Tafsir Surat Al-Insyiqaq, ayat 16-25
فَلَا
أُقْسِمُ بِالشَّفَقِ (16) وَاللَّيْلِ وَمَا وَسَقَ (17) وَالْقَمَرِ إِذَا
اتَّسَقَ (18) لَتَرْكَبُنَّ طَبَقًا عَنْ طَبَقٍ (19) فَمَا لَهُمْ لَا
يُؤْمِنُونَ (20) وَإِذَا قُرِئَ عَلَيْهِمُ الْقُرْآنُ لَا يَسْجُدُونَ (21) بَلِ
الَّذِينَ كَفَرُوا يُكَذِّبُونَ (22) وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا يُوعُونَ (23)
فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ (24) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ لَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ (25)
Maka sesungguhnya Aku bersumpah dengan cahaya
merah di waktu senja, dan dengan malam dan apa yang diselubunginya, dan dengan
bulan apabila jadi purnama, sesungguhnya kalian melalui tingkat demi tingkat
(dalam kehidupan). Mengapa mereka tidak mau beriman? Dan apabila Al-Qur’an
dibacakan kepada mereka, mereka tidak bersujud, bahkan orang-orang kafir itu
mendustakan(nya). Padahal Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan (dalam
hati mereka). Maka beri kabar gembiralah mereka dengan azab yang pedih. Tetapi
orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka pahala yang tidak
putus-putusnya.
Telah diriwayatkan dari Ali, Ibnu Abbas, Ubadah ibnusSamit, Abu Hurairah,
Syaddad ibnu Aus, Ibnu Umar, Muhammad ibnu Ali ibnul Husain, Mak-hul, Bakr ibnu
Abdullah Al-Muzani, Bukair ibnul Asyaj, Malik, Ibnu Abu Zaib, dan Abdul Aziz
ibnu Abu Salamah Al-Majisyun, bahwa mereka telah mengatakan asy-syafaq
artinya mega yang berwarna merah.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar ibnu Khaisam, dari Ibnu Labibah,
dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa asy-syafaq artinya cahaya putih,
juga berarti merahnya warna cakrawala yang adakalanya hal ini terjadi sebelum
mentari terbit —seperti yang dikatakan Mujahid— dan adakalanya sesudah
tenggelamnya matahari, sebagaimana yang dikenal di kalangan ahli bahasa.
Al-Khalil ibnu Ahmad mengatakan bahwa asy-syafaq artinya cahaya merah
yang terjadi mulai dari tenggelamnya mentari sampai waktu isya. Apabila cahaya
merah itu lenyap, maka dikatakan gabasy syafaqu, artinya telah lenyap
cahaya merah itu.
Al-Jauhari mengatakan bahwa asy-syafaq adalah sisa cahaya mentari yang
berwarna merah pada permulaan malam sampai waktu malam dekat isya. Hal yang sama
dikatakan oleh Ikrimah, bahwa asy-syafaq adalah warna merah yang ada
antara waktu magrib sampai dengan waktu isya,
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan dari Abdullah Ibnu Amr, dari
Rasulullah Saw. yang telah bersabda:
"وَقْتُ
الْمَغْرِبِ مَا لَمْ يَغِبِ الشَّفَقُ"
Waktu magrib itu selama mega merah belum tenggelam (belum lenyap).
Semuanya itu menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan asy-syafaq adalah
seperti yang dikatakan oleh Al-Jauhari dan Al-Khalil.
Tetapi menurut riwayat yang sahih dari Mujahid, disebutkan bahwa ia telah
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka sesungguhnya Aku
bersumpah dengan cahaya merah di waktu senja. (Al-Insyiqaq: 16), Bahwa makna
yang dimaksud adalah seluruh siang hari. Dan menurut riwayat lain yang juga
bersumber darinya, asy-syafaq adalah matahari. Keduanya diriwayatkan oleh
Ibnu Abu Hatim. Dan sesungguhnya hal yang mendorong Mujahid mengatakan demikian
tiada lain karena ia membandingkan dengan firman-Nya: dan dengan malam dan
apa yang diselubunginya. (Al-Insyiqaq: 17)
Yakni dia bermaksud menggabungkan keduanya, seakan-akan menurutnya Allah
bersumpah dengan menyebut cahaya dan kegelapan.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa Allah bersumpah dengan menyebut siang hari yang
pergi dan malam hari yang datang.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa ulama lainnya menyebut asy-syafaq sebagai
nama merah dan putih, dan mereka mengatakan bahwa lafaz asy-syafaq
termasuk lafaz yang mempunyai dua makna yang bertentangan.
Ibnu Abbas, Mujahid, Al-Hasan, dan Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya, "Wama wasaq" bahwa makna yang dimaksud ialah 'dan apa yang
dihimpunkannya'.
Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah 'dan bintang-bintang dan
hewan-hewan yang dihimpunkannya'. Ibnu Abbas berkata demikian dengan berdalilkan
ucapan seorang penyair yang mengatakan dalam suatu bait syairnya, "Dalam
keadaan terhimpunkan seandainya mereka menemukan penggembalanya."
Ikrimah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan dengan
malam dan apa yang diselubunginya. (Al-Insyiqaq: 17) Yaitu apa yang
dihimpunkannya karena kegelapannya; apabila malam hari tiba, maka semua makhluk
berpulang ke tempat tinggalnya masing-masing.
*******************
Firman Allah Swt:
{وَالْقَمَرِ
إِذَا اتَّسَقَ}
dan dengan bulan apabila jadi purnama. (Al-Insyiqaq: 18)
apabila kelihatan bundar, menurut Ibnu Abbas. Hal yang sama dikatakan oleh
Ikrimah, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Masruq, Abu Saleh, Ad-Dahhak, dan Ibnu
Zaid.
{وَالْقَمَرِ
إِذَا اتَّسَقَ}
dan dengan bulan apabila jadi purnama. (Al-Insyiqaq: 18)
Maksudnya, apabila sempurna bulatnya. Al-Hasan mengatakan, apabila bulat
penuh. Qatadah mengatakan, apabila bundar. Makna pendapat mereka menyimpulkan
apabila bulan itu sempurna cahayanya, yaitu malam purnama, yang hal ini
dijadikan sebagai lawan kata dari malam yang apabila gelap gulita.
Firman Allah Swt.:
{لَتَرْكَبُنَّ
طَبَقًا عَنْ طَبَقٍ}
sesungguhnya kalian melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan).
(Al-Insyiqaq: 19)
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnun Nadr,
telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abu Bisyr,
dari Mujahid yang mengatakan bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan sehubungan
dengan makna firman-Nya: sesungguhnya kalian melalui tingkat demi tingkat
(dalam kehidupan). (Al-Insyiqaq: 19) Yakni keadaan demi keadaan. Lalu Ibnu
Abbas mengatakan bahwa demikianlah (menurut) Nabi kalian. Hal yang sama
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dengan lafaz yang sama.
Dan ini mengandung takwil bahwa Ibnu Abbas menyandarkan tafsir ini kepada
Nabi Saw., seakan-akan dia mengatakan bahwa aku telah mendengarnya dari Nabi
kalian. Dengan demikian, berarti lafaz nabiyyukum di-rafa'-kan menjadi fa'il
dari lafaz Qala; dan inilah penjelasan yang lebih terang; hanya Allah jualah
Yang Maha Mengetahui, seperti juga yang dikatakan oleh sahabat Anas, "Tiada
suatu tahun pun datang melainkan tahun yang berikutnya lebih buruk darinya, aku
telah mendengarnya dari Nabi kalian."
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub ibnu Ibrahim, telah
menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abu Bisyr, dari
Mujahid, bahwa Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
sesungguhnya kalian melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan).
(Al-Insyiqaq: 19) Bahwa menurut Nabi kalian artinya 'keadaan demi keadaan';
demikianlah bunyi teks riwayat Ibnu Jarir.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
makna firman-Nya: tingkat demi tingkat. (Al-Insyiqaq: 19) Yaitu keadaan
demi keadaan atau fase demi fase. Hal yang sama dikatakan oleh Ikrimah, Murrah,
At-Tayyib, Mujahid, Al-Hasan, Ad-Dahhak, Masruq, dan Abu Saleh.
Dapat pula ditakwilkan bahwa yang dimaksud oleh firman-Nya: sesungguhnya
kalian melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan). (Al-Insyiqaq: 19)
Yakni keadaan demi keadaan. Lalu disebutkan bahwa orang yang dimaksud adalah
Nabi kalian sendiri. Dengan demikian, berarti lafaz nabiyyukum di-rafa '-kan
dengan ketentuan bahwa haza dan nabiyyukum merupakan mubtada dan khabar; hanya
Allah jualah Yang Maha Mengetahui.
Barangkali hal inilah yang segera tertangkap ke dalam pengertian kebanyakan
para perawi, sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Daud At-Tayalisi dan Gundar,
telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Bisyr, dari Sa'id ibnu Jubair,
dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: sesungguhnya
kalian melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan). (Al-Insyiqaq: 19)
Yang dimaksud dengan lawan bicara adalah Muhammad Saw. Dan hal ini diperkuat
dengan adanya qiraat Umar, Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, dan sebagian besar ulama
Mekah dan Kufah dengan bacaan latarkabanna dengan memakai harakat fathah
pada ta dan ba-nya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj,
telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Ismail, dari Asy-Sya'bi
sehubungan dengan firman-Nya: sesungguhnya kalian melalui tingkat demi
tingkat (dalam kehidupan). (Al-Insyiqaq: 19) Bahwa makna yang dimaksud ialah
'hai Muhammad, engkau akan menaiki langit demi langit'.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari IbnuMas'ud, Masruq, dan Abul Aliyah:
tingkat demi tingkat. (Al-Insyiqaq: 19) Artinya, langit demi langit.
Menurut hemat penulis, mereka bermaksud dengannya ialah malam Isra.
Abu Ishaq dan As-Saddi telah meriwayatkan dari seorang lelaki, dari Ibnu
Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: tingkat demi tingkat
(Al-Insyiqaq: 19) Yakni kedudukan demi kedudukan. Hal yang sama telah
diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, tetapi ditambahkan urusan demi
urusan dan keadaan demi keadaan.
Tetapi As-Saddi sendiri telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya:
sesungguhnya kalian melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan).
(Al-Insyiqaq: 19) Yaitu amal perbuatan orang-orang terdahulu kedudukan demi
kedudukan.
Menurut hemat penulis, dapat dikatakan bahwa seakan-akan As-Saddi bermaksud
dengan makna hadis sahih yang mengatakan:
"لَتَرْكَبُنَّ
سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، حَذْو القُذَّة بالقُذَّة، حَتَّى لَوْ دَخَلُوا
جُحر ضَبِّ لَدَخَلْتُمُوهُ". قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، الْيَهُودَ
وَالنَّصَارَى؟ قَالَ: "فَمَنْ؟ " وَهَذَا مُحْتَمَلٌ.
Sesungguhnya kalian akan mengikuti jejak orang-orang yang sebelum kalian
setapak demi setapak; seandainya mereka memasuki Liang biyawak, tentulah kalian
pun memasukinya. Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, mereka adalah
orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani." Rasulullah Saw. bersabda, "Lalu
siapa lagi (kalau bukan mereka)?" Maksudnya dalam hal berpecah belah menjadi
beberapa golongan.
Dan pengertian ini dapat juga dijadikan sebagai takwil ayat.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami
Sadaqah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Jabir, bahwa ia pernah mendengar
Makhul mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini: sesungguhnya kalian
melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan). (Al-Insyiqaq: 19), Bahwa
setiap dua puluh tahun kalian membuat suatu perkara yang belum pernah kalian
alami.
Al-A'masy mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim, bahwa Abdullah
telah mengatakan sehubungan dengan firman Allah Swt.: sesungguhnya kalian
melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan). (Al-Insyiqaq: 19) Yakni
langit itu terbelah, kemudian kelihatan memerah, dan selanjutnya berubah dari
suatu warna ke warna yang lain.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Qais ibnu Wahb, dari Murrah, dari Ibnu
Mas'ud sehubungan dengan makna firman-Nya: tingkat demi tingkat.
(Al-Insyiqaq: 19) Bahwa langit itu sesekali kelihatan seperti kilapan minyak dan
sesekali terbelah.
Al-Bazzar telah meriwayatkan melalui Jabir Al-Ju'fi, dari Asy-Sya'bi, dari
Alqamah, dari Abdullah ibnu Mas'ud sehubungan dengan makna firman-Nya:
sesungguhnya kalian melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan).
(Al-Insyiqaq: 19) hai Muhammad, yakni keadaan demi keadaan. Kemudian Al-Bazzar
mengatakan bahwa hal yang sama telah diriwayatkan oleh Jabir, dari Mujahid, dari
Ibnu Abbas.
Sa’id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
sesungguhnya kalian melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan).
(Al-Insyiqaq: 19) Bahwa suatu kaum yang dahulunya ketika di dunia kelihatan
rendah, kemudian di akhirat mereka kelihatan menjadi tinggi, dan kaum lainnya
yang ketika di dunia kelihatan hidup terhormat, kemudian di akhirat mereka
kelihatan rendah.
Ikrimah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: tingkat demi
tingkat (dalam kehidupan). (Al-Insyiqaq: 19) Yaitu tahap demi tahap dari
masa menyusu, kemudian masa disapih. dari masa muda menjadi masa tua.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: tingkat
demi tingkat (dalam kehidupan). (Al-Insyiqaq: 19) Yakni keadaan demi
keadaan, makmur sesudah sengsara, dan sengsara sesudah makmur; kaya sesudah
miskin, dan miskin sesudah kaya; sehat sesudah sakit dan sakit sesudah
sehat.
قَالَ
ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: ذُكِرَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَاهِرٍ: حَدَّثَنِي أَبِي،
عَنْ عَمْرِو بْنِ شَمِر، عَنْ جَابِرٍ-هُوَ الْجُعْفِيُّ-عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ
عَلِيٍّ، عَنْ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِنَّ ابْنَ آدَمَ لَفِي غَفْلَةٍ مِمَّا
خُلِقَ لَهُ؛ إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَرَادَ خَلْقَهُ قَالَ لِلْمَلِكِ: اكْتُبْ
رِزْقَهُ، اكْتُبْ أَجَلَهُ، اكْتُبْ أَثَرَهُ، اكْتُبْ شَقِيًّا أَوْ سَعِيدًا،
ثُمَّ يَرْتَفِعُ ذَلِكَ الْمَلَكُ وَيَبْعَثُ اللَّهُ إِلَيْهِ مَلَكا آخَرَ
فَيَحْفَظُهُ حَتَّى يُدْرِكَ، ثُمَّ يَرْتَفِعُ ذَلِكَ الْمَلَكُ، ثُمَّ يُوكِلُ
اللَّهُ بِهِ مَلَكَيْنِ يَكْتُبَانِ حَسَنَاتِهِ وَسَيِّئَاتِهِ، فَإِذَا حَضَره
الموتُ ارْتَفَعَ ذَانِكَ الْمَلَكَانِ، وَجَاءَهُ مَلَكُ الْمَوْتِ فَقَبَضَ
رُوحَهُ، فَإِذَا دَخَلَ قَبْرَهُ رَدَّ الرُّوحَ فِي جَسَدِهِ، ثُمَّ ارْتَفَعَ
مَلَكُ الْمَوْتِ، وَجَاءَهُ مَلَكا الْقَبْرِ فَامْتَحَنَاهُ، ثُمَّ
يَرْتَفِعَانِ، فَإِذَا قَامَتِ السَّاعَةُ انْحَطَّ عَلَيْهِ مَلَكُ الْحَسَنَاتِ
وَمَلَكُ السَّيِّئَاتِ، فَانْتَشَطَا كِتَابًا مَعْقُودًا فِي عُنُقِهِ، ثُمَّ
حَضَرَا مَعَهُ: واحدٌ سَائِقًا وَآخَرُ شَهِيدًا"، ثُمَّ قَالَ اللَّهُ عَزَّ
وَجَلَّ: {لَقَدْ كُنْتَ فِي غَفْلَةٍ مِنْ هَذَا} [ق:22] قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {لَتَرْكَبُنَّ طَبَقًا عَنْ طَبَقٍ} قَالَ:
"حَالًا بَعْدَ حَالٍ". ثُمَّ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"إِنَّ قُدَّامَكُمْ لَأَمْرًا عَظِيمًا لَا تَقدرُونه، فَاسْتَعِينُوا بِاللَّهِ
الْعَظِيمِ"
Ibnu Abu Hatim menyebutkan dari Abdullah ibnu Zahir, bahwa telah menceritakan
kepadaku ayahku, dari Amr ibnu Syamir, dari Jabir Al-Ju'fi, dari Muhammad ibnu
Ali, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar
Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya anak Adam itu benar-benar dalam
kelalaian dari kewajiban yang ia ciptakan untuknya. Sesungguhnya Allah Swt.
apabila hendak menciptakannya berfirman kepada malaikat, "Tulislah rezekinya,
tulislah ajalnya, tulislah jejaknya, tulislah apakah dia orang yang celaka
ataukah orang yang bahagia.” Kemudian malaikat itu naik. Dan Allah mengutus
kepadanya malaikat lain yang ditugaskan-Nya untuk menjaganya hingga ia lahir,
kemudian malaikat itu naik. Dan Allah menugaskan kepadanya dua malaikat yang
akan mencatat semua kebaikan dan keburukannya, maka apabila ia didatangi oleh
ajalnya, kedua malaikat itu naik. Lalu datanglah kepadanya malaikat maut dan
mencabut rohnya. Apabila ia telah dimasukkan ke dalam kuburnya, maka rohnya
dikembalikan ke jasadnya, setelah itu malaikat maut naik. Lalu ia
didatangi oleh dua malaikat kubur yang mengujinya, setelah itu keduanya naik.
Maka apabila hari kiamat tiba, turunlah kepadanya malaikat pencatat kebaikan dan
malaikat pencatat keburukan, lalu keduanya mengambil kitab catatannya
masing-masing yang ada pada leher orang yang bersangkutan, kemudian keduanya
hadir bersamanya, yang satu menggiringnya dan yang satu lagi menjadi
saksinya. Kemudian Allah Swt. berfirman, "Sesungguhnya kamu berada dalam
keadaan lalai dari (hal) ini" (Qaf: 22). Rasulullah Saw. membaca
firman-Nya: sesungguhnya kalian melalui tingkat demi tingkat (dalam
kehidupan). (Al-Insyiqaq: 19) Kemudian beliau Saw. bersabda: Keadaan demi
keadaan. Kemudian Nabi Saw. bersabda lagi: Sesungguhnya di hadapan kalian
benar-benar terdapat urusan yang besar yang kalian tidak akan mampu
menanggulanginya, maka mintalah pertolongan kepada Allah Yang Mahaagung.
Hadis ini munkar, sanadnya terdapat orang-orang yang berpredikat daif, tetapi
maknanya sahih; hanya Allah jualah Yang Maha Mengetahui.
Kemudian Ibnu Jarir sesudah mengemukakan pendapat semua ulama ahli qurra dan
ahli tafsir sehubungan dengan makna ayat ini mengatakan bahwa takwil yang benar
adalah pendapat orang yang mengatakan bahwa sesungguhnya kamu Muhammad akan
melalui keadaan demi keadaan, dan urusan demi urusan yang berat-berat. Makna
yang dimaksud sekalipun Khitab-nya hanya ditujukan kepada Rasulullah Saw.,
tetapi pengertiannya mencakup semua manusia. Bahwa mereka di hari kiamat akan
mengalami banyak penderitaan karena menghadapi keadaan-keadaan dan
peristiwa-peristiwanya yang amat menakutkan.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَمَا
لَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ وَإِذَا قُرِئَ عَلَيْهِمُ الْقُرْآنُ لَا
يَسْجُدُونَ}
Mengapa mereka tidak mau beriman? Dan apabila Al-Qur'an dibacakan kepada
mereka, mereka tidak bersujud. (Al-Insyiqaq: 20-21)
Yakni apakah yang menghalang-halangi mereka untuk beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya serta hari kemudian, dan mengapa mereka apabila dibacakan kepada
mereka Al-Qur'an yang merupakan ayat-ayat dan kalam Allah, lalu mereka tidak mau
bersujud menghormati dan mengagungkan-Nya?
Firman Allah Swt.:
{بَلِ
الَّذِينَ كَفَرُوا يُكَذِّبُونَ}
bahkan orang-orang kafir itu mendustakan (nya). (Al-Insyiqaq: 22)
Yaitu sudah menjadi watak mereka mendustakan kebenaran, mengingkari dan
menentangnya.
{وَاللَّهُ
أَعْلَمُ بِمَا يُوعُونَ}
Padahal Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan (dalam hati
mereka). (Al-Insyiqaq: 23)
Mujahid dan Qatadah mengatakan bahwa Allah mengetahui apa yang tersimpan
dalam hati mereka.
{فَبَشِّرْهُمْ
بِعَذَابٍ أَلِيمٍ}
Maka beri kabar gembiralah mereka dengan azab yang pedih.
(Al-Insyiqaq: 24)
Yakni maka beritakanlah kepada mereka, hai Muhammad, bahwa Allah Swt. telah
menyediakan bagi mereka azab yang pedih.
Firman Allah Swt.:
{إِلا
الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ}
Tetapi orang-orang yang beriman dan beramal saleh. (Al-Insyiqaq:
25)
Ini merupakan isti'sna munqati, yakni tetapi orang-orang yang hatinya
beriman. dan beramal saleh. (Al-Insyiqaq: 25) dengan seluruh anggota
tubuhnya. bagi mereka pahala. (Al-Insyiqaq: 25) Yaitu di hari kemudian di
akhirat.
{غَيْرُ
مَمْنُونٍ}
yang tidak putus-putusnya. (Al-Insyiqaq: 25)
Ibnu Abbas mengatakan, makna yang dimaksud ialah tidak dikurangi. Mujahid dan
Ad-Dahhak mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah tidak terhitung banyaknya.
Kesimpulan dari kedua pendapat menunjuk-kan bahwa pahala yang diterima oleh
mereka di negeri akhirat tidak putus-putusnya. Seperti yang disebutkan dalam
ayat lain melalui firman-Nya:
عَطاءً
غَيْرَ مَجْذُوذٍ
sebagai karunia yang tiada putus-putusnya. (Hud: 108)
As-Saddi mengatakan bahwa sebagian ulama mengatakan sehubungan dengan makna
gairu mamnun ini, bahwa makna yang dimaksud ialah tidak dikurangi.
Sebagian yang lain menyebutkan bahwa makna yang dimaksud ialah pahala yang tidak
dikaruniakan kepada mereka. Tetapi pendapat yang terakhir ini yang berasal dari
sebagian ulama banyak disanggah oleh bukan hanya seorang dari kalangan ulama.
Karena sesungguhnya Allah Swt. itu memberikan karunia-Nya kepada ahli surga
dalam semua keadaan, saat, dan detik mereka. Dan sesungguhnya mereka dimasukkan
ke dalam surga oleh Allah Swt. hanyalah semata-mata berkat karunia dan
rahmat-Nya, bukan karena amal perbuatan yang telah mereka kerjakan. Maka Dia
berhak memberikan karunia-Nya kepada mereka selama-lamanya. Dan segala puji
hanyalah bagi Allah semata selama-lamanya. Karena itulah mereka (ahli surga)
diberi ilham untuk bertasbih dan bertahmid kepada-Nya, sebagaimana mereka diberi
ilham untuk bernapas. Dan akhir doa mereka ialah; "Segala puji bagi Allah, Tuhan
semesta alam."
Demikianlah akhir dari tafsir surat
Al-Insyiqaq dengan memanjatkan puja dan puji kepada-Nya atas segala karunia-Nya,
dan hanya kepada-Nya kita memohon taufik dan pertolongan.