mengatakan:
حَدَّثَنَا
عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَر، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ، حَدَّثَنَا
سَعِيدٌ بْنُ أَبِي أَيُّوبَ، حَدَّثَنَا شُرَحْبِيلُ بْنُ يَزِيدَ المَعَافري،
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ
رَافِعٍ التَّنُوخِيِّ قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو يَقُولُ:
[سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ]: مَا
أُبَالِي مَا أُوتِيْتُ إِنْ أَنَا شَربت تِرْيَاقًا، أَوْ تَعَلَّقْتُ تَمِيمَةً،
أَوْ قُلْتُ الشِّعْرَ مِنْ قِبَلِ نَفْسِي"
telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Amr, telah menceritakan kepada
kami Abdullah ibnu Suwaid, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abu Ayyub,
telah menceritakan kepada kami Syurahbil ibnu Yazid Al-Ma'afiri, dari Abdur
Rahman ibnu Rafi' At-Tanukhi yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah
ibnu Amr r.a. mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
Aku tidak peduli terhadap apa yang diberikan kepadaku jika aku minum tiryaq
(air jampi), atau mengalungkan jimat, atau mengatakan syair dari diriku
sendiri.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Abu Daud secara tunggal.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu
Mahdi, dari Al-Aswad ibnu Syaiban, dari Abu Naufal yang mengatakan bahwa ia
pernah bertanya kepada Aisyah r.a., "Apakah Rasulullah Saw. setuju bila
diucapkan syair di hadapannya?" Maka Aisyah r.a. menjawab, "Syair adalah
perkataan yang paling tidak disukai olehnya."
Telah diriwayatkan pula dari Siti Aisyah r.a. bahwa Rasulullah Saw. menyukai
doa-doa yang singkat dan padat, dan beliau sering mengucapkan doa yang
demikian.
قَالَ
أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ الطَّيَالِسِيُّ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ،
عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لِأَنَّ يَمْتَلِئُ
جَوْفُ أَحَدِكُمْ قَيْحًا، خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمْتَلِئَ
شِعْرًا".
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Walid At-Tayalisi,
telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu
Hurairah r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Hendaklah seseorang di
antara kalian memenuhi perutnya dengan nanah adalah lebih baik baginya daripada
memenuhi dirinya dengan syair.
Imam Ahmad meriwayatkannya secara munfarid dari jalur ini, sanadnya
dengan syarat Syaikhain (dapat diterima), tetapi keduanya tidak
mengetengahkannya.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا بُرَيْدٌ، حَدَّثَنَا قَزَعةُ بْنُ سُوَيْد
الْبَاهِلِيُّ، عَنْ عَاصِمِ بْنِ مَخْلَد، عَنْ أَبِي الْأَشْعَثِ،
الصَّنْعَانِيِّ (ح) وَحَدَّثَنَا الْأَشْيَبُ فَقَالَ: عَنِ ابْنِ عَاصِمٍ، عَنْ
[أَبِي] الْأَشْعَثِ عَنْ شَدَّاد بْنِ أَوْسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ قَرَضِ بَيْتَ شِعْرٍ بَعْدَ الْعِشَاءِ
الْآخِرَةِ، لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صلاة تلك الليلة".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah
menceritakan kepada kami Quza'ah ibnu Suwaid Al-Bahili, dari Asim ibnu Makhlad,
dari Abul Asy'as As-San'ani, dan telah menceritakan kepada kami Al-Asy-yab, ia
telah meriwayatkan dari Ibnu Asim, dari Al-Asy'as, dari Syaddad ibnu Aus r.a.
yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang
membuat satu bait syair sesudah salat Isya, maka tidak diterima darinya salat
malam itu.
Hadis ini garib bila ditinjau dari segi jalurnya, tiada seorang pun
dari Sittah yang mengetengahkannya. Yang dimaksud dalam hadis ini ialah
membuat syair, bukan mengucapkannya; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Perlu diketahui bahwa di antara syair itu ada yang disyariatkan, misalnya
syair untuk menyerang kaum musyrik seperti yang pernah dilakukan oleh para
penyair Islam di masa Nabi Saw. Para tokohnya, antara lain Hassan ibnu Sabit,
Ka'b ibnu Malik, Abdullah ibnu Rawwahah, dan lain-lainnya, semoga Allah
melimpahkan rida-Nya kepada mereka.
Di antara syair ada yang bersubjekkan hikmah-hikmah, pelajaran-pelajaran, dan
etika-etika, seperti yang dijumpai pada syair sejumlah penyair masa Jahiliah
yang antara lain Umayyah ibnu Abus Silt yang dinilai oleh Rasulullah Saw.
melalui sabdanya:
"آمَنَ
شِعْرُهُ وَكَفَرَ قَلْبُهُ"
Syairnya beriman, tetapi hatinya kafir.
Salah seorang sahabat pernah mendendangkan syair sebanyak seratus bait syair
untuk Nabi Saw., dan sesudah tiap bait syair beliau Saw. mengatakan,
"Terus," yakni memintanya agar meneruskan bait-bait syairnya.
Abu Daud telah meriwayatkan melalui hadis Ubay ibnu Ka'b, Buraidah ibnul
Khasib, serta Abdullah ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ
مِنَ الْبَيَانِ سِحْرًا، وَإِنَّ مِنَ الشِّعْرِ حِكَمًا"
Sesungguhnya di dalam paramasastra itu terdapat pengaruh yang memukaukan
seperti pengaruh sihir, dan sesungguhnya di antara syair itu ada yang mengandung
hikmah.
Untuk itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:
{وَمَا
عَلَّمْنَاهُ الشِّعْرَ}
Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya. (Yasin: 69) Maksudnya,
Allah tidak mengajarkan syair kepada Muhammad Saw.
{وَمَا
يَنْبَغِي لَهُ}
dan bersyair itu tidak layak baginya. (Yasin: 69)
Yaitu tidak pantas baginya bersyair.
{إِنْ
هُوَ إِلا ذِكْرٌ وَقُرْآنٌ مُبِينٌ}
Al-Qur’an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi
penerangan. (Yasin: 69)
Yakni apa yang Kami ajarkan kepadanya itu.
{إِلا
ذِكْرٌ وَقُرْآنٌ مُبِينٌ}
tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan.
(Yasin: 69)
Yakni yang jelas dan gamblang bagi orang yang mau merenungkan dan
memikirkannya. Karena itulah dalam firman berikutnya disebutkan:
{لِيُنْذِرَ
مَنْ كَانَ حَيًّا}
supaya dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang
hidup. (Yasin: 70)
Supaya dengan Al-Qur'an yang memberi penerangan ini dia memberi peringatan
kepada semua makhluk hidup yang ada di muka bumi ini. Ayat ini semakna dengan
ayat lain yang mengatakan:
{لأنْذِرَكُمْ
بِهِ وَمَنْ بَلَغَ}
supaya dengan Al-Qur’an ini aku memberi peringatan kepadamu dan kepada
orang-orang yang sampai Al-Qur’an (kepadanya). (Al-An'am: 19)
Dan firman Allah Swt.:
{وَمَنْ
يَكْفُرْ بِهِ مِنَ الأحْزَابِ فَالنَّارُ مَوْعِدُهُ}
Dan barang siapa di antara mereka (kaum Quraisy) dan
sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al-Qur’an, maka nerakalah tempat yang
diancamkan baginya. (Hud: 17)
Dan sesungguhnya orang yang mau menerima peringatannya hanyalah orang yang
hidup hatinya lagi terang pandangan mata hatinya, seperti yang dikatakan oleh
Qatadah hidup hatinya dan hidup pandangannya. Sedangkan menurut Ad-Dahhak, makna
yang dimaksud ialah yang berakal.
{وَيَحِقَّ
الْقَوْلُ عَلَى الْكَافِرِينَ}
supaya pastilah ketetapan (azab) terhadap orang-orang kafir.
(Yasin: 70)
Artinya, Al-Qur'an itu merupakan rahmat bagi orang-orang mukmin dan hujah
terhadap orang-orang kafir.