Tafsir Surat Ash-Shaffat, ayat 99-113
{وَقَالَ
إِنِّي ذَاهِبٌ إِلَى رَبِّي سَيَهْدِينِ (99) رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
(100) فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلامٍ حَلِيمٍ (101) فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ
قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا
تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ
الصَّابِرِينَ (102) فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ (103)
وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ (104) قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا
كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (105) إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاءُ الْمُبِينُ
(106) وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (107) وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الآخِرِينَ
(108) سَلامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ (109) كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (110)
إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ (111) وَبَشَّرْنَاهُ بِإِسْحَاقَ نَبِيًّا
مِنَ الصَّالِحِينَ (112) وَبَارَكْنَا عَلَيْهِ وَعَلَى إِسْحَاقَ وَمِنْ
ذُرِّيَّتِهِمَا مُحْسِنٌ وَظَالِمٌ لِنَفْسِهِ مُبِينٌ (113) }
Dan Ibrahim berkata, "Sesungguhnya aku pergi
menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Ya Tuhanku,
anugerahkanlah kepadaku (seorang anak)
yang termasuk orang-orang yang saleh.” Maka Kami beri dia kabar gembira
dengan seorang anak yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur
sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, "Hai Anakku,
sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah
apa pendapatmu!" Ia menjawab, "Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan
kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas
pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia,
"Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, "sesungguhnya
demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu
dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian
yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian
(yaitu).”Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim.” Demikianlah Kami
memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk
hamba-hamba Kami yang beriman. Dan Kami beri dia kabar gembira dengan
(kelahiran) Ishaq seorang nabi yang termasuk orang-orang yang saleh. Kami
limpahkan keberkatan atasnya dan atas Ishaq . Dan di antara anak cucunya ada
yang berbuat baik dan ada (pula) yang zalim terhadap dirinya sendiri
dengan nyata.
Allah Swt. menceritakan tentang kekasih-Nya Nabi Ibrahim a.s. bahwa
sesungguhnya setelah Allah menolongnya dari kejahatan kaumnya dan ia merasa
putus asa dari keimanan kaumnya, padahal mereka telah menyaksikan
mukjizat-mukjizat yang besar. Maka Ibrahim a.s. hijrah dari kalangan mereka
seraya berkata:
{إِنِّي
ذَاهِبٌ إِلَى رَبِّي سَيَهْدِينِ رَبِّ هَبْ لِي مِنَ
الصَّالِحِينَ}
"Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi
petunjuk kepadaku. Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak)
yang termasuk orang-orang yang saleh.” (Ash-Shaffat: 99-100)
Yakni anak-anak yang taat sebagai ganti dari kaumnya dan kaum kerabatnya yang
telah ditinggalkannya. Allah Swt. berfirman:
{فَبَشَّرْنَاهُ
بِغُلامٍ حَلِيمٍ}
Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar.
(Ash-Shaffat: 101)
Anak ini adalah Nabi Ismail a.s., karena sesungguhnya dia adalah anak
pertamanya yang sebelum kelahirannya, dia telah mendapat berita gembira
mengenainya. Dia lebih tua daripada Nabi Ishaq, menurut kesepakatan kaum muslim
dan kaum Ahli Kitab, bahkan di dalam nas kitab-kitab mereka disebutkan bahwa
ketika Ibrahim a.s. mempunyai anak Ismail, ia berusia delapan puluh enam tahun.
Dan ketika beliau mempunyai anak Ishaq, usia beliau sembilan puluh sembilan
tahun.
Menurut mereka (Ahli Kitab), Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah Swt. untuk
menyembelih anak tunggalnya itu, dan dalam salinan kitab yang lain disebutkan
anak pertamanya. Akan tetapi, mereka mengubahnya dan membuat-buat kedustaan
dalam keterangan ini, lalu mengganti dengan Ishaq. Padahal hal tersebut
bertentangan dengan nas kitab asli mereka. Sesungguhnya mereka menyusupkan
penggantian dengan memasukkan Ishaq sebagai ganti Ismail karena bapak moyang
mereka adalah Ishaq, sedangkan Ismail adalah bapak moyang bangsa Arab.
Orang-orang Ahli Kitab dengki dan iri hati kepada bangsa Arab, karena itu
mereka menambah-nambahinya dan menyelewengkan arti anak tunggal dengan
pengertian 'anak yang ada di sisimu,' karena Ismail telah dibawa pergi oleh
Ibrahim bersama ibunya ke Mekah. Takwil seperti ini merupakan takwil yang
menyimpang dan batil, karena sesungguhnya pengertian anak tunggal itu adalah
anak yang semata wayang bagi Ibrahim (saat itu). Lagi pula anak pertama
merupakan anak yang paling disayang lebih dari anak yang lahir sesudahnya, maka
perintah untuk menyembelihnya merupakan ujian dan cobaan yang sangat berat.
Sejumlah ahlul 'ilmi mengatakan bahwa anak yang disembelih itu adalah Ishaq,
menurut apa yang telah diriwayatkan dari segolongan ulama Salaf; sehingga ada
yang menukilnya dari sebagian sahabat. Tetapi hal tersebut bukan bersumber dari
Kitabullah, bukan pula dari sunnah. Dan saya dapat memastikan bahwa hal
tersebut tidaklah diterima, melainkan dari ulama Ahli Kitab, lalu diterima oleh
orang muslim tanpa alasan yang kuat. Yang jelas Kitabullah ini merupakan
saksi yang menunjukkan kepada kita bahwa putra yang disembelih itu adalah
Isma'il. Karena sesungguhnya Al-Qur'an telah menyebutkan berita gembira bagi
Ibrahim akan kelahiran seorangputra yang penyabar dan menyebutkan pula bahwa
putranya itulah Az-Zabih (yang disembelih).
Setelah itu disebutkan oleh firman-Nya:
{وَبَشَّرْنَاهُ
بِإِسْحَاقَ نَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ}
Dan Kami beri dia kabar gembira dengan (kelahiran) Ishaq seorang
nabi yang termasuk orang-orang yang saleh. (Ash-Shaffat: 112)
Malaikat ketika menyampaikan berita gembira akan kelahiran Ishaq kepada
Ibrahim mengatakan:
{إِنَّا
نُبَشِّرُكَ بِغُلامٍ عَلِيمٍ}
Sesungguhnya kami memberi kabar gembira kepadamu dengan (kelahiran
seorang) anak laki-laki (yang akan menjadi) orang yang alim
(Al-Hijr:53)
Dan firman Allah Swt.:
{فَبَشَّرْنَاهَا
بِإِسْحَاقَ وَمِنْ وَرَاءِ إِسْحَاقَ يَعْقُوبَ}
maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran)
Ishaq dan sesudah Ishaq (lahir pula) Ya'qub. (Hud: 71)
Yakni dilahirkan bagi Ishaq di masa keduanya (Ibrahim dan istrinya) seorang
putra yang diberi nama Ya'qub. Dengan demikian, Nabi Ibrahim beroleh keturunan
dan cucu.
Dalam pembahasan terdahulu telah disebutkan bahwa tidaklah mungkin Ibrahim
diperintahkan untuk menyembelih Ishaq semasa kecilnya, karena Allah Swt. telah
menjanjikan kepada keduanya bahwa kelak Ishaq akan melahirkan keturunannya. Maka
mana mungkin sesudah semuanya itu Ishaq diperintahkan agar di sembelih saat ia
masih kecil.
Dan lagi Ismail di sini mendapat julukan sebagai orang yang amat sabar, maka
predikat inilah yang lebih pantas untuk kedudukan ini (sebagai anak yang rela
disembelih).
*************
Firman Allah Swt.:
{فَلَمَّا
بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ}
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha
bersama-sama Ibrahim. (Ash-Shaffat: 102)
Yakni telah tumbuh menjadi dewasa dan dapat pergi dan berjalan bersama
ayahnya. Disebutkan bahwa Nabi Ibrahim a.s. setiap waktu pergi menengok anaknya
dan ibunya di negeri Faran, lalu melihat keadaan keduanya. Disebutkan pula bahwa
untuk sampai ke sana Nabi Ibrahim mengendarai buraq yang cepat larinya; hanya
Allah-lah Yang Maha mengetahui.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Ata
Al-Khurrasani, dan Zaid ibnu Aslam serta lain-lainnya sehubungan dengan makna
firman-Nya: Maka tatkala anak itu sampai (pada usia sanggup) berusaha
bersama-sama Ibrahim, (Ash-Shaffat: 102) Maksudnya, telah tumbuh dewasa dan
dapat bepergian serta mampu bekerja dan berusaha sebagaimana yang dilakukan
ayahnya.
{فَلَمَّا
بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي
أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى}
Maka tatkala anak itu sampai (pada usia sanggup) berusaha
bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, "Hai Anakku, sesungguhnya aku melihat
dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu! "
(Ash-Shaffat: 102)
Ubaid ibnu Umair mengatakan bahwa mimpi para nabi itu adalah wahyu, kemudian
ia membaca firman-Nya: Ibrahim berkata, "Hai Anakku, sesungguhnya aku melihat
dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!"
(Ash-Shaffat: 102)
قَالَ
ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ بْنِ الْجُنَيْدِ،
حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ الملك الكرندي، حدثنا سُفْيَانُ
بْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ إِسْرَائِيلَ بْنِ يُونُسَ، عَنْ سِمَاك، عَنْ عِكْرِمَةَ ،
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "رُؤْيَا الْأَنْبِيَاءِ فِي الْمَنَامِ وَحْي"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain
ibnul Junaid, telah menceritakan kepada kami Abu Abdul Malik Al-Karnadi, telah
menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Israil ibnu Yunus, dari
Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda: Mimpi para nabi itu merupakan wahyu.
Hadis ini tidak terdapat di dalam kitab-kitab Sittah dengan jalur
ini.
Dan sesungguhnya Ibrahim memberitahukan mimpinya itu kepada putranya agar
putranya tidak terkejut dengan perintah itu, sekaligus untuk menguji kesabaran
dan keteguhan serta keyakinannya sejak usia dini terhadap ketaatan kepada Allah
Swt. dan baktinya kepada orang tuanya.
{قَالَ
يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ}
Ia menjawab, "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu.”
(Ash-Shaffat: 102)
Maksudnya, langsungkanlah apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu untuk
menyembelih diriku.
{سَتَجِدُنِي
إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ}
insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”
(Ash-Shaffat: 102)
Yakni aku akan bersabar dan rela menerimanya demi pahala Allah Swt. Dan
memang benarlah, Ismail a.s. selalu menepati apa yang dijanjikannya. Karena itu,
dalam ayat lain disebutkan melalui firman-Nya:
{وَاذْكُرْ
فِي الْكِتَابِ إِسْمَاعِيلَ إِنَّهُ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُولا
نَبِيًّا وَكَانَ يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِالصَّلاةِ وَالزَّكَاةِ وَكَانَ عِنْدَ
رَبِّهِ مَرْضِيًّا}
Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail
(yang tersebut) di dalam Al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang
benar janjinya dan dia adalah seorang rasul dan nabi. Dan ia menyuruh ahlinya
untuk salat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridai di sisi
Tuhannya. (Maryam: 54-55)
**********
Adapun firman Allah Swt.:
{فَلَمَّا
أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ}
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas
pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). (Ash-Shaffat: 103)
Setelah keduanya mengucapkan persaksian dan menyebut nama Allah untuk
melakukan penyembelihan itu, yakni persaksian (tasyahhud) untuk mati. Menurut
pendapat yang lain, aslama artinya berserah diri dan patuh. Nabi Ibrahim
dan Nabi Ismail mengerjakan perintah Allah Swt. sebagai rasa taat keduanya
kepada Allah, dan bagi Ismail sekaligus berbakti kepada ayahnya. Demikianlah
menurut pendapat Mujahid, Ikrimah, Qatadah, As-Saddi, Ibnu Ishaq, dan
lain-lainnya.
Makna tallahu lil jabin ialah merebahkannya dengan wajah yang
tengkurap dengan tujuan penyembelihan akan dilakukan dari tengkuknya dan agar
Ibrahim tidak melihat wajahnya saat menyembelihnya, karena cara ini lebih
meringankan bebannya.
Ibnu Abbas r.a., Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Ad-Dahhak, dan Qatadah
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Ibrahim membaringkan
anaknya atas pelipis (nya). (Ash-Shaffat: 103) Yakni menengkurapkan
wajahnya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syuraih dan Yunus.
Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari
Abu Asim Al-Ganawi, dari Abut Tufail, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa
ketika Ibrahim a.s. diperintahkan untuk mengerjakan manasik, setan menghadangnya
di tempat sa'i, lalu setan menyusulnya, maka Ibrahim menyusulnya. Kemudian
Jibril a.s. membawa Ibrahim ke jumrah 'aqabah, dan setan kembali menghadangnya;
maka Ibrahim melemparnya dengan tujuh buah batu kerikil hingga setan itu pergi.
Kemudian setan menghadangnya lagi di jumrah wusta, maka Ibrahim melemparnya
dengan tujuh buah batu kerikil. Kemudian Ibrahim merebahkan Ismail pada
keningnya, saat itu Ismail mengenakan kain gamis putih, lalu Ismail berkata
kepada ayahnya, "Hai Ayah, sesungguhnya aku tidak mempunyai pakaian untuk kain
kafanku selain dari yang kukenakan ini, maka lepaskanlah kain ini agar engkau
dapat mengafaniku dengannya." Maka Ibrahim bermaksud menanggalkan baju gamis
putranya itu. Tetapi tiba-tiba ada suara yang menyerunya dari arah belakang:
Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. (Ash-Shaffat:
104-105); Maka Ibrahim menoleh ke belakang, tiba-tiba ia melihat seekor kambing
gibasy putih yang bertanduk lagi gemuk. Ibnu Abbas mengatakan bahwa sesungguhnya
sampai sekarang kami masih terus mencari kambing gibasy jenis itu. Hisyam
menyebutkan hadis ini dengan panjang lebar di dalam Kitabul Manasik.
Kemudian Imam Ahmad meriwayatkannya pula dengan panjang lebar dari Yunus,
dari Hammad ibnu Salamah, dari Ata ibnus Sa'ib, dari Sa'id ibnu Jubair, dari
Ibnu Abbas. Hanya dalam riwayat ini disebutkan Ishaq. Menurut riwayat yang
bersumber dari Ibnu Abbas r.a. tentang nama anak yang disembelih, ada dua
riwayat. Tetapi riwayat yang terkuat adalah yang menyebutnya Ismail, karena
alasan yang akan kami sebutkan, insya Allah.
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Al-Hasan ibnu Dinar, dari
Qatadah, dari Ja'far ibnu Iyas, dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna
firman-Nya: Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.
(Ash-Shaffat: 107) Bahwa dikeluarkan untuknya seekor kambing gibasy dari
surga yang telah digembalakan sebelum itu selama empat puluh musim gugur
(tahun). Maka Ibrahim melepaskan putranya dan mengejar kambing gibasy itu.
Kambing gibasy itu membawa Ibrahim ke jumrah ula, lalu Ibrahim melemparnya
dengan tujuh buah batu kerikil. Dan kambing itu luput darinya, lalu lari ke
jumrah wusta dan Ibrahim mengeluarkannya dari jumrah itu dengan melemparinya
dengan tujuh buah batu kerikil. Kambing itu lari dan ditemuinya ada di jumrah
kubra, maka ia melemparinya dengan tujuh buah batu kerikil. Pada saat itulah
kambing itu keluar dari jumrah, dan Ibrahim menangkapnya, lalu membawanya ke
tempat penyembelihan di Mina dan menyembelihnya.
Ibnu Abbas melanjutkan, "Demi Tuhan yang jiwa Ibnu Abbas berada di tangan
kekuasaan-Nya, sesungguhnya sembelihan itu merupakan kurban yang pertama dalam
Islam, dan sesungguhnya kepala kambing itu benar-benar digantungkan dengan kedua
tanduknya di talang Ka'bah hingga kering."
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari
Az-Zuhri, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim yang mengatakan bahwa Abu
Hurairah r.a. berkumpul bersama Ka'b, lalu Abu Hurairah menceritakan hadis dari
Nabi Saw., sedangkan Ka'b menceritakan tentang kisah-kisah dari kitab-kitab
terdahulu. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ
لِكُلِّ نَبِيٍّ دَعْوَةً مُسْتَجَابَةً، وَإِنِّي قَدْ خَبَأتُ دَعْوَتِي
شَفَاعَةً لِأُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ"
Sesungguhnya masing-masing Nabi mempunyai doa yang mustajab, dan
sesungguhnya aku menyimpan doaku sebagai syafaat buat umatku kelak di hari
kiamat.
Maka Ka'b bertanya kepadanya, "Apakah engkau mendengar ini dari Rasulullah
Saw.?" Abu Hurairah menjawab, "Ya." Ka'b berkata, "Semoga ayah dan ibuku menjadi
tebusanmu, atau semoga ayah dan ibuku menjadi tebusannya, maukah kuceritakan
kepadamu tentang perihal Ibrahim a.s.?" Ka'b melanjutkan perkataannya, bahwa
sesungguhnya ketika Ibrahim bermimpi menyembelih putranya Ishaq, setan
berkata.”Sesungguhnya jika tidak kugoda mereka saat ini, berarti aku tidak dapat
menggoda mereka selamanya."
Ibrahim a.s. berangkat bersama anaknya dengan tujuan akan menyembelihnya,
maka setan pergi dan masuk menemui Sarah, lalu berkata, "Ke manakah Ibrahim
pergi bersama anakmu?" Sarah menjawab, "Ia pergi membawanya untuk suatu
keperluan." Setan berkata, "Sesungguhnya Ibrahim pergi bukan untuk suatu
keperluan, melainkan ia pergi untuk menyembelih anaknya." Sarah bertanya,
"Mengapa dia menyembelih anaknya?" Setan berkata, "Ibrahim mengira bahwa
Tuhannya telah memerintahkan kepadanya hal tersebut." Sarah menjawab,
"Sesungguhnya lebih baik baginya bila menaati Tuhannya."
Lalu setan pergi menyusul keduanya. Setan berkata kepada anak Ibrahim, "Ke
manakah ayahmu membawamu pergi?" Ia menjawab," Untuk suatu keperluan." Setan
berkata, "Sesungguhnya dia pergi bukan untuk suatu keperluan, tetapi ia pergi
untuk tujuan akan menyembelihmu." Ia bertanya, "Mengapa ayahku akan
menyembelihku?" Setan menjawab, "Sesungguhnya dia mengira bahwa Tuhannya telah
memerintahkan hal itu kepadanya." Ia berkata, "Demi Allah, sekiranya Allah yang
memerintahkannya, benar-benar dia akan mengerjakannya."
Setan putus asa untuk dapat menggodanya, maka ia meninggalkannya dan pergi
kepada Ibrahim a.s., lalu bertanya, "Ke manakah kamu akan pergi dengan anakmu
ini ?" Ibrahim menjawab, "Untuk suatu keperluan." Setan berkata, "Sesungguhnya
engkau membawanya pergi bukan untuk suatu keperluan, melainkan engkau membawanya
pergi dengan tujuan akan menyembelihnya." Ibrahim bertanya, "Mengapa aku harus
menyembelihnya ?" Setan berkata, "Engkau mengira bahwa Tuhanmu lah yang
memerintahkan hal itu kepadamu." Ibrahim berkata, "Demi Allah, jika Allah Swt.
memerintahkan hal itu kepadaku, maka aku benar-benar akan melakukannya." Setan
putus asa untuk menghalang-halanginya, lalu ia pergi meninggalkannya.
Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Yunus, dari Ibnu Wahb, dari Yunus ibnu Yazid,
dari Ibnu Syihab yang mengatakan bahwa sesungguhnya Amr ibnu Abu Sufyan ibnu
Usaid ibnu Jariyah As- Saqafi pernah menceritakan kepadanya bahwa Ka'b pernah
berkata kepada Abu Hurairah; lalu disebutkan hal yang semisal dengan panjang
lebar. Dan di penghujung kisahnya disebutkan bahwa lalu Allah menurunkan wahyu
kepada Ishaq, bahwa sesungguhnya Aku memberimu suatu doa yang Kuperkenankan
bagimu. Maka Ishaq berdoa, "Ya Allah, sesungguhnya aku berdoa kepada-Mu, semoga
Engkau memperkenankannya. Semoga siapa pun di antara hamba-Mu yang bersua
dengan-Mu, baik dari kalangan orang terdahulu maupun dari kalangan orang yang
terkemudian, dalam keadaan tidak mempersekutukan-Mu dengan sesuatu pun, semoga
Engkau memasukkannya ke dalam surga."
قَالَ
ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْوَزِيرِ
الدِّمَشْقِيُّ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنَا عَبْدِ
الرَّحْمَنِ بْنِ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ ،
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ] قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ اللَّهَ خَيَّرَنِي بَيْنَ أَنْ
يَغْفِرَ لِنِصْفِ أُمَّتِي، وَبَيْنَ أَنْ أَخْتَبِئَ شَفَاعَتِي، فَاخْتَبَأْتُ
شَفَاعَتِيَ، وَرَجَوْتُ أَنْ تُكَفِّرَ الجَمْ لِأُمَّتِي، وَلَوْلَا الَّذِي
سَبَقَنِي إِلَيْهِ الْعَبْدُ الصَّالِحُ لَتَعَجَّلْتُ فِيهَا دَعْوَتِي، إِنِ
اللَّهَ لَمَا فَرَّجَ عَنْ إِسْحَاقَ كرْبَ الذَّبْحِ قِيلَ لَهُ: يَا إِسْحَاقُ،
سَلْ تُعْطَهُ. فَقَالَ: أَمَا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَأَتَعَجَّلَنَّهَا
قَبْلَ نَزَغَاتِ الشَّيْطَانِ، اللَّهُمَّ مَنْ مَاتَ لَا يُشْرِكُ بِكَ شَيْئًا
فَاغْفِرْ لَهُ وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Wazir Ad-Dimasyqi, telah menceritakan
kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman
ibnu Zaid ibnu Aslam, dari ayahnya, dari Ata ibnu Yasar, dari Abu Hurairah yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, "Sesungguhnya Allah Swt.
telah menyuruhku untuk memilih, apakah separo dari umatku mendapat ampunan
ataukah doa permohonan syafaatku diterima. Maka aku memilih syafaatku diterima
dengan harapan semoga sejumlah besar dari umatku diampuni dosa-dosanya.
Seandainya tidak ada hamba saleh yang mendahuluiku, tentulah aku menyegerakan
doaku itu. Sesungguhnya ketika Allah Swt. membebaskan Ishaq dari musibah
penyembelihan, dikatakan kepadanya, "Hai Ishaq, mintalah, niscaya kamu diberi."
Ishaq berkata, "Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya,
sungguh aku akan menyegerakan doaku ini sebelum setan menggodaku. Ya Allah,
barang siapa yang mati dalam keadaan tidak mempersekutukan-Mu dengan sesuatu
pun, berilah dia ampunan dan masukkanlah ke dalam surga."
Hadis ini garib lagi munkar; Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam
daif hadisnya, dan saya merasa khawatir bila di dalam hadis ini terdapat
tambahan yang disisipkan, yaitu ucapan, "Sesungguhnya setelah Allah Swt.
membebaskan Ishaq dari musibah penyembelihan," hanya Allah-lah Yang Maha
Mengetahui. Jika hal ini terpelihara, maka yang lebih mirip kepada kebenaran dia
tiada lain adalah Ismail. Dan sesungguhnya mereka (Ahli Kitab) telah mengubahnya
dengan Ishaq karena dengki dan iri terhadap bangsa Arab, seperti alasan yang
telah dikemukakan di atas.
Lagi pula mengingat manasik dan penyembelihan kurban itu tempatnya tiada lain
di Mina, yaitu bagian dari kawasan tanah Mekah, adalah tempat Ismail berada,
bukan Ishaq. Karena sesungguhnya Ishaq berada di tanah Kan'an, bagian dari
negeri Syam.
***********
Firman Allah Swt.:
{وَنَادَيْنَاهُ
أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ. قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا}
Dan Kami panggillah dia, "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan
mimpi itu!" (Ash-Shaffat: 104-105)
Yakni sesungguhnya engkau telah mengerjakan apa yang telah dilihat dalam
mimpimu itu hanya dengan membaringkan putramu untuk disembelih.
As-Saddi dan lain-lainnya menyebutkan bahwa Nabi Ibrahim a.s. sempat
menggorokkan pisaunya, tetapi tidak dapat memotong sesuatu pun, bahkan
dihalang-halangi antara pisau dan leher Nabi Ismail oleh lempengan tembaga. Lalu
saat itu juga Ibrahim a.s. diseru: sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi
itu. (Ash-Shaffat: 105)
**********
Firman Allah Swt.:
{إِنَّا
كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ}
sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang
berbuat baik. (Ash-Shaffat: 105)
Yakni demikianlah Kami palingkan hal-hal yang tidak disukai dan hal-hal yang
menyengsarakan dari orang-orang yang taat kepada Kami, dan Kami jadikan bagi
mereka dalam urusannya jalan keluar dan kemudahan. Semakna dengan apa yang
disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain, yaitu:
{وَمَنْ
يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا. وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ
قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا}
Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan mengadakan
baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada
disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah
akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan
(yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan
ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (At-Talaq: 2-3)
Ayat yang menceritakan kisah penyembelihan ini dijadikan dalil oleh sejumlah
ulama Usul untuk menyatakan keabsahan nasakh sebelum melakukan pekerjaan yang
diperintahkan, lain halnya dengan pendapat segolongan ulama dari kalangan
Mu'tazilah. Tetapi penunjukkan makna dalam ayat ini sudah jelas, karena pada
mulanya Allah memerintahkan kepada Ibrahim agar menyembelih anaknya, kemudian
Allah menasakh (merevisi)nya dan mengalihkannya menjadi tebusan (yakni kurban).
Dan sesungguhnya tujuan utama dari perintah ini pada mulanya hanyalah untuk
menguji keteguhan dan kesabaran Nabi Ibrahim a.s. dalam melaksanakan perintah
Allah Swt. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنَّ
هَذَا لَهُوَ الْبَلاءُ الْمُبِينُ}
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (Ash-Shaffat:
106)
Maksudnya, ujian yang jelas dan gamblang, yaitu perintah untuk menyembelih
anaknya. Lalu Ibrahim a.s. bergegas mengerjakannya dengan penuh rasa berserah
diri kepada Allah dan tunduk patuh kepada perintah-Nya. Karena itulah disebutkan
oleh firman-Nya:
{وَإِبْرَاهِيمَ
الَّذِي وَفَّى}
dan Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji. (An-Najm: 37)
**********
Adapun firman Allah Swt.:
{وَفَدَيْنَاهُ
بِذِبْحٍ عَظِيمٍ}
Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.
(Ash-Shaffat: 107)
Sufyan As- Sauri telah meriwayatkan dari Jabir Al-Ju'fi, dari Abut Tufail
dari Ali r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami tebus anak itu
dengan seekor sembelihan yang besar. (Ash-Shaffat: 107) Yakni dengan kambing
gibasy yang berbulu putih, gemuk, lagi bertanduk yang telah diikat di pohon
samurah. Abut Tufail mengatakan bahwa mereka (berdua) menemukannya dalam keadaan
telah terikat di pohon samurah yang ada di Bukit Sabir.
As-Sauri telah meriwayatkan pula dari Abdullah ibnu Usman ibnu Khasyam, dari
Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa kambing gibasy itu
telah digembalakan di surga selama empat puluh tahun.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Yusuf ibnu Ya'qub As-Saffar, telah menceritakan kepada
kami Daud Al-Attar, dari Ibnu Khasyam' dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas
r.a. yang mengatakan bahwa batu besar yang ada di Mina di lereng Bukit Sabir
adalah batu tempat Nabi Ibrahim menyembelih tebusan anaknya Ishaq. Kambing
gibasy yang gemuk lagi bertanduk turun dari Bukit Sabir menuju ke tempat Nabi
Ibrahim seraya mengembik, lalu Nabi Ibrahim menyembelihnya. Kambing itu juga
yang dipakai kurban oleh anak Adam, lalu diterima, dan kambing itu disimpan
hingga dijadikan tebusan untuk Ishaq.
Telah diriwayatkan pula dari Sa'id ibnu Jubair yang mengatakan bahwa kambing
gibasy itu hidup bebas di dalam surga hingga dikeluarkan dari Bukit Sabir, dan
pada leher kambing itu terdapat bulu yang berwarna merah.
Disebutkan dari Al-Hasan Al-Basri, bahwa nama kambing gibasy yang dijadikan
kurban oleh Nabi Ibrahim a.s. adalah Jarir.
Ibnu Juraij mengatakan bahwa menurut Ubaid ibnu Umair, Nabi Ibrahim
menyembelihnya di maqam Ibrahim.
Menurut Mujahid, Nabi Ibrahim menyembelihnya di Mina di tempat penyembelihan
kurban sekarang.
Hasyim telah meriwayatkan dari Sayyar, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a.,
bahwa Ibnu Abbas pernah memberikan fatwa kepada orang yang bernazar akan
menyembelih dirinya, lalu Ibnu Abbas memerintahkan kepadanya agar menggantinya
dengan menyembelih seratus ekor unta. Sesudah itu ia berkata bahwa seandainya
dia memberikan fatwa kepadanya agar menyembelih seekor kambing gibasy, tentulah
hal itu sudah mencukupi baginya. Karena sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman
di dalam Kitab-Nya: Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang
besar. (Ash-Shaffat: 107)
Menurut pendapat yang sahih, tebusan tersebut berupa seekor kambing gibasy.
As-Sauri telah meriwayatkan dari seorang lelaki, dari Abu Saleh, dari Ibnu
Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami tebus anak itu dengan
seekor sembelihan yang besar. (Ash-Shaffat: 107) Ibnu Abbas mengatakan bahwa
sembelihan itu adalah seekor kambing gunung.
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Amr ibnu Ubaid, dari Al-Hasan
yang mengatakan bahwa tidaklah Ismail a.s. ditebus melainkan dengan seekor
kambing gunung dari Aura yang diturunkan untuk Ibrahim dari Bukit Sabir.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، حَدَّثَنَا مَنْصُورٌ، عَنْ خَالِهِ
مُسافع ، عَنْ صَفِيَّةَ بِنْتِ شَيْبَةَ قَالَتْ: أَخْبَرَتْنِي امْرَأَةٌ مِنْ
بَنِي سُلَيْمٍ -وَلدت عَامَّةَ أَهْلِ دَارِنَا-أَرْسَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى عُثْمَانَ بْنِ طَلْحَةَ -وَقَالَ مَرَّةً:
إِنَّهَا سَأَلَتْ عُثْمَانَ: لِمَ دَعَاكَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ؟ قَالَ: قَالَ: "إِنِّي كنتُ رَأَيْتُ قَرْنَيِ الْكَبْشِ، حِينَ
دَخَلْتُ الْبَيْتَ، فَنَسِيتُ أَنْ آمُرَكَ أَنْ تُخَمِّرَهُمَا، فَخَمَّرْهما،
فَإِنَّهُ لَا يَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ فِي الْبَيْتِ شَيْءٌ يَشْغَلُ
الْمُصَلِّيَ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah
menceritakan kepadaku Mansur, dari pamannya (yaitu Musafi' dan Safiyyah binti
Syaibah) yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepadanya seorang wanita dari
Bani Salim yang telah melahirkan sebagian besar penduduk perkampungan kami,
bahwa Rasulullah Saw. mengirimkan utusan kepada Usman ibnu Abu Talhah r.a.
(pemegang kunci Ka'bah). Wanita itu pernah bertanya kepada Usman, "Mengapa Nabi
Saw. memanggilmu ?" Maka Usman menjawab, bahwa Rasulullah Saw. bersabda
kepadanya: Sesungguhnya aku melihat sepasang tanduk saat memasuki Ka'bah, dan
aku lupa untuk memerintahkan kepadamu agar menutupinya dengan kain. Karena itu,
tutupilah sepasang tanduk itu dengan kain, sebab tidak patut bila di dalam
Ka'bah terdapat sesuatu yang mengganggu kekhusyukan orang yang salat (di
dalamnya).
Sufyan mengatakan bahwa kedua tanduk itu masih tetap tergantung di dalam
Ka'bah hingga Ka'bah mengalami kebakaran dan keduanya ikut terbakar.
Hal ini merupakan bukti tersendiri yang menunjukkan bahwa anak yang
disembelih itu adalah Nabi Ismail a.s. Karena sesungguhnya orang-orang Quraisy
menerimanya secara turun-temurun dari para pendahulu mereka generasi demi
generasi, sampai Allah mengutus RasulNya. Hanya Allah-lah Yang Maha
Mengetahui.
Berikut ini sebuah pasal yang mengemukakan asar-asar yang ditemukan dari
ulama Salaf tentang siapakah sebenarnya anak yang disembelih itu.
Berikut ini dikemukakan
pendapat orang-orang yang mengatakan bahwa anak yang disembelih itu adalah Ishaq
a.s.
Hamzah Az-Zayyat telah meriwayatkan dari Abu Maisarah rahimahullah
yang mengatakan, bahwa Nabi Yusuf a.s. pernah mengatakan kepada raja dalam
alasannya, "Apakah engkau menginginkan makan bersama denganku, sedangkan aku
adalah Yusuf ibnu Ya'qub nabiyyullah ibnu Ishaq sembelihan Allah ibnu
Ibrahim kekasih Allah."
As-Sauri telah meriwayatkan dari Abu Sinan, dari Ibnu Abul Huzail bahwa Yusuf
mengatakan hal yang sama kepada raja.
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam, dari Abdullah ibnu
Ubaid ibnu Umair, dari ayahnya yang mengatakan, bahwa Musa a.s. pernah
mengatakan dalam doanya, "Ya Tuhanku, mereka selalu mengatakan demi Tuhannya
Nabi Ibrahim, Ishaq, dan Yaqub. Mengapa mereka selalu mengatakan hal tersebut?"
Allah Swt. menjawab "Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang tidak
membandingkan sesuatu dengan-Ku, melainkan dia pasti memilih-Ku. Dan
sesungguhnya Ishaq telah rela demi Aku untuk disembelih, selain itu dia adalah
seorang yang lebih dermawan. Dan sesungguhnya Ya'qub itu manakala Kutambahkan
kepadanya cobaan, maka makin bertambah pulalah baik prasangkanya kepada-Ku."
Syu'bah telah meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Abul Ahwas yang telah
menceritakan bahwa pernah ada seorang lelaki membanggakan dirinya dihadapan Ibnu
Mas'ud r.a. Lelaki itu berkata, "Aku adalah Fulan bin Fulan bin para tetua yang
terhormat." Maka Abdullah ibnu Mas'ud r.a. berkata bahwa orang yang patut
mengatakan demikian adalah Yusuf ibnu Ya'qub ibnu Ishaq Zabihullah
(sembelihan Allah) ibnu Ibrahim kekasih Allah.
Riwayat ini sahih bersumber dari Ibnu Ma'sud r.a. Hal yang sama telah
diriwayatkan oleh Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a., bahwa dia adalah Ishaq. Juga
telah diriwayatkan dari Al-Abbas dan Ali ibnu Abu Talib hal yang semisal. Telah
diriwayatkan pula oleh Ibnu Ishaq dan Abdullah ibnu Abu Bakar, dari Az-Zuhri,
dari Abu Sufyan, dan Al-Ala ibnu Jariyah dari Abu Hurairah r.a. dan Ka'bul Ahbar
yang telah mengatakan bahwa anak yang disembelih itu adalah Ishaq.
Pendapat-pendapat yang telah disebutkan di atas —hanya Allah Yang Maha
Mengetahui— semuanya bersumber dari Ka'bul Ahbar. Ketika masuk Islam di masa
pemerintahan Khalifah Umar, ia bercerita kepada Umar r.a. tentang apa yang
terkandung di dalam kitab-kitab terdahulunya. Dan barangkali Umar r.a. sendiri
mau mendengarkannya sehingga orang-orang pun mau mendengarkan apa yang ada pada
Ka'bul Ahbar, bahkan menukil darinya segala sesuatu yang ada padanya, baik yang
telah dipalsukan maupun yang masih asli.
Akan tetapi, bagi umat ini —hanya Allah Yang Maha Mengetahui— tidak
memerlukan suatu huruf pun dari apa yang ada pada Ka'bul Ahbar itu. Al-Bagawi
telah meriwayatkan suatu pendapat yang mengatakan bahwa anak yang disembelih itu
adalah Ishaq, yang menurutnya bersumber dari Umar, Ali, Ibnu Mas'ud, dan
Al-Abbas r.a., sedangkan dari kalangan tabi'in bersumber dari Ka'bul Ahbar,
Sa'id ibnu Jubair. Qatadah, Masruq, Ikrimah, Ata. Muqatil. Az-Zuhri, dan
As-Saddi. Al-Bagawi mengatakan bahwa hal ini dikatakan oleh salah satu di antara
dua riwayat yang bersumber dari Ibnu Abbas r.a. Dan telah disebutkan mengenai
masalah ini dalam sebuah hadis yang seandainya hadis tersebut terbukti
kesahihannya, tentulah kita mau mengatakannya dengan penuh kepercayaan, tetapi
sayangnya sanad hadis tersebut tidak sahih.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah
menceritakan kepada kami Zaid ibnu Habbab, dari Al-Hasan ibnu Dinar, dari Ali
ibnu Zaid ibnu Jad'an, dari Al-Hasan, dari Al-Ahnaf ibnu Qais, dari Al-Abbas
ibnu Abdul Muttalib r.a., dari Nabi Saw. dalam suatu hadis yang di dalamnya
disebutkan bahwa anak yang disembelih itu adalah Ishaq.
Akan tetapi, di dalam sanad hadis di atas terdapat dua perawi yang daif,
yaitu Al-Hasan ibnu Dinar Al-Basri berpredikat matruk, dan Ali ibnu
Zaid ibnu Jad'an hadisnya munkar (tidak dapat diterima).
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya dari ayahnya, dari Muslim ibnu Ibrahim,
dari Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid ibnu Jad'an dengan sanad yang sama
secara marfu'. Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa Mubarak ibnu
Fudalah telah meriwayatkannya dari Al-Hasan, dari Al-Ahnaf, dari Al-Abbas r.a.
Dan sanad riwayat ini lebih sahih ketimbang yang sebelumnya, hanya Allah-lah
Yang Maha Mengetahui.
Mengenai asar-asar yang
menyebutkan bahwa anak yang disembelih itu adalah Ismail a.s., predikatnya sahih
dan dapat dijadikan sebagai pegangan.
Di atas telah disebutkan suatu riwayat dari Ibnu Abbas a.s. yang mengatakan
bahwa dia adalah Ishaq a.s. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui, Sa'id ibnu
Jubair, Amir Asy-Sya'bi, Yusuf ibnu Mahran, Mujahid, dan Ata serta lain-lainnya
yang bukan hanya seorang telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa anak yang
disembelih itu adalah Ismail a.s.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus, telah menceritakan
kepada kami Ibnu Wahb, .telah menceritakan kepadaku Amr ibnu Qais, dari Ata ibnu
Abu Rabah, dari Ibnu Abbas, bahwa anak yang dikurbankan itu adalah Ismail a.s.
Dan orang-orang Yahudi mengira bahwa dia adalah Ishaq, orang-orang Yahudi itu
telah dusta.
Israil telah meriwayatkan dari Saur, dari Mujahid, dari Ibnu Umar r.a.yang
telah mengatakan bahwa anak yang disembelih adalah Ismail a.s.
Ibnu AbuNajih telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa dia adalah Ismail a.s.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Yusuf ibnu Mahran. Asy-Sya'bi mengatakan
bahwa anak yang disembelih itu adalah Ismail a.s. Dan ia pernah melihat sepasang
tanduk gibasy itu di dalam Ka'bah.
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Al-Hasan ibnu Dinar dan Amr ibnu
Ubaid, dari Al-Hasan Al-Basri; ia tidak pernah meragukan masalah ini bahwa anak
yang diperintahkan oleh Allah agar Ibrahim menyembelihnya di antara salah
seorang dari kedua anaknya adalah Ismail a.s.
Ibnu Ishaq mengatakan, ia pernah mendengar Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi
mengatakan bahwa anak yang Ibrahim diperintahkan oleh Allah Swt. untuk
menyembelihnya di antara kedua putranya adalah Ismail. Dan sesungguhnya kami
benar-benar menjumpai keterangan hal ini di dalam Kitabullah. Demikian
itu ialah bahwa setelah Allah Swt. selesai mengutarakan kisah anak yang
disembelih di antara kedua anak Ibrahim, lalu ia berfirman: Dan Kami beri dia
kabar gembira dengan (kelahiran) Ishaq seorang nabi yang termasuk
orang-orang yang saleh. (Ash-Shaffat: 112) Dan firman Allah Swt.: maka
Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishaq dan
sesudah Ishaq (lahir pula) Ya'qub. (Hud: 71)
Yakni dia akan mempunyai anak, dan anaknya itu akan mempunyai anak. Jadi
tidak mungkin Allah memerintahkan kepada Ibrahim agar menyembelih Ishaq,
sedangkan Ishaq telah dijanjikan akan mempunyai keturunan sesuai dengan apa yang
telah ditetapkan oleh Allah Swt, Dengan demikian, tiada lain putra yang Ibrahim
diperintahkan untuk menyembelihnya hanyalah Ismail. Ibnu Ishaq mengatakan bahwa
ia mendengar Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi sering mengatakan hal ini.
Ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Buraidah ibnu Sufyan Al-Aslami, dari
Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, bahwa ia pernah menceritakan hal ini kepada Umar
ibnu Abdul Aziz yang saat itu menjabat sebagai khalifah karena saat itu Muhammad
ibnu Ka'b ada bersamanya di negeri Syam Lalu Umar ibnu Abdul Aziz berkata,
"Sesungguhnya berita ini merupakan suatu berita yang belum pernah saya
perhatikan, dan sesungguhnya aku hanya berpendapat seperti apa yang engkau
katakan.” Selanjutnya Umar ibnu Abdul Aziz memanggil seorang lelaki Yahudi yang
ada di negeri Syam yang telah masuk Islam dan berbuat baik dalam Islamnya.
Dahulu lelaki itu termasuk salah seorang dari ulama mereka (Yahudi); Lalu
Khalifah Umar ibnu Abdul Aziz bertanya kepadanya, "Manakah di antara kedua putra
Ibrahim yang diperintahkan agar disembelih?" Saat itu Muhammad ibnu Ka'b
Al-Qurazi berada di samping Khalifah Umar ibnu Abdul Aziz. Lelaki itu menjawab,
"Demi Allah, hai Amirul Mu-minin, sesungguhnya orang-orang Yahudi benar-benar
mengetahui hal tersebut, tetapi mereka dengki terhadap kalian bangsa Arab bila
bapak moyang kalian yang disebutkan dalam perintah Allah dan keutamaan yang
dimilikinya saat menghadapi perintah Allah berkat kesabarannya. Mereka berbalik
mengingkari hal tersebut dan menduganya bahwa yang disembelih itu adalah Ishaq,
karena Ishaq adalah bapak moyang mereka. Hanya Allah Yang lebih mengetahui mana
yang sebenarnya, yang jelas Ishaq adalah seorang yang taat kepada Allah
Swt."
Abdullah putra Imam Ahmad ibnu Hambal rahimahullah mengatakan bahwa ia
pernah bertanya kepada ayahnya tentang anak yang disembelih itu, Ismail ataukah
Ishaq. Maka Imam Ahmad menjawab bahwa putra yang disembelih itu adalah Ismail.
Ia menyebutkan hal ini di dalam Kitabuz Zuhud-nya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, ia pernah mendengar ayahnya mengatakan bahwa anak
yang disembelih itu yang benar adalah Ismail a.s.
Telah diriwayatkan dari Ali, Ibnu Umar, Abu Hurairah, Abut Tufail, Sa'id
ibnul Musayyab, Sa'id ibnu Jubair, Al-Hasan, Mujahid, Asy-Sya'bi, Muhammad ibnu
Ka'b Al-Qurazi, dan Abu Ja'far alias Muhammad ibnu Ali serta Abu Saleh, bahwa
mereka telah mengatakan anak yang disembelih itu adalah Ismail.
Al-Bagawi di dalam kitab tafsirnya mengatakan bahwa pendapat yang sama
dikatakan oleh Abdullah ibnu Umar, Sa'id ibnul Musayyab, As-Saddi, Al-Hasan
Al-Basri, Mujahid, Ar-Rabi' ibnu Anas, Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, dan
Al-Kalbi, juga menurut suatu riwayat yang bersumber dari Ibnu Abbas, dan
pendapat yang sama diriwayatkan pula dari Abu Amr ibnul Ala.
Sehubungan dengan hal ini Ibnu Jarir telah meriwayatkan sebuah hadis yang
garib. Dia mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ammar
Ar-Razi, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ubaid ibnu Abu Karimah,
telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Abdur Rahim Al-Khaltabi, dari Abdullah
ibnu Muhammad Al-Atabi (salah seorang putra Atabah ibnu Abu Sufyan), dari
ayahnya, bahwa telah menceritakan kepadanya Abdullah ibnu Sa'id, dari
As-Sanabiji yang mengatakan, bahwa ketika kami berada di tempat Mu'awiyah ibnu
Abu Sufyan, orang-orang yang hadir membicarakan tentang anak yang disembelih,
apakah dia Ismail ataukah Ishaq. Lalu Mu'awiyah ibnu Abu Sufyan berkata, "Kalian
bertanya kepada orang yang tepat."
Mu'awiyah melanjutkan bahwa pada suatu hari ketika kami para sahabat berada
di tempat Rasulullah Saw., maka beliau kedatangan seorang lelaki yang berkata
kepadanya, "Wahai Rasulullah, berikanlah kepadaku sebagian dari apa yang telah
diberikan oleh Allah kepadamu sebagai harta fai', wahai putra kedua orang yang
disembelih."
Rasulullah Saw. tersenyum mendengar hal itu. Lalu ada yang bertanya (kepada
Mu'awiyah), "Wahai Amirul Mu-minin, siapakah kedua orang yang disembelih itu?"
Maka Mu'awiyah menjawab, bahwa ketika Abdul Muttalib diperintahkan untuk
menggali (ulang) sumur zam-zam, ia bernazar kepada Allah, bahwa jika segala
sesuatunya dilancarkan oleh Allah dalam urusannya itu, dia akan menyembelih
salah seorang putranya. Mu'awiyah melanjutkan kisahnya, bahwa ternyata setelah
dilakukan undian (di antara anak-anaknya) pilihan jatuh kepada Abdullah
(ayahanda Nabi Saw.). Tetapi paman-pamannya yang dari pihak ibu melarangnya, dan
mereka mengatakan, "Tebuslah anakmu ini dengan seratus ekor unta." Akhirnya
Abdul Muttalib menebusnya dengan seratus ekor unta. Dan orang kedua yang
disembelih adalah Ismail a.s.
Hadis ini garib sekali, dan Al-Umawi telah meriwayatkan hadis ini di
dalam kitab Magazi-nya, telah menceritakan kepada kami sebagian dari
teman-teman kami, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ubaid ibnu Abu
Karimah, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Abdur Rahman Al-Qurasyi, telah
menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Muhammad Al-Atabi (salah seorang anak
Atabah ibnu Abu Sufyan), telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Sa'id,
telah menceritakan kepada kami As-Sanabiji, bahwa ia pernah menghadiri Majelis
Mu'awiyah r.a. Lalu kaum yang hadir membicarakan tentang Ismail ataukah Ishaq
anak yang disembelih itu, kemudian disebutkan hal yang semisal. Demikianlah yang
saya tulis dari kitab salinan yang kacau.
Dan sesungguhnya Ibnu Jarir melakukan suatu kekeliruan dengan memilih
pendapat yang mengatakan Zabih adalah Ishaq terhadap firman Allah Swt.: Maka
Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar.
(Ash-Shaffat: 101). Ia menakwilkan bahwa kabar gembira ini adalah yang
menyangkut kelahiran Ishaq, padahal yang sebenarnya adalah firman Allah Swt.:
dan mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang
anak yang alim (Ishaq). (Az-Zariyat: 28)
Dan ia menjawab tentang berita gembira akan kelahiran Ya'qub dari Ishaq,
bahwa hal itu terjadi setelah dia sampai pada usia sanggup berusaha (bekerja).
Dan merupakan suatu hal yang tidak mustahil bila Ishaq mempunyai anak lain
selain Ya'qub. Ibnu Jarir mengatakan, 'Adapun mengenai sepasang tanduk yang
digantungkan di Ka'bah, bisa saja keduanya (Ibrahim dan Ishaq) memindahkannya
dari negeri Kan'an (ke Mekah).'" Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa di antara
ulama ada yang berpendapat bahwa anak yang disembelih itu adalah Ishaq, dan
penyembelihannya dilakukan di Kan'an. '
Apa yang dijadikan pegangan oleh Ibnu Jarir di dalam kitab tafsirnya ini
bukan merupakan suatu pendapat yang benar, bukan pula merupakan hal yang pasti.
Bahkan jauh sekali dari kebenaran, mengingat apa yang telah disimpulkan oleh
Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi yang mengatakan bahwa anak yang disembelih itu
adalah Ismail, merupakan pendapat yang lebih kuat dan lebih sahih serta lebih
terbukti kebenarannya; hanya Allah jualah Yang Maha Mengetahui.
***********
Firman Allah Swt.:
{وَبَشَّرْنَاهُ
بِإِسْحَاقَ نَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ}
Dan Kami beri dia kabar gembira dengan (kelahiran) Ishaq seorang
nabi yang termasuk orang-orang saleh. (Ash-Shaffat: 112)
Setelah menyebutkan berita gembira tentang kelahiran anak yang disembelih
(yaitu Ishaq), lalu disebutkan mengiringinya berita gembira akan kelahiran
saudaranya, yaitu Ishaq. Hal yang sama telah disebutkan di dalam surat Hud dan
surat Al-Hijr.
Firman Allah Swt., "Nabiyyan.” berkedudukan menjadi kata keterangan
keadaan yang penjelasannya tidak disebutkan. Bentuk lengkapnya ialah, kelak dia
akan menjadi seorang nabi yang saleh.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub, telah menceritakan
kepada kami Ibnu Aliyyah. dari Daud. dari Ikrimah yang mengatakan bahwa Ibnu
Abbas pernah mengatakan bahwa anak yang disembelih itu adalah Ishaq.
Ibnu jarir mengatakan bahwa firman-Nya: Dan Kami beri dia kabar gembira
dengan (kelahiran) Ishaq seorang nabi yang termasuk orang-orang yang
saleh. (Ash-Shaffat: 112) Ini merupakan berita gembira tentang kenabiannya.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa ayat ini semakna dengan firman-Nya:
{وَوَهَبْنَا
لَهُ مِنْ رَحْمَتِنَا أَخَاهُ هَارُونَ نَبِيًّا}
Dan Kami telah menganugerahkan kepadanya sebagian rahmat Kami, yaitu
saudaranya Harun menjadi seorang nabi. (Maryam: 53)
Harun lebih tua daripada Musa, tetapi Musa menginginkan agar Harun pun
diangkat pula menjadi nabi, maka kenabian diberikan kepadanya.
Telah menceritakan pula kepada kami Ibnu Abdul Ala, telah menceritakan kepada
kami Al-Mu'tamir ibnu Sulaiman yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Daud
menceritakan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna ayat
ini, yaitu firman-Nya: Dan Kami beri dia kabar gembira dengan (kelahiran)
Ishaq seorang nabi yang termasuk orang-orang yang saleh (Ash-Shaffat:
112) Sesungguhnya ia mendapat berita gembira menjadi nabi hanya pada saat ia
merelakan dirinya untuk dijadikan kurban demi karena Allah Swt. Dan berita
gembira kenabiannya tidak diberikan saat ia dilahirkan.
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku,
telah menceritakan kepada kami AbuNa'im, telah menceritakan kepada kami Sufyan
As-Sauri, dari Daud, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: Dan Kami beri dia kabar gembira dengan (kelahiran) Ishaq
seorang nabi yang termasuk orang-orang yang saleh (Ash-Shaffat: 112) Bahwa
ia mendapat berita gembira ini sejak saat ia dilahirkan dan setelah menjadi
nabi.
Sa'id ibnu Abu Arubah telah meriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan makna
firman-Nya: Dan Kami beri dia kabar gembira dengan (kelahiran) Ishaq
seorang nabi yang termasuk orang-orang yang saleh (Ash-Shaffat: 112) Hal ini
disampaikan kepadanya setelah ia dengan rela dan tulus ikhlas menyerahkan
dirinya untuk dijadikan sembelihan.
************
Firman Allah Swt.:
{وَبَارَكْنَا
عَلَيْهِ وَعَلَى إِسْحَاقَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِهِمَا مُحْسِنٌ وَظَالِمٌ لِنَفْسِهِ
مُبِينٌ}
Kami limpahkan keberkatan atasnya dan atas Ishaq. Dan di antara anak
cucunya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang zalim terhadap dirinya
sendiri dengan nyata. (Ash-Shaffat: 113)
Ayat ini semakna dengan ayat lain yang disebutkan melalui firman-Nya:
{قِيلَ
يَا نُوحُ اهْبِطْ بِسَلامٍ مِنَّا وَبَرَكَاتٍ عَلَيْكَ وَعَلَى أُمَمٍ مِمَّنْ
مَعَكَ وَأُمَمٌ سَنُمَتِّعُهُمْ ثُمَّ يَمَسُّهُمْ مِنَّا عَذَابٌ
أَلِيمٌ}
Difirmankan, "Hai Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh
keberkatan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang mukmin) dari
orang-orang yang bersamamu. Dan ada (pula) umat-umat yang Kami beri
kesenangan pada mereka (dalam kehidupan dunia), kemudian mereka akan
ditimpa azab yang pedih dari Kami.” (Hud: 48)