Tafsir Surat At-Tahrim, ayat 1-5
{يَا
أَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكَ تَبْتَغِي مَرْضَاةَ
أَزْوَاجِكَ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (1) قَدْ فَرَضَ اللَّهُ لَكُمْ تَحِلَّةَ
أَيْمَانِكُمْ وَاللَّهُ مَوْلاكُمْ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ (2) وَإِذْ
أَسَرَّ النَّبِيُّ إِلَى بَعْضِ أَزْوَاجِهِ حَدِيثًا فَلَمَّا نَبَّأَتْ بِهِ
وَأَظْهَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ عَرَّفَ بَعْضَهُ وَأَعْرَضَ عَنْ بَعْضٍ فَلَمَّا
نَبَّأَهَا بِهِ قَالَتْ مَنْ أَنْبَأَكَ هَذَا قَالَ نَبَّأَنِيَ الْعَلِيمُ
الْخَبِيرُ (3) إِنْ تَتُوبَا إِلَى اللَّهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوبُكُمَا وَإِنْ
تَظَاهَرَا عَلَيْهِ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ مَوْلاهُ وَجِبْرِيلُ وَصَالِحُ
الْمُؤْمِنِينَ وَالْمَلائِكَةُ بَعْدَ ذَلِكَ ظَهِيرٌ (4) عَسَى رَبُّهُ إِنْ
طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ مُسْلِمَاتٍ
مُؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تَائِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سَائِحَاتٍ ثَيِّبَاتٍ وَأَبْكَارًا
(5) }
Hai
Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu
mencari kesenangan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian membebaskan
diri dari sumpahmu; dan Allah adalah Pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi
Mahabijaksana. Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah
seorang dari istri-istrinya (Hafsah) suatu peristiwa. Maka tatkala
(Hafsah) menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah
memberitahukan hal itu (semua pembicaraan antara Hafsah dengan Aisyah)
kepada Muhammad, lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan
Allah kepadanya) dan menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafsah).
Maka tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafsah
dan Aisyah), lalu Hafsah bertanya, "Siapakah yang telah memberitahukan hal
itu kepadamu?” Nabi menjawab, "Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah Yang Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.” Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka
sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan);
dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah
adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang
baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula. Jika Nabi
menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadamu dengan
istri-istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat,
yang bertobat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda, dan yang
perawan.
Ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan asbabun nuzul yang
melatarbelakangi penurunan permulaan surat At-Tahrim ini.
Menurut suatu pendapat, ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa
Mariyah Al-Qibtiyyah, lalu Rasulullah Saw. mengharamkannya bagi dirinya (yakni
tidak akan menggaulinya lagi). Maka turunlah firman Allah Swt.: Hai Nabi,
mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari
kesenangan hati istri-istrimu? (At-Tahrim: 1), hingga akhir ayat.
Abu Abdur Rahman An-Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim
ibnu Yunus ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari Anas, bahwa
Rasulullah Saw. mempunyai seorang budak perempuan yang beliau gauli, lalu Siti
Aisyah dan Siti Hafsah terus-menerus dangan gencarnya menghalang-halangi Nabi
Saw. untuk tidak mendekatinya lagi hingga pada akhirnya Nabi Saw. mengharamkan
budak itu atas dirinya. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Hai Nabi,
mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu? (At-Tahrim:
1), hingga akhir ayat.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Abdur Rahim Al-Burfi,
telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Maryam, telah menceritakan kepada kami
Abu Gassan, telah menceritakan kepadaku Zaid ibnu Aslam, bahwa Rasulullah Saw.
menggauli ibu Ibrahim di rumah salah seorang istri beliau Saw. Maka istri beliau
Saw. berkata, "Hai Rasulullah, teganya engkau melakukan itu di rumahku dan di
atas ranjangku." Maka Nabi Saw. mengharamkan ibu Ibrahim itu atas dirinya. Lalu
istri beliau Saw. bertanya, "Hai Rasulullah, mengapa engkau haramkan atas dirimu
hal yang halal bagimu?" Dan Nabi Saw. bersumpah kepada istrinya itu bahwa dia
tidak akan menggauli budak perempuannya itu lagi. Maka Allah menurunkan
firman-Nya: Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah
menghalalkannya atas dirimu? (At-Tahrim: 1)
Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa ucapan Nabi Saw., "Engkau haram bagiku,"
adalah lagwu (tiada artinya). Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abdur
Rahman ibnu Zaid, dari ayahnya.
وَقَالَ
ابْنُ جَرِيرٍ أَيْضًا حَدَّثَنَا يُونُسُ، حَدَّثَنَا ابْنِ وَهْبٍ، عَنْ مَالِكٍ،
عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، قَالَ: قُلْ لَهَا: "أَنْتِ عليَّ حَرَامٌ، وواللَّهِ
لَا أطؤك".
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, dari Malik, dari Zaid ibnu Aslam yang
mengatakan bahwa Nabi Saw. berkata kepada ibu Ibrahim: Engkau haram atas
diriku. Demi Allah, aku tidak akan menggaulimu.
Sufyan As-Sauri dan Ibnu Aliyyah telah meriwayatkan dari Daud ibnu Abu
Hindun, dari Asy-Sya'bi, dari Masruq yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
melakukan sumpah ila dan mengharamkan budak perempuannya itu atas
dirinya. Lalu beliau Saw. ditegur melalui surat At-Tahrim dan diperintahkan
untuk membayar kifarat sumpahnya. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir, dan
hal yang semisal telah diriwayatkan dari Qatadah dan lain-lainnya, dari
Asy-Sya'bi. Hal yang semisal telah dikatakan pula oleh bukan hanya seorang dari
ulama salaf, antara lain Ad-Dahhak, Al-Hasan, Qatadah, dan Muqatil ibnu Hayyan.
Al-Aufi telah meriwayatkan kisah ini dari Ibnu Abbas secara panjang lebar.
Ibnii Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Yahya,
telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad
ibnu Ishaq, dari Az-Zuhri, dari Ubaidillah ibnu Abdullah, dari Ibnu Abbas yang
menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Umar ibnul Khattab, "Siapakah kedua
wanita itu?" Umar ibnul Khattab menjawab, "Keduanya adalah Aisyah dan Hafsah."
Permulaan kisahnya ialah berkenaan dengan ibu Ibrahim (yaitu Mariyah
Al-Ojibtiyyah). Nabi Saw. menggaulinya di rumah Hafsah di hari gilirannya, maka
Hafsah mengetahuinya, lalu berkata, "Hai Nabi Allah, sesungguhnya engkau telah
melakukan terhadapku suatu perbuatan yang belum pernah engkau lakukan terhadap
seorang pun dari istri-istrimu. Engkau melakukannya di hari giliranku dan di
atas peraduanku." Maka Nabi Saw. menjawab: Puaskah engkau bila aku
mengharamkannya atas diriku dan aku tidak akan mendekatinya lagi? Hafsah
menjawab, "Baiklah." Maka Nabi pun mengharamkan dirinya untuk menggauli Mariyah,
Nabi Saw. bersabda, "Tetapi jangan kamu ceritakan hal ini kepada siapa pun."
Hafsah tidak tahan, akhirnya ia menceritakan kisah itu kepada Aisyah. Maka Allah
Swt. menampakkan (memberitahukan) hal itu kepada Nabi Saw., dan Allah Swt.
menurunkan firman-Nya: Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah
menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu?
(At-Tahrim, 1) hingga beberapa ayat sesudahnya. Maka telah sampai kepada
kamu suatu berita yang menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. membayar kifarat
sumpahnya dan kembali menggauli budak perempuannya itu.
Al-Haisam ibnu Kulaib mengatakan di dalam kitab musnadnya, bahwa telah
menceritakan kepada kami Abu Qilabah alias Abdul Malik ibnu Muhammad
Ar-Raqqasyi, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Ibrahim, telah
menceritakan kepada kami Jarir ibnu Hazim, dari Ayyub, dari Nafi', dari Ibnu
Umar, dari Umar yang menceritakan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda kepada Hafsah:
Janganlah engkau ceritakan kepada siapa pun, dan sesungguhnya ibu Ibrahim
haram atas diriku. Hafsah bertanya, "Apakah engkau mengharamkan apa yang
dihalalkan Allah bagimu?" Nabi Saw. bersabda, "Demi Allah, aku tidak akan
mendekatinya lagi." Dan Nabi Saw. tidak mendekatinya lagi sampai Hafsah
menceritakan peristiwa itu kepada Aisyah. Maka Allah menurunkan firman-Nya:
Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian membebaskan diri
dari sumpahmu. (At-Tahrim: 2)
Sanad hadis ini sahih, tetapi tiada seorang pun dari Sittah yang
mengetengahkannya. Hadis ini dipilih oleh Al-Hafiz Ad-Diya Al-Maqdisi di dalam
kitabnya yang berjudul Al-Mustakhraj.
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepadaku Ya'qub ibnu Ibrahim,
telah menceritakan kepada kami Ibnu Aliyyah, telah menceritakan kepada kami
Hisyam Ad-Dustuwa-i yang mengatakan bahwa Yahya menulis surat kepadanya
menceritakan hadis yang ia terima dari Ya’la ibnu Hakim, dari Sa'id ibnu Jubair,
bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan sehubungan dengan ucapan pengharaman terhadap
seorang istri, bahwa itu merupakan sumpah yang dapat dihapus dengan membayar
kifaratnya. Dan Ibnu Abbas membaca firman-Nya: Sesungguhnya telah ada pada
(diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu. (Al-Ahzab: 21)
Yakni Rasulullah Saw. pernah mengharamkan budak perempuannya atas dirinya. Maka
Allah menurunkan firman-Nya: Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang
Allah menghalalkannya bagimu? (At-Tahrim: 1) sampai dengan firman-Nya:
Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian membebaskan diri
dari sumpahmu. (At-Tahrim: 2) Maka beliau Saw. membayar kifarat sumpahnya,
dan menjadikan kata pengharamannya itu sebagai sumpah yang telah dia hapuskan
dengan membayar kifaratnya.
Imam Bukhari meriwayatkannya dari Mu'az ibnu Fudalah, dari Hisyam
Ad-Dustuwa-i, dari Yahya ibnu Abu Kasir, dari Abu Hakim alias Ya'la dari Sa'id
ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa dalam kasus pengharaman yang
halal ada kifaratnya karena dianggap sebagai sumpah. Dan Ibnu Abbas membaca
firman-Nya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu. (Al-Ahzab: 21)
Demikianlah menurut riwayat Imam Muslim dari hadis Hisyam Ad-Dustuwa-i dengan
sanad yang sama.
Imam Nasai mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Abdus Samad
ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Makhlad (yakni Ibnu Yazid), telah
menceritakan kepada kami Sufyan, dari Salim, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu
Abbas yang menceritakan bahwa ia pernah kedatangan seorang lelaki, lalu lelaki
itu bertanya, "Sesungguhnya aku telah mengharamkan istriku atas diriku." Ibnu
Abbas menjawab, "Engkau dusta, dia tidak haram atas dirimu." Kemudian Ibnu Abbas
membaca firman Allah Swt.: Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah
menghalalkannya bagimu? (At-Tahrim: 1) Kamu harus membayar kifarat yang
terberat, yaitu memerdekakan budak. Imam Nasai meriwayatkannya melalui jalur ini
dengan lafaz yang sama.
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Zakaria, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Raja, telah menceritakan
kepada kami Israil, dari Muslim, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
makna firman-Nya: Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah
menghalalkannya bagimu? (At-Tahrim: 1) Bahwa Rasulullah Saw. pernah
mengharamkan budak perempuannya atas dirinya. Berangkat dari pengertian ini maka
ada sebagian ulama fiqih yang mengatakan bahwa diwajibkan membayar kifarat bagi
seseorang yang mengharamkan budak perempuannya, atau istrinya, atau suatu
makanan atau suatu minuman atau suatu pakaian atau sesuatu yang lain yang
diperbolehkan. Ini menurut mazhab Imam Ahmad dan segolongan ulama.
Imam Syafii berpendapat bahwa tidak wajib baginya membayar kifarat apa pun
kecuali dalam kasus pengharaman terhadap istri atau budak perempuan, jika yang
bersangkutan mengharamkan diri keduanya dengan jelas, atau memutlakkan
pengharamannya terhadap keduanya, menurut suatu pendapat di kalangan mazhabnya.
Adapun jika seorang lelaki dalam pengharamannya itu berniat menceraikan istrinya
atau memerdekakan budak perempuannya, maka berlakukan hal itu terhadap
keduanya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abu Abdullah
Az-Zahrani, telah menceritakan kepadaku Hafs ibnu Umar Al-Adni, telah
menceritakan kepadaku Al-Hakam ibnu Aban, telah menceritakan kepadaku Ikrimah,
dari Ibnu Abbas yang telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai
Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu?
(At-Tahrim: 1) Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan wanita yang
menghibahkan (menyerahkan) dirinya untuk dinikahi oleh Nabi Saw. Tetapi hal ini
merupakan pendapat yang garib.
Pendapat yang benar menyatakan bahwa hal ini terjadi berkenaan dengan
pengharaman Nabi Saw. terhadap madu (putih), sebagaimana yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari dalam tafsir ayat ini.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Musa, telah
menceritakan kepadaku Hisyam ibnu Yusuf, dari Ibnu Juraij, dari Ata, dari Ubaid
ibnu Umair, dari Aisyah yang mengatakan bahwa dahulu Nabi Saw. suka minum madu
(putih) di rumah Zainab binti Jahsy, lalu tinggal bersamanya di rumahnya. Maka
aku (Aisyah) dan Hafsah sepakat untuk melakukan suatu tindakan, bahwa kepada
siapa pun di antara kami berdua beliau Saw. masuk, maka hendaklah ia mengatakan
kepadanya, "Engkau telah makan magafir (madu putih yang rasanya enak,
tetapi baunya tidak enak), karena sesungguhnya aku mencium bau magafir
darimu." Maka Nabi Saw. bersabda:
"لَا
وَلَكِنِّي كُنْتُ أَشْرَبُ عَسَلًا عِنْدَ زَيْنَبَ بِنْتِ جَحش، فَلَنْ أَعُودَ
لَهُ، وَقَدْ حَلَفْتُ لَا تُخْبِرِي بِذَلِكَ أَحَدًا"، {تَبْتَغِي مَرْضَاةَ
أَزْوَاجِكَ}
Tidak, tetapi aku baru saja meminum madu biasa di rumah Zainab
binti Jahsy, maka aku tidak akan meminumnya lagi; dan sesungguhnya aku telah
bersumpah untuk itu, maka janganlah engkau ceritakan hal ini kepada siapa pun.
Maka Allah menurunkan firman-Nya: kamu mencari kesenangan hati
istri-istrimu. (At-Tahrim: 1)
Demikianlah menurut riwayat Imam Bukhari dalam tafsir ayat ini dengan lafaz
sebagaimana yang tersebut di atas.
Dan di dalam Kitabul Aiman dan Nuzur Imam Bukhari mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada
kami Al-Hajjaj, dari Ibnu Juraij yang mengatakan bahwa Ata mengira dirinya
pernah mendengar Ubaid ibnu Umair mengatakan bahwa ia pernah mendengar Siti
Aisyah bercerita bahwa Rasulullah Saw. dahulu suka tinggal di tempat Zainab
binti Jahsy dan minum madu di rumahnya. Maka Aku (Aisyah dan Hafsah) mengadakan
kesepakatan bahwa kepada siapa pun di antara kami berdua Nabi Saw. menggilirnya,
hendaklah ia mengatakan kepadanya, "Sesungguhnya aku mencium darimu bau
magafir, engkau pasti telah makan magafir.' Lalu Nabi Saw.
menggilir salah seorang dari keduanya, maka istri yang digilirnya mengatakan
kepadanya hal tersebut, lalu Nabi Saw. berkata kepadanya: Tidak, bahkan aku
hanya minum madu di rumah Zainab binti Jahsy, dan aku tidak akan meminumnya
lagi. Maka turunlah firman Allah Swt.: Hai Nabi, mengapa kamu
mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu? (At-Tahrim: 1) sampai
dengan firman-Nya: Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sesungguhnya
hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan) (At-Tahrim: 4)
Kamu berdua ini ditujukan kepada Aisyah dan Hafsah. Dan ingatlah ketika Nabi
membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya
(Hafsah) suatu peristiwa (At-Tahnm: 3) ' Ini karena ada sabda Nabi
Saw. yang mengatakan: Tidak, aku telah minum madu.
Ibrahim ibnu Musa, dari Hisyam, mengatakan bahwa sabda Nabi Saw tersebut
ialah: Dan aku tidak akan mengulanginya lagi; sesungguhnya aku telah
bersumpah (untuk tidak mengulanginya lagi), maka janganlah engkau
ceritakan kepada siapa pun.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam Kitabut Talaq
dengan sanad yang sama dan lafaz yang mirip dengan hadis di atas.
Kemudian Imam Bukhari mengatakan bahwa magafir mirip dengan getah yang
terdapat pada batang kayu, getah ini rasanya manis. Bila dikatakan agfarar
ramsu artinya batang kayu itu mengeluarkan getahnya. Bentuk tunggalnya ialah
magfur, ada juga yang mengatakan magafir. Hal yang sama telah
dikatakan oleh Al-Jauhari, bahwa adakalanya getah yang dimaksud berasal dari
pohon aysr, sammam, salam, dan talh. Al-Jauhari mengatakan bahwa
ar-rimsi adalah sejenis semak yang sering dimakan oleh ternak unta.
Al-Jauhari mengatakan bahwa 'urfut adalah nama sebuah pohon dari jenis
pohon 'udah yang biasa mengeluarkan getah putih yang disebut
magfur.
Imam Muslim telah meriwayatkan hadis ini di dalam kitab Talaq, bagian
dari kitab sahihnya, dari Muhammad ibnu Hatim, dari Hajjaj ibnu Muhammad, dari
Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku Ata, dari Ubaid ibnu Umair, dari Aisyah
dengan sanad yang sama, sedangkan lafaznya sama dengan apa yang diketengahkan
oleh Imam Bukhari di dalam Kitabul Aiman wan Nuzur.
Kemudian Imam Bukhari mengatakan di dalam Kitabut Talaq-nya, bahwa
telah menceritakan kepada kami Farwah ibnu Abul Migra, telah menceritakan kepada
kami Ali ibnu Misar, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah yang
mengatakan bahwa dahulu Rasulullah Saw. menyukai manisan dan madu. Tersebutlah
pula bahwa apabila beliau selesai dari salat Asarnya selalu mampir di rumah
istri-istri beliau, lalu mendekati salah seorang dari mereka. Dan beliau masuk
ke dalam rumah Siti Hafsah binti Umar, lalu tinggal di dalam rumahnya dalam
waktu yang lebih lama dari istri-istri lainnya. Hal ini menimbulkan kecemburuan
pada istri beliau yang lainnya. Kemudian Aisyah r.a. menanyakan hal tersebut,
maka dijawab bahwa Hafsah menerima hadiah dari kaumnya berupa semangkuk madu,
maka Hafsah memberikan sebagian darinya sebagai sajian minuman. Aku (Aisyah)
berkata, "Ingatlah, demi Allah, kami benar-benar akan membuat tipu daya
terhadapnya (Nabi)." Kemudian kukatakan kepada Saudah binti Zam'ah,
"Sesungguhnya Nabi Saw. akan mendekatimu. Dan bila beliau mendekatimu,
katakanlah kepadanya bahwa engkau telah minum magafir. Maka pasti beliau
akan menjawabmu, 'Tidak.' Bila demikian, maka katakanlah kepada beliau, 'Lalu
bau apakah ini?' Dan beliau pasti akan mengatakan kepadamu, 'Hafsah telah
memberiku minuman madu.' Maka jawablah olehmu, 'Rupanya lebahnya telah mengisap
getah kayu 'urfut,' dan aku pun akan mengatakan hal yang sama kepada beliau. Dan
engkau juga, hai Safiyyah, katakanlah kepada beliau kalimat yang sama." *
Siti Aisyah melanjutkan kisahnya, Saudah mengatakan bahwa demi Allah tidak
lama kemudian Rasulullah Saw. muncul di depan pintu rumahnya, maka dengan serta
merta aku hendak mengatakan apa yang diajarkan olehku kepadanya karena dia
merasa takut kepadaku. Dan ketika Rasulullah Saw. mendekatinya, Saudah langsung
bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah engkau telah makan magafir?"
Rasulullah Saw. menjawab, "Tidak." Saudah bertanya lagi, "Lalu bau
apakah ini yang aku cium darimu?" Maka Nabi Saw. berterus terang kepadanya,
"Hafsah telah memberiku minuman madu." Saudah berkata, "Kalau begitu, berarti
lebahnya telah mengisap sari getah pohon 'urfut (yang menghasilkan
magafir)!"
Ketika Nabi Saw. datang kepada giliranku, maka kukatakan kepadanya hal yang
sama. Dan ketika sampai di rumah Safiyyah, maka Safiyyah pun mengatakan hal yang
sama.
Kemudian di lain hari ketika Nabi Saw. mendatangi Hafsah, Hafsah menawarkan
kepadanya, "Maukah engkau kusuguhkan minuman madu?" Nabi Saw. menjawab, "Aku
tidak memerlukannya lagi." Lalu Saudah berkata, "Demi Allah, beliau pasti telah
mengharamkannya atas dirinya." Maka aku katakan kepadanya, "Diamlah kamu!"
Demikianlah menurut lafaz Imam Bukhari.
Imam Muslim telah meriwayatkannya dari Suwaid ibnu Sa'id, dari Ali ibnu
Mis-har dengan sanad yang sama, juga dari Abu Kuraib, Harun ibnu Abdullah, dan
Al-Hasan ibnu Bisyr; ketiganya dari Abu Usamah Hammad ibnu Usamah, dari Hisyam
ibnu Urwah dengan sanad yang sama.
Dan dalam riwayat Imam Muslim disebutkan bahwa Siti Aisyah r.a. mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. adalah seorang yang merasa sangat tidak enak (tidak suka)
bila dari dirinya tercium bau yang tidak enak. Yang dimaksud dengan bau yang
tidak enak ialah bau yang busuk. Karena itulah mereka mengatakan, "Engkau telah
makan magafir" mengingat bau magafir tidak enak. Dan ketika Nabi
Saw. menjawab, "Tidak, aku hanya minum madu." Mereka (istri-istri beliau)
menjawab, "Barangkali lebahnya mengisap getah pohon 'urfut," yang getahnya
menghasilkan magafir. Karena itulah maka baunya terasa di madu yang
diminumnya.
Al-Jauhari mengatakan bahwa jarasatin nahlu al-'urfuta artinya lebah
itu mengisap sari getah 'urfut. Karena itulah maka lebah disebut pula dengan
istilah jawaris. Seorang penyair mengatakan:
تَظَلّ
عَلَى الثَّمْرَاء مِنها جَوَارسُ ...
Lebah-lebah itu mengerumuni salah satu
dari pohon-pohon yang berbuah.
Dikatakan sami'tu jarasat tairi artinya aku telah mendengar suara
patukannya pada sesuatu yang dimakannya. Di dalam sebuah hadis disebutkan:
"فَيَسْمَعُونَ
جَرْشَ طَيْرِ الْجَنَّةِ"
Maka mereka mendengar suara patukan burung surga.
Al-Asmu'i mengatakan bahwa ia berada di majelis pengajian Syu'bah, lalu ia
mengatakan, "Maka mereka mendengar suara patukan burung surga," kata al-jaras
diungkapkannya dengan jarasy memakai syin. Maka aku mengatakan
jaras, lalu ia menoleh ke arahku dan berkata, "Turutilah apa katanya,
karena sesungguhnya dia lebih mengetahui hal ini daripada aku."
Tujuan mengungkapkan riwayat ini untuk menjelaskan bahwa berdasarkan riwayat
ini istri yang memberi Nabi Saw. madu adalah Hafsah.
Hal ini diriwayatkan melalui jalur Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari
bibinya (yaitu Siti Aisyah).
Tetapi menurut hadis yang diriwayatkan melalui jalur Ibnu Juraij, dari Ata,
dari Ubaid ibnu Umair, dari Aisyah, disebutkan bahwa istri yang memberi minum
madu itu adalah Siti Zainab binti Jahsy. Dan sesungguhnya sesudah itu Aisyah dan
Hafsah mengadakan kesepakatan untuk memprotes Nabi Saw. atas perlakuannya itu;
hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Adakalanya dikatakan bahwa kedua peristiwa
ini terjadi, dan tidak mustahil pula bila memang benar terjadi. Tetapi bila
dikatakan bahwa keduanya merupakan peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat
ini, masalahnya masih perlu diteliti lagi; hanya Allah-lah Yang Maha
Mengetahui.
Di antara dalil yang menunjukkan bahwa kedua istri yang melakukan protes itu
adalah Aisyah dan Hafsah adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam
kitab musnadnya. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq,
telah menceritakan kepadaku Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Ubaidillah ibnu Abdullah
ibnu Abu Saur, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa sudah lama ia ingin
menanyakan kepada Umar r.a. tentang dua orang wanita dari kalangan istri-istri
Nabi Saw. yang disebutkan di dalam firman-Nya: Jika kamu berdua bertobat
kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk
menerima kebaikan). (At-Tahrim: 4) Hingga ketika Umar mengerjakan haji dan aku
ikut haji bersamanya. Di tengah perjalanan Umar menepi, lalu aku pun menepi pula
bersamanya dengan membawa wadah air, kemudian Umar membuang air besar. Setelah
itu Umar datang kepadaku, maka kutuangkan kepadanya air, dan Umar berwudu
dengannya. Lalu kutanyakan kepadanya, "Wahai Amirul Mu’minin, siapakah dua orang
wanita dari istri-istri Nabi Saw. yang disebutkan di dalam firman Allah Swt.:
Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua
telah condong (untuk menerima kebaikan) (At-Tahrim: 4)?"
Maka Umar berkata, "Pertanyaanmu aneh, hai Ibnu Abbas." Az-Zuhri memberi
komentar, bahwa demi Allah, Umar tidak suka dengan pertanyaan itu, (sebab
anaknya sendiri —yaitu Hafsah— terlibat), sedangkan ia tidak boleh
menyembunyikannya (bila ada yang bertanya). Akhirnya Umar menjawab, "Aisyah dan
Hafsah."
Kemudian Umar melanjutkan kisahnya dengan panjang lebar, "Dahulu kami
orang-orang Quraisy adalah suatu kaum yang tidak memberi kesempatan kepada
wanita untuk berperan. Dan ketika kami tiba di Madinah, kami jumpai suatu kaum
yang kaum wanita mereka mempunyai peran. Akhirnya kaum wanita kami setelah
bergaul dengan kaum wanita mereka belajar dari mereka."
Umar melanjutkan kisahnya bahwa tempat tinggalnya berada di perkampungan Bani
Umayyah ibnu Zaid, yaitu di tempat yang tinggi. Umar melanjutkan bahwa pada
suatu hari ia marah terhadap istrinya, tetapi tiba-tiba istrinya itu melawannya
sehingga Umar kaget melihat sikapnya yang demikian, ia tidak menyukai sifat
tersebut. Istrinya menjawab, "Mengapa engkau merasa kaget bila aku berani
melawanmu. Demi Allah, sesungguhnya istri-istri Rasulullah Saw. sendiri berani
melawan beliau, bahkan salah seorang dari mereka berani tidak berbicara dengan
beliau hari ini sampai malam harinya."
Umar melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia pergi dan masuk ke dalam tempat
Hafsah (putrinya), lalu bertanya kepadanya, "Apakah engkau telah berani
menentang Rasulullah?" Hafsah menjawab, "Ya." Umar berkata, "Apakah benar ada
seseorang dari kalian yang mendiamkan beliau hari ini sampai malam harinya?"
Hafsah menjawab, "Ya." Umar berkata, "Sungguh telah kecewa dan merugilah
orangyang berani berbuat demikian dari kalian terhadapnya. Apakah dia dapat
menyelamatkan dirinya bila Allah murka terhadap dirinya karena murka Rasulullah?
Sudah dapat dipastikan dia akan binasa. Dan kamu janganlah sekali-kali berani
memprotes Rasulullah Saw. dan jangan pula kamu meminta sesuatu darinya, tetapi
mintalah kamu kepadaku dari hartaku menurut apa yang kamu sukai. Dan jangan
sekali-kali kamu teperdaya oleh madumu yang lebih cantik serta lebih dicintai
oleh Rasulullah Saw. daripada kamu (maksudnya Aisyah)."
Umar melanjutkan kisahnya, "Dahulu aku mempunyai seorang tetangga dari
kalangan Ansar, dan kami biasa siiih berganti turun menemui Rasulullah Saw. Di
suatu hari gilirannya dan di hari yang lain giliranku. Maka tetanggaku itu
menyampaikan kepadaku tentang berita wahyu dan hal penting lainnya, begitu pula
yang kulakukan kepadanya bila tiba giliranku."
Umar melanjutkan kisahnya, bahwa kami mendapat berita bahwa orang-orang
Gassan sedang mempersiapkan pasukan berkuda untuk menyerang kami, berita ini
menjadi topik pembicaraan yang hangat di kalangan kami. Kemudian di suatu hari
tiba giliran temanku itu untuk turun, kemudian di waktu isya ia datang dan
langsung mengetuk pintu rumahku seraya memanggilku. Maka aku keluar menemuinya,
dan ia langsung berkata, "Telah terjadi peristiwa yang besar." Aku bertanya
memotongnya, "Apakah pasukan Gassan telah datang?" Lelaki Ansar tetangganya
menjawab, "Bukan, tetapi peristiwanya lebih besar dan lebih panjang daripada
itu. Rasulullah Saw. telah menceraikan istri-istrinya."
Umar melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia berkata kepada dirinya sendiri bahwa
Hafsah benar-benar telah kecewa dan merugi. Aku telah menduga kuat bahwa
peristiwa ini pasti terjadi. Dan setelah ia menyelesaikan salat Subuhnya, lalu
ia langsung turun dan menuju ke rumah Hafsah, kemudian masuk menemuinya yang
saat itu Hafsah dijumpainya sedang menangis. Umar bertanya, "Apakah Rasulullah
telah menceraikanmu?" Hafsah menjawab, "Tidak tahu, tetapi beliau sedang
menyendiri di ruangan itu."
Maka aku (Umar) menemui pelayan beliau Saw. yang berkulit hitam dan kukatakan
kepadanya, "Mintakanlah izin kepadanya buat Umar." Pelayan itu masuk untuk
meminta izin, kemudian ia keluar lagi dan menemuiku, lalu berkata, "Aku telah
menyebutkan namamu, tetapi beliau hanya diam." Maka aku pergi hingga sampai di
mimbar. Ternyata di dekat mimbar terdapat sekumpulan orang-orang yang sedang
duduk, sebagian dari mereka ada yang menangis. Maka aku duduk sebentar di tempat
itu, kemudian aku tidak tahan lagi karena penasaranku, maka kudatangi lagi
pelayan itu dan kukatakan kepadanya, "Mintakanlah izin masuk buat Umar." Maka
pelayan itu masuk, kemudian keluar lagi dan mengatakan, "Aku telah menyebutkan
namamu, tetapi beliau hanya diam saja."
Maka aku keluar lagi dan menuju ke mimbar, kemudian rasa penasaranku kembali
mendorongku dengan dorongan yang kuat. Akhirnya kudatangi lagi pelayan itu dan
kukatakan kepadanya, "Mintakanlah izin masuk buat Umar." Pelayan itu masuk,
kemudian kembali lagi kepadaku dan mengatakan, "Aku telah sebutkan namamu,
tetapi beliau masih diam saja." Akhirnya aku berpaling untuk pergi, tetapi tidak
lama kemudian si pelayan itu memanggilku dan mengatakan, "Masuklah, beliau telah
mengizinkanmu untuk menemuinya."
Aku masuk dan mengucapkan salam penghormatan kepada Rasulullah Saw. dan
kujumpai beliau sedang bersandar pada tumpukan pasir yang beralaskan tikar.
Imam Ahmad mengatakan bahwa menurut apa yang diceritakan kepada kami oleh
Ya'qub dalam hadis Saleh, tumpukan pasir yang diberi alas tikar, sedangkan
anyaman tikar telah membekas pada lambung beliau Saw.
Maka kutanyakan kepada beliau, "Wahai Rasulullah, apakah engkau telah
menceraikan istri-istrimu?" Rasulullah Saw. mengangkat kepalanya memandang ke
arahku seraya menjawab, "Tidak." Aku berkata, "Allah Mahabesar. Wahai
Rasulullah, sebagaimana yang engkau ketahui bahwa kita ini orang-orang Quraisy
adalah suatu kaum yang tidak memberikan peran kepada wanita. Tetapi ketika kita
tiba di Madinah, kita menjumpai .suatu kaum yang kaum wanita mereka mempunyai
peran di kalangan mereka. Maka kaum wanita kita langsung belajar dari kaum
wanita mereka. Dan di suatu hari aku marah terhadap istriku, tetapi tiba-tiba
dia berani menjawabku, maka aku tidak suka dengan sikapnya itu. Tetapi ia
berkata, "Mengapa engkau tidak suka dengan sikapku ini? Demi Allah, sesungguhnya
istri-istri Nabi Saw. sendiri berani menentang beliau dan ada salah seorang dari
mereka yang berani mendiamkannya hari ini sampai dengan malam harinya." Maka
kukatakan kepadanya, "Sesungguhnya telah merugi dan kecewalah wanita yang berani
berbuat demikian. Apakah seseorang dari kalian dapat menyelamatkan dirinya bila
Allah murka karena murka Rasulullah Saw. Dia pasti akan binasa."
Rasulullah Saw. tersenyum mendengar ceritaku, lalu aku berkata, "Wahai
Rasulullah, aku telah menemui Hafsah dan telah kukatakan kepadanya, 'Jangan
sekali-kali kamu terpengaruh oleh madumu yang lebih cantik dan lebih dicintai
oleh Rasulullah Saw. daripadamu'." Rasulullah Saw. tersenyum lagi. Maka aku
berkata kepadanya, "Aku merasa rindu kepada engkau, wahai Rasulullah."
Rasulullah Saw. menjawab, "Ya."
Maka aku duduk dan kutengadahkan pandanganku ke atas rumah. Demi Allah, aku
tidak melihat sesuatu pun di dalam rumah beliau sesuatu yang menarik pandanganku
kecuali aku merasa segan dengan kedudukan beliau Saw. Lalu aku berkata, "Wahai
Rasulullah, berdoalah kepada Allah semoga Allah memberikan keluasan kepada
umatmu. Karena sesungguhnya Dia telah memberi keluagan kepada orang-orang Persia
dan orang-orang Romawi, padahal mereka tidak menyembah Allah."
Maka beliau Saw. bangkit dan duduk dengan tegak, lalu bersabda:
"أفي
شك أنت يا بن الْخَطَّابِ؟ أُولَئِكَ قَوْمٌ عُجِّلَتْ لَهُمْ طَيِّبَاتُهُمْ فِي
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا"
Hai Ibnul Khattab, apakah engkau berada dalam keraguan ? Mereka adalah
suatu kaum yang disegerakan kepada mereka kebaikan-kebaikannya dalam kehidupan
dunia ini.
Maka aku berkata, "Mohonkanlah ampunan kepada Allah bagiku, ya Rasulullah."
Tersebutlah bahwa beliau Saw. telah bersumpah tidak akan menggauli istri-istri
beliau selama satu bulan, karena kemarahan beliau terhadap mereka, hingga Allah
Swt. menegurnya.
Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai telah meriwayatkan
hadis ini melalui berbagai jalur dari Az-Zuhri dengan sanad yang sama. Syaikhain
(Bukhari dan Muslim) telah meriwayatkannya melalui hadis Yahya ibnu Sa'id
Al-Ansari, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa ia
tinggal selama satu tahun (di Madinah) dengan tujuan akan menanyakan kepada Umar
ibnul Khattab tentang makna suatu ayat yang ia tidak mampu menanyakannya secara
langsung karena segan kepadanya (Umar).TJingga Umar berangkat untuk menunaikan
ibadah haji, dan Ibnu Abbas pun ikut berangkat bersamanya. Ketika kami berada
dalam perjalanan pulang ke Madinah, di tengah jalan Umar turun di sebuah pohon
Arak untuk menunaikan hajatnya.
Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa lalu aku berdiri menunggunya sampai
menyelesaikan hajatnya. Setelah selesai, aku berjalan bersamanya, maka
kutanyakan kepadanya, "Wahai Amirul Mu’minin, siapakah dua orang wanita yang
membangkang terhadap Nabi?"
Berikut ini menurut lafaz Imam Bukhari dan Imam Muslim, bahwa siapakah kedua
wanita yang disebutkan dalam firman-Nya: dan jika kamu berdua bantu-membantu
menyusahkan Nabi. (At-Tahrim: 4) Umar menjawab, "Aisyah dan Hafsah,"
kemudian disebutkan hingga akhir hadis dengan panjang lebar, dan sebagian dari
mereka ada yang meringkasnya.
Imam Muslim mengatakan pula, telah menceritakan kepadaku Zuhair ibnu Harb,
telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Yunus Al-Hanafi, telah menceritakan
kepada kami Ikrimah ibnu Ammar,'dari Sammak ibnul Walid Abu Zamil, telah
menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Abbas, telah menceritakan kepadaku Umar
ibnul Khattab yang mengatakanbahwa ketika Nabi Allah memisahkan diri dari
istri-istrinya, aku masuk ke dalam masjid, tiba-tiba kulihat orang-orang sedang
diam menundukkan pandangan mereka, lalu mereka berkata bahwa Rasulullah telah
menceraikan istri-istrinya. Demikian itu terjadi sebelum ada perintah untuk
berhijab. Maka aku berkata pada diriku sendiri, "Aku benar-benar akan
memberitahukan (masalah hijab itu) kepada beliau hari ini." Kemudian disebutkan
dalam hadis ini kisah masuknya Umar menemui Aisyah dan Hafsah serta nasihat Umar
kepada keduanya.
Kemudian dilanjutkan bahwa aku (Umar) masuk dan aku bersua dengan Rabah
(pelayan Rasulullah Saw.) sedang berdiri di depan pintu ruangan tamu. Maka aku
panggil dia dan kukatakan kepadanya, "Hai Rabah, mintakanlah izin masuk kepada
Rasulullah Saw. untukku." Lalu disebutkan kisah seperti yang^erdapat pada hadis
sebelumnya. Hingga sampai pada perkataan Umar yang mengatakan, "Wahai
Rasulullah, apakah yang memberatkanmu tentang urusan istri-istrimu itu. Jika
engkau ceraikan mereka, maka sesungguhnya Allah bersamamu, dan juga para
malaikat-Nya, Jibril, Mikail, aku sendiri, Abu Bakar, dan semua orang mukmin
bersamamu." Setiap kalimat yang kukatakan selalu berharap semoga Allah
menurunkan wahyu yang membenarkan perkataanku. Pada akhirnya turunlah ayat ini,
yaitu ayat Takhyir: Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan
memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kamu.
(At-Tahrim: 5) Dan firman-Nya: dan jika kamu berdua bantu-membantu
menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu
pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu
malaikat-malaikat adalah penolongnya pula. (At-Tahrim: 4)
Maka kukatakan kepada beliau, "Apakah engkau telah menceraikan mereka?"
Rasulullah Saw. menjawab, "Tidak." Maka aku berdiri di pintu masjid, dan aku
serukan dengan sekuat suaraku bahwa Nabi Saw. tidak menceraikan istri-istrinya.
Dan turunlah pula ayat ini, yaitu firman-Nya:
{وَإِذَا
جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الأمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ
إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الأمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ
يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ}
Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun
ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada
Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui
kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil
Amri). (An-Nisa: 83)
Maka aku adalah orang yang mengulas berita peristiwa tersebut.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair, Ikrimah, Muqatil ibnu
Hayyan, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya.
*******************
{وَصَالِحُ
الْمُؤْمِنِينَ}
dan orang-orang mukmin yang baik. (At-Tahrim: 4)
Yakni Abu Bakar dan Umar; Al-Hasan Al-Basri menambahkan, juga Usman.
Lais ibnu Abu Sulaim telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna
firman-Nya: dan orang-orang mukmin yang baik. (At-Tahrim: 4) Bahwa yang
dimaksud adalah Ali ibnu Abu Talib.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain,
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada
kami Muhammad ibnu Ja'far ibnu Muhammad ibnul Husain yang mengatakan bahwa telah
menceritakan kepadaku seorang lelaki yang berpredikat siqah, ia
me-rafa'-kannya sampai kepada Ali r.a. bahwa Rasulullah Saw. telah
bersabda sehubungan dengan makna firman-Nya: dan orang-orang mukmin yang
baik. (At-Tahrim: 4) Bahwa orang itu adalah Ali ibnu Abu Talib. Sanad hadis
ini daif, dan dinilai munkar sekali.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Aun, telah
menceritakan kepada kami Hasyim, dari Humaid, dari Anas yang mengatakan bahwa
Umar telah mengatakan bahwa istri-istri Nabi Saw. berkumpul dalam kasus
kecemburuan mereka terhadap beliau Saw. Maka kukatakan kepada mereka, "Jika Nabi
menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan
istri-istri yang lebih baik daripada kamu.” Maka turunlah ayat ini. Dan
dalam pembahasan yang terdahulu telah disebutkan bahwa Umar acapkali bersesuaian
dengan wahyu dalam berbagai tempat (kejadian); antara lain ialah turunnya ayat
hijab, lalu mengenai para tawanan Perang Badar, dan yang lainnya ialah ucapan
Umar sehubungan dengan maqam Ibrahim, "Sebaiknya engkau jadikan sebagian dari
maqam Ibrahim tempat salat," lalu turunlah firman Allah Swt.: Dan jadikanlah
sebagian maqam Ibrahim tempat salat. (Al-Baqarah: 125)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Al-Ansari, telah menceritakan kepada kami Humaid, dari
Anas, bahwa Umar ibnul Khattab pernah mengatakan bahwa telah sampai kepadanya
suatu berita yang terjadi di antara Ummahatul Mu’minin dan Nabi Saw. Maka ia
menasihati mereka seorang demi seorang. Umar mengatakan kepada mereka, "Sungguh
kamu harus menghentikan sikap kamu terhadap Rasulullah Saw. yang demikian, atau
benar-benar Allah akan memberikan ganti kepadanya dengan istri-istri lain yang
lebih baik daripada kamu." Hingga sampailah Umar kepada Ummahatul Mu’minin yang
terakhir, tetapi ia disanggahnya dengan ucapan, "Hai Umar, ingatlah, Rasulullah
Saw. sendiri tidak menasihati istri-istrinya terlebih kamu." Akhirnya Umar diam,
dan turunlah firman-Nya: Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan
memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kamu, yang
patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang mengerjakan ibadat, yang
berpuasa, yang janda, dan yang perawan. (At-Tahrim: 5)
Wanita yang menyanggah Umar dalam riwayat ini saat Umar menasihatinya adalah
Ummu Salamah r.a. Sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab Sahih
Bukhari.
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnuNa-ilah
Al-Asbahani, telah menceritakan kepada kami Ismail Al-Bajali, telah menceritakan
kepada kami Abu Uwwanah, dari Abu Sinan, dari Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan firman-Nya: Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara
rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya (Hafsah). (At-Tahrim: 3)
Bahwa Hafsah memasuki rumahnya untuk menemui Nabi Saw. dan ia menjumpai Nabi
Saw. sedang menggauli Mariyah. Maka Rasulullah Saw. bersabda kepadanya:
Jangan kamu ceritakan kepada Aisyah, maka aku akan memberimu suatu berita
gembira. Sesungguhnya ayahmu akan menjadi khalifah sesudah Abu Bakar jika aku
telah tiada. Maka Hafsah pergi dan menceritakan kejadian itu kepada Aisyah.
Maka Aisyah r.a. bertanya kepada Rasulullah Saw., Siapakah yang memberitahumu
hal itu (kekhalifahan Umar sesudah Abu Bakar)?" Nabi Saw. menjawab: Telah
diberitahukan kepadaku oleh Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
(At-Tahrim: 3)
Aisyah r.a. berkata, "Aku tidak mau memandangmu sebelum engkau mengharamkan
Mariyah atas dirimu," akhirnya beliau Saw. mengharamkannya atas dirinya. Maka
Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan.
(At-Tahrim: 1), hingga ayat berikutnya.
Akan tetapi, hadis ini ditinjau dari segi sanadnya perlu diteliti kembali
karena telah jelas dari apa yang telah kami kemukakan mengenai tafsir ayat-ayat
ini.
*******************
Firman Allah Swt.:
{مُسْلِمَاتٍ
مُؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تَائِبَاتٍ عَابِدَاتٍ}
yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang mengerjakan
ibadat. (At-Tahrim: 5)
Maknanya sudah jelas dan tidak perlu diterangkan lagi.
{سَائِحَاتٍ}
yang berpuasa. (At-Tahrim: 5)
Menurut Abu Hurairah, Aisyah, Ibnu Abbas, Ikrimah, Mujahid, Sa'id ibnu
Jubair, Ata, Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, Abu Abdur Rahman As-Sulami, Abu
Malik, Ibrahim An-Nakha'i, Al-Hasan, Qatadah, Ad-Dahhak, Ar-Rabi' ibnu Anas,
As-Saddi, dan lain-lainnya disebutkan ahli puasa.
Dalam pembahasan terdahulu telah disebutkan sebuah hadis marfu'
sehubungan dengan makna lafaz ini dalam tafsir firman-Nya, "Assaihun, "
tepatnya dalam tafsir surat At-Taubah, lafaz hadis tersebut berbunyi sebagai
berikut:
"سياحةُ
هَذِهِ الْأُمَّةِ الصيامُ".
Siyahah umat ini adalah puasa.
Lain pula dengan Zaid ibnu Aslam dan putranya. Keduanya mengatakan sehubungan
dengan makna ayat ini, bahwa makna yang dimaksud ialah wanita-wanita yang
berhijrah. Lalu Abdur Rahman membaca firman-Nya: yang melawat.
(At-Taubah: 112) Yakni yang berhijrah. Akan tetapi, pendapat pertamalah yang
paling utama. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
*******************
Firman Allah Swt.:
{ثَيِّبَاتٍ
وَأَبْكَارًا}
yang janda dan yang perawan. (At-Tahrim: 5)
Maksudnya, di antara mereka ada yang janda dan ada pula yang perawan, agar
penganekaragaman ini lebih menambah dorongan selera dan lebih menyenangkan hati
beliau. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya: yang janda dan yang
perawan. (At-Tahrim: 5)
Abul Qasim At-Tabrani mengatakan di dalam kitab Mu’jamul Kabirnya,
telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Sadaqah, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Muhammad ibnu Marzuq, telah menceritakan kepada kami
Abdullah ibnu Abu Umayyah, telah menceritakan kepada kami Abdul Quddus, dari
Saleh ibnu Hayyan, dari Ibnu Buraidah, dari ayahnya sehubungan dengan makna
firman-Nya: yang janda dan yang perawan. (At-Tahrim: 5) Bahwa Allah telah
menjanjikan kepada Nabi-Nya melalui ayat ini, Dia akan mengawinkannya dengan
Asiah bekas istri Fir'aun yang janda, dan yang perawan adalah Maryam binti
Imran.
Al-Hafiz Ibnu Asakir dalam biografi Maryam a.s. telah meriwayatkan melalui
jalur Suwaid ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Saleh ibnu
Umar, dari Ad-Dahhak dan Mujahid, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Jibril
datang kepada Rasulullah Saw., lalu lewatlah Khadijah. Maka Jibril berkata,
"Sesungguhnya Allah menitipkan salam buatnya, dan menyampaikan berita gembira
kepadanya dengan sebuah gedung di dalam surga yang jauh dari keramaian, tiada
kericuhan dan tiada kegaduhan padanya, gedung itu terbuat dari mutiara yang
dilubangi. Terletak di antara gedung milik Maryam binti Imran dan gedung milik
Asiah binti Muzahim."
Dan dari hadis Abu Bakar Al-Huzali, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas disebutkan
bahwa Nabi Saw. masuk (menemui) Khadijah yang saat itu sedang menjelang
kematiannya, lalu beliau Saw. bersabda:
"يَا
خَدِيجَةُ، إِذَا لَقِيتِ ضَرَائِرَكِ فَأَقْرِئِيهِنَّ مِنِّي السَّلَامَ".
فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَهَلْ تَزَوَّجْتَ قَبْلِي؟ قَالَ: "لَا"،
وَلَكِنَّ اللَّهَ زَوَّجَنِي مَرْيَمَ بِنْتَ عِمْرَانَ، وَآسِيَةَ امْرَأَةَ
فِرْعَوْنَ، وَكُلْثُمَ أُخْتَ مُوسَى".
"Hai Khadijah, apabila engkau bersua dengan madu-madumu, maka sampaikanlah
kepada mereka salam dariku.” Khadijah bertanya, , "Apakah engkau pernah
kawin sebelum denganku, wahai Rasulullah?” Rasulullah Saw. menjawab, "Belum,
tetapi Allah telah mengawinkan aku dengan Maryam binti Imran dan Asiah istri
Fir'aun serta Kalsum saudara perempuan Musa.”
Hadis ini daif.
قَالَ
أَبُو يَعْلَى: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ عَرْعَرَةَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ
النُّورِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِي
أُمَامَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"أُعْلِمتُ أَنَّ اللَّهَ زَوَّجَنِي فِي الْجَنَّةِ مَرْيَمَ بِنْتَ عِمْرَانَ،
وَكُلْثُمَ أُخْتَ مُوسَى، وَآسِيَةَ امْرَأَةَ فِرْعَوْنَ". فَقُلْتُ: هَنِيئًا
لَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ
Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Ur'urah,
telah menceritakan kepada kami Abdun Nur ibnu Abdullah, telah menceritakan
kepada kami Yusuf ibnu Syu'aib. dari Abu Umamah yang mengatakan bahwa Rasulullah
Saw. pernah bersabda: Aku telah diberi tahu bahwa Allah akan
mengawinkanku di surga dengan Maryam binti Imran, Kalsum saudara perempuan Musa,
dan Asiah bekas istri Fir'aun. Maka aku berkata, "Kuucapkan selamat kepada
engkau, wahai Rasulullah."
Hadis ini lemah pula, dan telah diriwayatkan pula secara mursal dari
Ibnu Abu Daud.