Tafsir Surat Al-Ikhlas, ayat 1-4
قُلْ
هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3)
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4)
Katakanlah, "Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah
adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan
tiada pula-diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan
Dia.”
Dalam pembahasan yang terdahulu telah disebutkan latar belakang penurunannya.
Ikrimah mengatakan bahwa ketika orang-orang Yahudi berkata, "Kami menyembah
Uzair anak Allah." Dan orang-orang Nasrani mengatakan, "Kami menyembah Al-Masih
putra Allah." Dan orang-orang Majusi mengatakan, "Kami menyembah matahari dan
bulan." Dan orang-orang musyrik mengatakan.”Kami menyembah berhala." Maka Allah
menurunkan firman-Nya kepada Rasul-Nya:
{قُلْ
هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ}
Katakanlah.”Dialah Allah Yang Maha Esa.” (Al-Ikhlas: 1)
Yakni Dialah Tuhan Yang Satu, Yang Esa, Yang tiada tandingan-Nya, tiada
pembantu-Nya, tiada lawan-Nya, tiada yang serupa dengan-Nya, dan tiada yang
setara dengan-Nya. Lafaz ini tidak boleh dikatakan secara i'sbat terhadap
seseorang kecuali hanya Allah Swt. Karena Dia Mahasempurna dalam segala sifat
dan perbuatan-Nya.
Firman Allah Swt:
{اللَّهُ
الصَّمَدُ}
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
(Al-lkhlas: 2)
Ikrimah telah meriwayatkan dari lbnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah
yang bergantung kepada-Nya semua makhluk dalam kebutuhan dan sarana mereka. Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari lbnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud
ialah Tuhan Yang Mahasempurna dalam perilaku-Nya, Mahamulia yang Mahasempurna
dalam kemuliaan-Nya, Mahabesar yang Mahasempurna dalam kebesaran-Nya, Maha
Penyantun yang Mahasempurna dalam sifat penyantun-Nya, Maha Mengetahui yang
Mahasempurna dalam pengetahuan-Nya, dan Mahabijaksana yang Mahasempurna dalam
kebijaksanaan-Nya. Dialah Allah Yang Mahasempurna dalam kemuliaan dan
akhlak-Nya. Dan hanya Dialah Allah Swt. yang berhak memiliki sifat ini yang
tidak layak bagi selain-Nya. Tiada yang dapat menyamai-Nya dan tiada yang setara
dengan-Nya, Mahasuci Allah Yang Maha Esa lagi Mahamenang.
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Syaqiq, dari Abu Wa'il sehubungan dengan
makna firman-Nya: yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (Al-lkhlas:
2) Tuhan Yang akhlak-Nya tiada yang menandingi-Nya. Asim telah meriwayatkan hal
yang semisal dari Abu Wa'il, dari Ibnu Mas'ud.
Malik telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan makna
firman-Nya: Yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (Al-lkhlas: 2)
Yakni As-Sayyid alias penguasa. Al-Hasan dan Qatadah mengatakan bahwa makna yang
dimaksud ialah Yang Kekal sesudah makhluknya.
Al-Hasan telah mengatakan pula sehubungan dengan makna firman-Nya: Yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (Al-Ikhlas: 2) Artinya Yang Hidup,
Yang terus-menerus mengurus makhluk-Nya, Yang tiada kematian bagi-Nya.
Ikrimah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu. (Al-Ikhlas: 2) Yang tidak ada sesuatu pun keluar
dari-Nya dan tidak makan. Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa makna yang
dimaksud ialah Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Seakan-akan
pendapat ini menjadikan firman berikutnya merupakan tafsirnya, yaitu firman-Nya:
{لَمْ
يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ}
Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. (Al-Ikhlas: 3)
Pendapat ini merupakan pendapat yang jayyid. Dalam hadis terdahulu telah
disebutkan melalui riwayat Ibnu Jarir, dari Ubay ibnu Ka'b sebuah hadis
mengenainya yang menerangkannya dengan jelas.
Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Sa'id ibnul Musayyab, Mujahid, Abdullah ibnu
BuraidaJi dan Ikrimah juga, serta Sa'id ibnu Jubair, Ata ibnu Abu Rabah, Atiyyah
Al-Aufi, Ad-Dahhak, dan As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: Yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (Al-Ikhlas: 2)
Yakni tiada berongga.
Sufyan telah meriwayatkan dari Mansur, dari Mujahid sehubungan dengan makna
firman-Nya: Yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (Al-lkhlas: 2) Maksudnya,
yang padat dan tiada berongga. Asy-Sya'bi mengatakan bahwa makna yang dimaksud
ialah yang tidak makan dan tidak minum.
Abdullah ibnu Buraidah mengatakan pula sehubungan dengan makna firman-Nya:
Yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (Al-lkhlas: 2) Yaitu cahaya
yang berkilauan. Semua pendapat di atas diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim,
Al-Baihaqi, dan At-Tabrani, demikian pula Abu Ja'far ibnu Jarir telah
mengetengahkan sebagian besar darinya berikut sanad-sanadnya.
Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepadaku Al-Abbas ibnu
Abu Talib, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amr ibnu Rumi, dari
Ubaidillah ibnu Sa'id penuntun Al-A'masy, telah menceritakan kepada kami Saleh
ibnu Hayyan, dari Abdullah ibnu Buraidah, dari ayahnya yang mengatakan bahwa ia
merasa yakin bahwa Buraidah telah me-rafa '-kan hadis berikut; ia mengatakan
bahwa As-Samad artinya yang tiada berongga. Ini garib sekali, tetapi yang sahih
hal ini mauquf hanya sampai pada Abdullah ibnu Buraidah.
Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani dalam kitab sunahnya mengatakan sesudah
mengetengahkan banyak pendapat tentang tafsir As-Samad. Bahwa semuanya itu
benartermasuk sifat Rabb kita; yaitu yang menjadi tempat bergantung bagi segala
keperluan. Dia adalah menjadi tujuan semuanya. Dia tidak berongga, tidak makan,
dan tidak minum. Dan Dia kekal sesudah semua makhluk fana. Hal yang semisal
dikatakan oleh Baihaqi.
Firman Allah Swt.:
{لَمْ
يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ}
Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun
yang setara dengan Dia. (Al-Ikhlas: 3-4)
Dia tidak beranak, tidak diperanakkan, dan tidak mempunyai istri.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan tidak ada
seorang pun yang setara dengan Dia. (Al-Ikhlas: 4) Yakni tiada beristri; hal
ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
بَدِيعُ
السَّماواتِ وَالْأَرْضِ أَنَّى يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُنْ لَهُ صاحِبَةٌ
وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ
Dia pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak, padahal Dia
tidak mempunyai istri, Dia menciptakan segala sesuatu. (Al-An'am: 101)
Yaitu Dialah Yang memiliki segala sesuatu dan Yang Menciptakannya, maka mana
mungkin Dia mempunyai tandingan dari kalangan makhluk-Nya yang menyamai-Nya atau
mendekati-Nya, Mahatinggi lagi Mahasuci Allah dari semuanya itu. Allah Swt.
telah berfirman:
وَقالُوا
اتَّخَذَ الرَّحْمنُ وَلَداً لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئاً إِدًّا تَكادُ السَّماواتُ
يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبالُ هَدًّا أَنْ
دَعَوْا لِلرَّحْمنِ وَلَداً وَما يَنْبَغِي لِلرَّحْمنِ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَداً
إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّماواتِ وَالْأَرْضِ إِلَّا آتِي الرَّحْمنِ عَبْداً
لَقَدْ أَحْصاهُمْ وَعَدَّهُمْ عَدًّا وَكُلُّهُمْ آتِيهِ يَوْمَ الْقِيامَةِ
فَرْداً
Dan mereka berkata, "Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.”
Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar,
hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung
runtuh, karena mereka mendakwa Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak
layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. Tidak ada seorang
pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah
selaku seorang hamba. Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan
menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. Dan tiap-tiap mereka akan datang
kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri. (Maryam: 88-95)
Dan firman Allah Swt.:
وَقالُوا
اتَّخَذَ الرَّحْمنُ وَلَداً سُبْحانَهُ بَلْ عِبادٌ مُكْرَمُونَ لَا يَسْبِقُونَهُ
بِالْقَوْلِ وَهُمْ بِأَمْرِهِ يَعْمَلُونَ
Dan mereka berkata, " Tuhan Yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai)
anak, " Mahasuci Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba
Allah yang dimuliakan, mereka tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka
mengerjakan perintah-perintah-Nya. (Al-Anbiya: 26-27)
Dan firman Allah Swt.:
{وَجَعَلُوا
بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجِنَّةِ نَسَبًا وَلَقَدْ عَلِمَتِ الْجِنَّةُ إِنَّهُمْ
لَمُحْضَرُونَ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يَصِفُونَ}
Dan mereka adakan (hubungan) nasab antara Allah dan antara jin. Dan
sesungguhnya jin mengetahui bahwa mereka benar-benar akan diseret (ke neraka).
Mahasuci Allah dari apa yang mereka sifatkan. (Ash-Shaffat: 158-159)
Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan:
«لَا
أَحَدَ أَصْبَرُ عَلَى أَذًى سَمِعَهُ مِنَ اللَّهِ إِنَّهُمْ يَجْعَلُونَ لَهُ
وَلَدًا وَهُوَ يَرْزُقُهُمْ وَيُعَافِيهِمْ»
Tiada seorangpun yang lebih sabar daripada Allah terhadap perlakuan yang
menyakitkan: sesungguhnya mereka menganggap Allah beranak, padahal Dialahy ang
memberi mereka rezeki dan kesejahteraan.
قَالَ
الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ، حَدَّثَنَا شُعَيْبٌ، حَدَّثَنَا
أَبُو الزِّنَادِ، عَنِ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيرة، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "قَالَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ: كَذَّبَنِي
ابْنُ آدَمَ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَلِكَ، وَشَتَمَنِي وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَلِكَ،
فَأَمَّا تَكْذِيبُهُ إِيَّايَ فَقَوْلُهُ: لَنْ يُعيدَني كَمَا بَدَأَنِي،
وَلَيْسَ أَوَّلُ الْخَلْقِ بِأَهْوَنَ عَلِيَّ مِنْ إِعَادَتِهِ. وَأَمَّا
شَتْمُهُ إِيَّايَ فَقَوْلُهُ: اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا. وَأَنَا الْأَحَدُ
الصَّمَدُ الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا
أَحَدٌ".
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah
menceritakan kepada kami Syu'aib, telah menceritakan kepada kami Abuz Zanad,
dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. Yang telah bersabda: Allah
Swt. berfirman, "Anak Adam telah mendustakan Aku — padahal Allah tidak pernah
berdusta— dan anak Adam mencaci maki Aku —padahal tidak layak baginya mencaci
maki Dia—. Adapun pendustaannya terhadap-Ku ialah ucapannya yang
mengatakan bahwa Dia tidak akan mengembalikanku hidup kembali. Sebagaimana Dia
menciptakanku pada permulaan —padahal penciptaan pertama itu tidaklah lebih
mudah bagi-Ku dari pada mengembalikannya—. Dan adapun caci makinya kepada-Ku
ialah ucapannya yang mengatakan bahwa Allah mempunyai anak. Padahal Aku adalah
Tuhan Yang Maha Esa, yang bergantung kepada-Ku segala sesuatu, Aku tidak beranak
dan tidak diperanakan, dan tidak ada yang setara dengan-Ku.
Imam Bukhari telah meriwayatkannya pula melalui hadis Abdur Razzaq, dari
Ma'mar, dari Hammam ibnu Munabbih, dari Abu Hurairah secara marfu' dengan lafaz
yang semisal; Imam Bukhari meriwayatkan keduanya secara munfarid melalui dua
jalur tersebut.
Demikianlah akhir tafsir surat
Al-lkhlas, segala puji bagi Allah atas limpahan karunia-Nya.