Tafsir Surat Al-Buruj, ayat 1-10
وَالسَّمَاءِ
ذَاتِ الْبُرُوجِ (1) وَالْيَوْمِ الْمَوْعُودِ (2) وَشَاهِدٍ وَمَشْهُودٍ (3)
قُتِلَ أَصْحَابُ الْأُخْدُودِ (4) النَّارِ ذَاتِ الْوَقُودِ (5) إِذْ هُمْ
عَلَيْهَا قُعُودٌ (6) وَهُمْ عَلَى مَا يَفْعَلُونَ بِالْمُؤْمِنِينَ شُهُودٌ (7)
وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلَّا أَنْ يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ
(8) الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ
شَهِيدٌ (9) إِنَّ الَّذِينَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ لَمْ
يَتُوبُوا فَلَهُمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَلَهُمْ عَذَابُ الْحَرِيقِ
(10)
Demi langit yang mempunyai gugusan bintang, dan
hari yang dijanjikan, dan yang menyaksikan dan yang disaksikan. Binasa dan
terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan)
kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedangkan mereka menyaksikan apa
yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa
orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada
Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji, Yang mempunyai kerajaan langit dan
bumi; dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. Sesungguhnya orang-orang yang
mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mukmin laki-laki dan perempuan,
kemudian mereka tidak bertobat, maka bagi mereka azab Jahanam dan bagi mereka
azab (neraka) yang membakar.
Allah Swt. bersumpah dengan menyebut nama langit dan gugusan-gugusannya,
yakni bintang-bintangnya yang besar-besar. Sebagaimana yang telah dijelaskan
dalam tafsir firman-Nya:
تَبارَكَ
الَّذِي جَعَلَ فِي السَّماءِ بُرُوجاً وَجَعَلَ فِيها سِراجاً وَقَمَراً
مُنِيراً
Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia
menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya. (Al-Furqan:
61)
Ibnu Abbas, Mujahid, Ad-Dahhak, Al-Hasan, Qatadah, dan As-Saddi mengatakan
bahwa Al-Buruj artinya bintang-bintang. Diriwayatkan pula dari Mujahid bahwa
Al-Buruj artinya yang ada penjaganya. Yahya ibnu Rafi' mengatakan bahwa Al-Buruj
artinya gedung-gedung yang terdapat di langit.
Al-Minhal ibnu Amr telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
Demi langit yang mempunyai gugusan bintang. (Al-Buruj: l) Yakni bentuk
yang baik.
Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah
manzilah-manzilah matahari dan bulan, yang semuanya ada dua belas buruj;
matahari menempuh tiap-tiap manzilah itu selama satu bulan, sedangkan bulan
berjalan pada masing-masing darinya selama dua sepertiga hari, yang berarti dua
puluh delapan malam, sedangkan yang dua malamnya bulan bersembunyi.
Firman Allah Swt.:
{وَالْيَوْمِ
الْمَوْعُودِ وَشَاهِدٍ وَمَشْهُودٍ}
dan hari yang dijanjikan, dan yang menyaksikan dan yang disaksikan.
(Al-Buruj:2-3)
Ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan maknanya.
قَالَ
ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو
الْغُزِّيُّ حَدَّثَنَا عُبَيد اللَّهِ-يَعْنِي ابْنَ مُوسَى-حَدَّثَنَا مُوسَى
بْنِ عُبَيْدَةَ، عَنْ أَيُّوبَ بْنِ خَالِدٍ بْنِ صَفْوَانَ بْنِ أَوْسٍ
الْأَنْصَارِيِّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ رَافِعٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " {وَالْيَوْمِ
الْمَوْعُودِ} يَوْمِ الْقِيَامَةِ {وَشَاهِدٍ} يَوْمِ الْجُمُعَةِ. وَمَا طَلَعَتْ
شَمْسٌ وَلَا غَرَبَتْ عَلَى يَوْمٍ أَفْضَلَ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ، وَفِيهِ
سَاعَةٌ لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ فِيهَا خَيْرًا إِلَّا
أَعْطَاهُ إِيَّاهُ، وَلَا يَسْتَعِيذُ فِيهَا مِنْ شَرٍّ إِلَّا أَعَاذَهُ،
{وَمَشْهُودٍ} يَوْمُ عَرَفَةَ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu
Muhammad ibnu Amr Al-Gazi, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa,
telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ubaidah, dari Ayyub ibnu Khalid ibnu
Safwan ibnu Aus Al-Ansari, dari Abdullah ibnu Rafi', dari Abu Hurairah r.a. yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Dan hari yang dijanjikan,
yaitu hari kiamat, dan yang menyaksikan, yaitu hari Jumat. Dan tiada suatu hari
pun yang mentari terbit dan tenggelam padanya lebih utama daripada hari Jumat;
di dalamnya terdapat suatu saat yang tidak sekali-kali seorang hamba yang muslim
menjumpainya, lalu meminta suatu kebaikan padanya, melainkan Allah memberinya
hal itu. Dan tidaklah dia meminta perlindungan dari suatu kejahatan
padanya melainkan Allah melindunginya. Dan hari yang disaksikan itu adalah hari
Arafah.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah melalui berbagai jalur
dari Musa ibnu Ubaidah Ar-Rabzi, sedangkan dia orangnya daif. Dan hadis ini
telah diriwayatkan pula secara mauquf dari Abu Hurairah, maka riwayat inilah
yang lebih mirip kepada kesahihan.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad, telah
menceritakan kepada kami Syu'bah, bahwa ia telah mendengar Ali ibnu Zaid dan
Yunus ibnu Ubaid; keduanya menceritakan hadis. dari Ammar maula Bani Hasyim,
dari Abu Hurairah. Adapun meryurut riwayat Ali, maka dia me-rafa'-kannya sampai
kepada Nabi Saw., sedangkan Yunus hanya sampai kepada Abu Hurairah.
Disebutkan bahwa Abu Hurairah telah mengatakan sehubungan dengan makna ayat
ini, yaitu firman-Nya: dan yang menyaksikan dan yang disaksikan.
(Al-Buruj: 3) Bahwa yang menyaksikan adalah hari Jumat, dan yang disaksikan
adalah hari kiamat.
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Yunus, bahwa ia pernah
mendengar Ammar maula Bani Hasyim menceritakan hadis dari Abu Hurairah, bahwa ia
telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan yang menyaksikan dan
yang disaksikan. (Al-Buruj: 3) Bahwa yang menyaksikan adalah hart Jumat dan
yang disaksikan adalah hari 'Arafah, dan yang dijanjikan adalah hari kiamat.
Telah diriwayatkan pula dari Abu Hurairah, ia pernah mengatakan bahwa hari
yang dijanjikan itu adalah hari kiamat. Hal yang sama telah dikatakan oleh
Al-Hasan, Qatadah, dan Ibnu Zaid, tetapi aku tidak melihat mereka berselisih
pendapat mengenainya; segala puji bagi Allah.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan:
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ عَوْفٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ بْنِ عَيَّاشٍ،
حَدَّثَنِي أَبِي، حَدَّثَنَا ضَمْضَم بْنُ زُرْعَة، عَنْ شُرَيح بْنِ عُبَيْدٍ،
عَنْ أَبِي مَالِكٍ الْأَشْعَرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الْيَوْمُ الْمَوْعُودُ يَوْمُ الْقِيَامَةِ، وَإِنَّ
الشَّاهِدَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ، وَإِنَّ الْمَشْهُودَ يَوْمُ عَرَفَةَ، وَيَوْمُ
الْجُمُعَةِ ذَخَرَهُ اللَّهُ لَنَا"
telah menceritakan kepada kamu Muhammad ibnu Auf, telah menceritakan kepada
kami Muhammad ibnu Ismail ibnu Iyasy, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah
menceritakan kepada kami Damdam ibnu Zur'ah, dari Syuraih ibnu Ubaid, dari Abu
Malik Al-Asy'ari yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Hari
yang dijanjikan ialah hari kiamat, dan sesungguhnya yang menyaksikan ialah hari
Jumat, dan sesungguhnya yang disaksikan ialah hari 'Arafah dan hari Jumat yang
sengaja disimpankan oleh Allah untuk kita (umat Muhammad).
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan:
حَدَّثَنَا
سَهْلُ بْنُ مُوسَى الرَّازِيُّ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي فُدَيْك، عَنِ ابْنِ
حَرْمَلَةَ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ المسَيَّب أَنَّهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ سَيِّدَ الْأَيَّامِ يَوْمُ
الْجُمُعَةِ، وَهُوَ الشاهدُ، وَالْمَشْهُودُ يَوْمُ عَرَفَةَ"
telah menceritakan kepada kami Sahl ibnu Musa Ar-Razi, telah menceritakan
kepada kami Ibnu Abu Fudaik, dari Ibnu Harmalah, dari Sa'id ibnul Musayyab yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya penghulu hari
itu adalah hari Jumat, yaitu hari yang menyaksikan, sedangkan hari yang
disaksikan adalah hari Arafah.
Ini merupakan salah satu dari hadis mursal-nya Sa'id ibnul Musayyab. Kemudian
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah
menceritakan kepada kami Waki', dari Syu'bah, dari Ali ibnu Zaid, dari Yusuf
Al-Makki, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa yang menyaksikan adalah Muhammad
Saw., sedangkan yang disaksikan adalah hari kiamat. Kemudian Ibnu Abbas membaca
firman-Nya: Hari kiamat itu adalah suatu hari yang semua manusia dikumpulkan
untuk (menghadapi) nya, dan hari itu adalah suatu hari yang disaksikan (oleh
segala makhluk). (Hud: 103)
Telah menceritakan pula kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada
kami Jarir, dari Mugirah, dari Syubak yang mengatakan bahwa pernah ada seorang
lelaki bertanya kepada Al-Hasan ibnu Ali tentang makna firman-Nya: dan yang
menyaksikan dan yang disaksikan. (Al-Buruj:3) Al-Hasan ibnu Ali menjawab,
"Apakah engkau pernah bertanya kepada seseorang sebelumku?" Lelaki itu menjawab,
"Ya, aku pernah bertanya kepada Ibnu Umar dan Ibnuz Zubair. Lalu keduanya
menjawab, bahwa makna yang dimaksud adalah Hari Raya Kurban dan hari Jumat."
Maka Al-Hasan ibnu Ali berkata, "Bukan, yang menjadi saksi adalah Muhammad Saw."
Kemudian Al-Hasan ibnu Ali membaca firman-Nya: Maka bagaimanakah (halnya
orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari
tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka
itu (sebagai umatmu). (An-Nisa: 41) Dan yang dimaksud dengan yang disaksikan
adalah hari kiamat; kemudian Al-Hasan membaca firman-Nya: Hari kiamat itu
adalah suatu hari yang semua manusia dikumpulkan untuk (menghadapi) nya, dan
hari itu adalah suatu hari yang disaksikan (oleh segala makhluk). (Hud:
103)
Hal yang sama telah dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri. Sufyan As-Sauri telah
meriwayatkan dari Ibnu Hannalah, dari Sa'id ibnul Musayyab, bahwa yang
disaksikan adalah hari kiamat.
Mujahid, Ikrimah, dan Ad-Dahhak mengatakan bahwa yang menyaksikan adalah anak
Adam, dan yang disaksikan adalah hari kiamat. Diriwayatkan dari Ikrimah pula
bahwa yang menyaksikan adalah Muhammad Saw., dan yang disaksikan adalah hari
Jumat.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang
menyaksikan adalah Allah, dan yang disaksikan adalah hari kiamat. Ibnu Abu Hatim
meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada
kami Abu Na'im Al-Fadl ibnu Dakin, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari
Abu Yahya Al-Qattat, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: dan yang menyaksikan dan yang disaksikan. (Al-Buruj:3) Bahwa
yang menyaksikan adalah manusia, sedangkan yang disaksikan adalah hari Jumat;
hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah
menceritakan kepada kami Mahran, dari Sufyan, dari Ibnu Abu Najih, dari Mujahid,
dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: dan yang
menyaksikan dan yang disaksikan. (Al-Buruj: 3) Yang menyaksikan adalah hari'
Arafah, dan yang disaksikan adalah hari kiamat. Hal yang sama diriwayatkan dari
Sufyan As-Sauri, dari Mugirah, dari Ibrahim yang mengatakan bahwa yang dimaksiid
adalah Hari Raya Kurban dan hari Arafah, yakni yang menyaksikan dan yang
disaksikan.
Ibnu Jarir mengatakan, ulama lainnya mengatakan bahwa yang disaksikan adalah
hari Jumat; sehubungan dengan hal ini mereka meriwayatkan sebuah hadis yang
diceritakan kepada kami oleh Ahmad ibnu Abdur Rahman, bahwa telah menceritakan
kepadaku pamanku (yaitu Abdullah ibnu Wahb), telah menceritakan kepadaku Amr
ibnul Haris, dari Sa'id ibnu Abu Hilal, dari Zaid ibnu Aiman, dari Ubadah ibnu
Nasiy, dari Abu Darda yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"أَكْثِرُوا
عليَّ مِنَ الصَّلَاةِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، فَإِنَّهُ يَوْمٌ مَشْهُودٌ، تَشْهَدُهُ
الْمَلَائِكَةُ"
Perbanyaklah membaca salawat untukku di hari Jumat', karena sesungguhnya
hari Jumat itu adalah hari yang disaksikan oleh para malaikat.
Diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair, bahwa yang menyaksikan adalah Allah.
Kemudian ia membaca firman-Nya: Dan cukuplah Allah sebagai saksi.
(Al-Fath: 28) dan yang disaksikan adalah kita semua; demikianlah menurut apa
yang diriwayatkan oleh Al-Bagawi.
Kebanyakan ulama mengatakan bahwa yang menyaksikan adalah hari Jumat dan yang
disaksikan adalah hari 'Arafah.
*******************
Firman Allah Swt.:
{قُتِلَ
أَصْحَابُ الأخْدُودِ}
Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit. (Al-Buruj:
4)
Yakni terkutuklah para pembuat parit itu. Ukhdud bentuk jamaknya
adalah akhadid. yang artinya galian. Hal ini menceritakan perihal suatu
kaum yang kafir. Mereka dengan sengaja menangkap orang-orang mukmin yang ada di
kalangan mereka; orang-orang mukmin itu lalu mereka paksa untuk murtad dari
agamanya, tetapi orang-orang mukmin menolaknya. Untuk itu kaum kafir tersebut
membuat suatu galian buat orang-orang mukmin yang mereka tangkap itu, kemudian
mereka nyalakan di dalamnya api yang besar, dan mereka menyediakan kayu bakar
yang cukup untuk membuat api itu tetap bergejolak. Setelah itu mereka membawa
orang-orang mukmin yang mereka tangkap itu ke dekat galian, lalu ditawarkan
kepada mereka untuk murtad, tetapi ternyata orang-orang mukmin itu menolak dan
tidak mau menerimanya. Akhirnya orang-orang mukmin itu dilemparkan ke dalam
parit yang ada apinya itu. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:
{قُتِلَ
أَصْحَابُ الأخْدُودِ النَّارِ ذَاتِ الْوَقُودِ إِذْ هُمْ عَلَيْهَا قُعُودٌ
وَهُمْ عَلَى مَا يَفْعَلُونَ بِالْمُؤْمِنِينَ شُهُودٌ}
Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi
(dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedangkan
mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang
beriman. (Al-Buruj:4-7)
Yaitu mereka menyaksikan apa yang dilakukan terhadap orang-orang mukmin itu.
Allah Swt. berfirman:
{وَمَا
نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلا أَنْ يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ الْعَزِيزِ
الْحَمِيدِ}
Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena
orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha
Terpuji. (Al-Buruj: 8)
Orang-orang mukmin itu tidak mempunyai salah terhadap mereka kecuali hanya
karena iman mereka kepada Allah Yang Mahaperkasa yang tidak akan tersia-sia
orang yang berlindung di bawah naungan-Nya yang sangat kokoh, lagi Dia Maha
Terpuji dalam semua perbuatan dan ucapan-Nya. dan dalam syariat dan takdir-Nya.
Sekalipun Dia telah menakdirkan atas hamba-hamba-Nya yang beriman itu berada di
tangan kekuasaan orang-orang kafir yang memberlakukan terhadap mereka seperti
apa yang disebutkan di atas, maka Dia tetap Mahaperkasa lagi Maha Terpuji,
walaupun penyebab hal itu tidak diketahui oleh kebanyakan orang.
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{الَّذِي
لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ}
Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi. (Al-Buruj:9)
Termasuk sifat Allah yang sempurna ialah Dia memiliki semua alam langit dan
alam bumi berikut apa yang ada di antara keduanya dan juga yang ada di dalam
keduanya.
{وَاللَّهُ
عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ}
dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. (Al-Buruj:9)
Yakni tiada sesuatu pun yang tidak kelihatan bagi-Nya di langit dan di bumi,
dan tiada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Nya.
Ulama tafsir berbeda pendapat mengenai orang-orang yang disebutkan dalam
kisah ayat ini, siapakah mereka sebenarnya? Disebutkan dari sahabat Ali r.a.
bahwa mereka adalah penduduk negeri Persia ketika raja mereka ingin menghalalkan
kawin dengan mahram, lalu ulama mereka menentang kehendak raja itu. Maka dengan
sengaja si raja membuat parit dan melemparkan ke dalamnya setiap orang yang
menentang keinginannya dari kalangan mereka; dan akhirnya menghalalkan kawin
dengan mahram terus berlangsung sampai sekarang.
Menurut riwayat lain yang juga dari Ali, mereka adalah suatu kaum di negeri
Yaman. Orang-orang mukmin dari kalangan mereka berperang dengan orang-orang
musyriknya. maka pada mulanya orang-orang mukmin menang atas orang-orang kafir,
kemudian selang beberapa masa pertempuran di antara mereka kembali berkobar, dan
kali ini orang-orang kafirlah yang menang atas orang-orang mukmin. Lalu
orang-orang kafir membuat parit-parit dan para tawanan kaum mukmin dimasukkan ke
dalamnya, kemudian dibakar di dalam parit itu. Diriwayatkan pula dari Ali, bahwa
mereka adalah penduduk negeri Habsyah (Etiopia sekarang).
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman
Allah Swt.: Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang
berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar. (Al-Buruj: 4-5) Bahwa mereka adalah
segolongan orang-orang dari kaum Bani Israil yang membuat parit-parit, kemudian
dinyalakanlah api di dalam parit itu. Kemudian mereka membawa kaum laki-laki dan
wanita yang beriman ke pinggir parit itu dan mereka dipaksa untuk kafir, tetapi
mereka menolak, lalu mereka dimasukkan ke dalamnya. Menurut pendapat ulama,
mereka adalah Nabi Danial dan para pengikutnya. Hal yang sama telah dikatakan
oleh Ad-Dahhak ibnu Muzahim; menurut pendapat yang lainnya lagi menyebutkan
selain itu.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami 'Affan, telah
menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari Abdur Rahman ibnu
Abu Laila, dari Suhaib, bahwa Rasulullah Saw. pernah menceritakan kisah berikut.
Dahulu kala di kalangan orang-orang sebelum kamu terdapat seorang raja yang
mempunyai seorang tukang sihir. Ketika tukang sihir itu telah lanjut usia, ia
berkata kepada rajanya, "Sesungguhnya usiaku telah lanjut dan tidak berapa lama
lagi ajalku akan tiba, maka berikanlah kepadaku seorang pemuda yang akan kuajari
ilmu sihir."
Maka raja menyerahkan kepada tukang sihir itu seorang pemuda untuk diajarinya
ilmu sihir. Dan tersebutlah di antara rumah penyihir dan raja terdapat seorang
rahib; maka bila si pemuda akan pergi ke rumah penyihir, terlebih dahulu ia
mampir ke rumah si rahib dan mendengarkan perkataannya yang memikat hati si
pemuda itu. Tersebutlah pula bahwa apabila si pemuda itu datang ke tempat
penyihir, maka penyihir memukulnya seraya berkata.”'Apakah yang membuatmu datang
terlambat?" Dan apabila pemuda itu pulang ke rumah keluarganya, maka mereka
memukulnya pula seraya bertanya.”Mengapa kamu pulang terlambat?"
Kemudian si pemuda mengadukan hal tersebut kepada si rahib. Maka rahib
memberinya petunjuk, "Apabila tukang sihir itu hendak memukulmu, katakanlah
kepadanya bahwa keluargamu yang membuatmu datang terlambat. Dan apabila
keluargamu hendak memukulmu. maka katakanlah kepada mereka bahwa si tukang
sihirlah yang membuatmu pulang terlambat."
Pada suatu hari si pemuda itu mendatangi seekor hewan yang besar lagi
mengerikan, hewan itu menghalang-halangi jalan yang dilalui oleh manusia
sehingga mereka tidak dapat melewatinya. Maka si pemuda itu berkata, "Pada hari
ini aku akan mengetahui apakah perintah rahib yang lebih disukai oleh Allah
ataukah perintah si tukang sihir."
Si pemuda memungut sebuah batu dan berdoa, "Ya Allah, jika perintah rahib
lebih disukai oleh Engkau dan lebih Engkau ridai daripada perintah si tukang
sihir, maka bunuhlah hewan yang mengerikan ini agar manusia dapat melalui
jalannya," lalu ia melemparkan batu itu ke arah hewan tersebut dan mengenainya
sampai mati, maka orang-orangpun dapat melewati jalannya seperti biasa.
Pemuda itu menceritakan hal tersebut kepada si rahib, maka si rahib berkata,
"Hai anakku, engkau lebih utama daripada aku, dan sesungguhnya engkau akan
mendapat cobaan, maka jika engkau mendapat cobaan, janganlah engkau menunjukkan
tempatku berada."
Tersebutlah bahwa pemuda itu dapat menyembuhkan penyakit buta, penyakit
supak, dan penyakit-penyakit lainnya yang sulit disembuhkan. Dan tersebutlah
bahwa si raja mempunyai teman sekedudukan yang terkena penyakit kebutaan. Ketika
teman raja itu mendengar perihal si pemuda yang dapat menyembuhkan segala
penyakit. maka ia datang kepadanya dengan membawa banyak hadiah seraya berkata,
"Sembuhkanlah aku dari penyakitku ini. maka aku akan memberimu segala sesuatu
yang ada di sini." Si pemuda menjawab, "Aku bukanlah orang yang dapat
menyembuhkan melainkan yang menyembuhkan hanyalah Allah Swt. Maka jika engkau
mau beriman kepada-Nya. aku akan mendoakanmu kepada-Nya, dan Dia akan
menyembuhkanmu."
Teman raja itu mau beriman, maka si pemuda berdoa kepada Allah, kemudian
dengan serta merta teman raja itu sembuh saat itu juga. Lalu teman raja itu
datang lagi kepada raja dan duduk bersamanya sebagaimana biasanya. Si raja
merasa kaget dan bertanya, "Hai Fulan, siapakah yang mengembalikan pandangan
matamu menjadi seperti sedia kala?" Teman raja menjawab, "Tuhanku." Si raja
bertanya, "Apakah itu aku?" Teman raja menjawab, "Bukan, Tuhanku dan Tuhanmu
adalah Allah." Raja bertanya, "Apakah engkau mempunyai tuhan lain selain aku?"
Teman raja menjawab, "Ya, Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah."
Maka raja terus-menerus menyiksa temannya itu, hingga pada akhirnya teman
raja itu menunjukkan kepada si pemuda. Maka pemuda itu dipanggil menghadap
kepada raja, dan raja berkata kepadanya, "Hai anakku, telah sampai kepadaku
bahwa ilmu sihirmu mencapai tingkatan dapat menyembuhkan sakit buta, sakit
supak, dan segala macam penyakit." Si pemuda menjawab, "Aku tidak dapat
menyembuhkan siapa pun, sesungguhnya yang menyembuhkan hanyalah Allah Swt." Si
raja bertanya, "Dia adalah aku bukan?" Si pemuda menjawab, "Bukan." Raja
bertanya, "Apakah engkau mempunyai tuhan selain aku?" Pemuda menjawab, "Tuhanku
dan Tuhanmu adalah Allah."
Maka si raja itu pun menyiksa si pemuda dan terus-menerus menginterogasinya
hingga pada akhirnya terpaksa si pemuda menunjukkan kepada si rahib, maka si
rahib ditangkap dan dihadapkan kepada raja. Raja berkata kepadanya,
"Tinggalkanlah agamamu itu." Si rahib menolak', maka raja meletakkan gergaji di
tengah kepalanya dan membelah tubuhnya hingga terbelah.
Kemudian si raja berkata kepada temannya yang tadinya buta itu,
"Tinggalkanlah agamamu!" Ia menolak, maka diletakkan pula gergaji di atas
kepalanya, lalu tubuhnya dibelah menjadi dua dan jatuh ke tanah. Raja berkata
kepada si pemuda, "Tinggalkanlah agamamu itu." Si pemuda menolak, maka raja
menyuruh sejumlah orang untuk membawanya ke atas sebuah gunung, dan berpesan
kepada mereka, "Apabila kamu telah mencapai puncaknya, ancamlah dia. Maka jika
dia mau meninggalkan agamanya, biarkanlah. Tetapi jika menolak. lemparkanlah ia
dari puncaknya."
Maka mereka membawa si pemuda itu. Dan ketika mereka telah sampai di puncak
gunung tersebut bersama si pemuda itu, maka si pemuda berdoa, "Ya Allah,
selamatkanlah aku dari mereka dengan cara yang Engkau kehendaki." Maka dengan
tiba-tiba bumi mengalami gempa sangat kuat mengguncangkan mereka, sehingga
mereka semuanya terjatuh dari puncak gunung itu.
Kemudian si pemuda itu datang kembali kepada raja. Setelah mendapat izin
masuk, lalu pemuda itu menemui raja, dan raja bertanya kepadanya, "Apakah yang
telah dilakukan oleh orang-orang yang membawamu?" Si pemuda menjawab, "Allah
Swt. telah menyelamatkan aku dari mereka." Lalu raja mengirim sejumlah orang
untuk membawa pemuda itu ke laut, seraya berpesan kepada mereka, "Jika kalian
telah sampai di tengah laut, dan ternyata dia mau meninggalkan agamanya, maka
biarkanlah dia. Tetapi jika ia tetap membangkang, maka lemparkanlah dia ke
laut." Lalu mereka menempuh jalan laut dengan membawa si pemuda itu. Ketika
sampai di tengah laut, si pemuda berdoa, "Ya Allah, selamatkanlah aku dari
mereka dengan cara yang Engkau sukai." Maka mereka semua tenggelam ke dalam laut
itu.
Pemuda itu kembali datang dan menghadap kepada'raja, dan raja bertanya,
"Apakah yang telah dilakukan oleh orang-orang yang membawamu?" Pemuda itu
menjawab, "Allah Swt. telah menyelamatkan diriku dari mereka."
Kemudian si pemuda itu berkata lagi kepada si raja, "Sesungguhnya engkau
tidak akan dapat membunuhku sebelum melakukan apa yang akan kuperintahkan
kepadamu. Jika engkau lakukan apa yang kuperintahkan kepadamu, niscaya engkau
dapat membunuhku; dan jika tidak, maka selamanya engkau tidak akan dapat
membunuhku."
Raja bertanya, "Bagaimanakah caranya?" Pemuda itu menjawab, "Engkau kumpulkan
semua manusia di suatu lapangan, kemudian engkau salib aku di atas balok kayu
dan engkau ambil sepucuk anak panah dari wadah anak panahku, kemudian
ucapkanlah, "Dengan menyebut nama Allah, Tuhan si pemuda ini." Maka sesungguhnya
jika engkau lakukan hal itu, barulah engkau dapat membunuhku."
Raja melakukan apa yang disarankan oleh si pemuda itu dan memasang anak panah
pemuda itu di busurnya, kemudian ia bidikkan ke arah pemuda tersebut dengan
mengucapkan, "Dengan menyebut nama Allah, Tuhan si pemuda ini." Maka panah
melesat dan mengenai pelipisnya, lalu si pemuda memegang pelipisnya yang terkena
panah itu dan meninggal dunia saat itu juga.
Maka semua orang yang hadir berkata, "Kami beriman kepada Allah, Tuhan si
pemuda ini." Dan dikatakan kepada raja.”Sekarang engkau baru menyaksikan apa
yang engkau sangat mengkhawatirkannya.
Sesungguhnya, demi Allah, kamu telah dikalahkan karena semua orang telah
beriman." Raja sangat berang, lalu ia memerintahkan agar di tengah jalan dibuat
galian parit yang cukup dalam dan dinyalakanlah api di dalam parit itu. Lalu
raja berkata, "Barang siapa yang mau meninggalkan agamanya, biarkanlah dia. Dan
jika tidak ada, maka masukkanlah mereka semuanya ke dalam parit itu."
Tersebutlah bahwa mereka berlari-lari menuju ke parit itu dan saling
berdesakan untuk paling dahulu masuk ke dalamnya. Dan datanglah seorang ibu yang
membawa anak laki-laki yang masih disusuinya, maka seakan-akan si ibu enggan
untuk menjatuhkan dirinya ke dalam parit yang penuh dengan api itu. Maka bayi
yang digendongnya itu berkata.”Hai Ibu, bersabarlah karena sesungguhnya engkau
berada di jalan yang benar."
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim di akhir kitab sahihnya,
dari Hudbah ibnu Khalid, dari Hammad ibnu Salamah dengan sanad dan lafaz yang
semisal.
Imam Nasai meriwayatkannya dari Ahmad ibnu Salman, dari Usman ibnu Hammad
ibnu Salamah dan melalui jalur Hammad ibnu Zaid; keduanya dari Sabit dengan
sanad yang sama, tetapi mereka meringkas bagian pertama hadis.
Al-Imam Abu Isa At-Turmuzi telah meriwayatkannya dengan predikat yang baik di
dalam tafsir surat ini dari Mahmud ibnu Gailan dan Abdu ibnu Humaid, —tetapi
maknanya sama—, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur
Razzaq, dari Ma'mar, dari Sabit Al-Bannani, dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila,
dari Suhaib yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bila telah salat Asar
kelihatan sekan-akan berbisik-bisik, yang menurut istilah sebagian dari mereka,
makna yang dimaksud ialah beliau Saw. menggerak-gerakkan kedua bibirnya
seakan-akan sedang berbicara. Maka ditanyakan kepada beliau, "Wahai Rasulullah,
apabila engkau salat Asar kelihatan engkau menggerakkan kedua bibirmu."
Rasulullah Saw. menjawab, bahwa dahulu ada seorang nabi yang merasa bangga
dengan umatnya, ia mengatakan, "Siapa yang dapat menandingi mereka?" Maka Allah
menurunkan wahyu kepada nabi itu, "Suruhlah mereka untuk memilih apakah Aku yang
mengazab mereka ataukah Aku jadikan mereka dikuasai oleh musuhnya?" Akhirnya
mereka memilih lebih suka dihukum oleh Allah Swt. Maka Allah Swt. menguasakan
kepada mereka kematian, sehingga matilah dari mereka dalam sehari sebanyak tujuh
puluh ribu orang.
Suhaib melanjutkan kisahnya, bahwa Rasulullah apabila menceritakan kisah ini,
maka beliau mengisahkan pula kisah lainnya yang menyangkut pemuda itu.
Rasulullah Saw. bersabda, "Dahulu ada seorang raja yang mempunyai seorang tukang
tenung yang bekerja untuk raja dengan ilmu tenungnya. Maka tukang tenung itu
berkata, 'Berikanlah kepadaku seorang pemuda yang pandai atau cerdik dan cerdas,
aku akan mengajarkan kepadanya ilmuku ini."
Kemudian kisah ini disebutkan dengan lengkap yang di akhirnya disebutkan
bahwa Allah Swt. berfirman: Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat
parit, yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar. (Al-Buruj :4-5) sampai
dengan firman-Nya: Yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji. (Al-Buruj:8)
Adapun si pemuda itu telah dikebumikan, dan disebutkan bahwa di masa
pemerintahan Khalifah Umar r.a. pemuda itu dikeluarkan dari kuburnya, sedangkan
telunjuknya berada di pelipisnya seperti sedia kala saat dia terbunuh. Kemudian
Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib, dan konteks hadis ini tidak
mengandung keterangan yang jelas yang membuktikan bahwa konteks kisah ini dari
perkataan Nabi Saw. Guru kami Al-Hafiz Abul Hajjaj Al-Mazi telah mengatakan
bahwa barangkali lafaz ini dari perkataan Suhaib Ar-Rumi, karena sesungguhnya
dia mempunyai pengetahuan tentang berita-berita kaum Nasrani; hanya Allah-lah
Yang Maha Mengetahui.
Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar telah mengetengahkan kisah ini di dalam kitab
sirahnya dengan konteks yang lain yang berbeda dengan sebelumnya. Untuk itu dia
mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yazib ibnu Ziyad, dari Muhammad ibnu
Ka'b Al-Qurazi; telah menceritakan pula kepadaku sebagian ulama Najran, dari
para pemilik kisah. Bahwa dahulu penduduk negeri Najran adalah para penyembah
berhala, yaitu ahli syirik. Dan tersebutlah bahwa di salah satu dari kawasan
kota Najran yang sangat besar itu lagi memiliki berbagai bagian kota, dan
kepadanyalah dinisbatkan semua penduduk negeri itu, terdapat seorang tukang
sihir yang mengajari sihir para pemuda Najran.
Ketika Faimun bermukim di Najran —mereka tidak menyebutkan nama lelaki itu
yang disebutkan namanya oleh Ibnu Munabbih, karena mereka hanya mengatakan bahwa
Najran kedatangan seorang lelaki— lalu ia membangun sebuah kemah yang terletak
di antara Najran dan kota tempat tinggal si penyihir itu.
Maka orang-orang Najran mengirimkan anak-anak mereka untuk belajar kepada
ahli sihir itu ilmu sihir yang dikuasainya. Dan tersebutlah bahwa At-Tamir
mengirimkan anaknya yang bernama Abdullah ibnu Tamir bersama-sama dengan
anak-anakNajran untuk belajar ilmu sihir kepada si penyihir itu.
Tersebutlah bahwa apabila Abdullah melewati penghuni kemah itu, ia merasa
kagum dengan apa yang disaksikannya dari penghuni kemah itu yang banyak ibadah
dan salatnya. Maka ia memberanikan diri untuk duduk di dekatnya dan mendengar
darinya ajaran-ajarannya, pada akhirnya ia masuk Islam, mengesakan Allah dan
menyembah-Nya. Lalu ia menanyakan kepada penghuni kemah itu tentang
syariat-syariat Islam, dan setelah ia pandai tentang syariat-syariat Islam, lalu
ia meminta kepadanya untuk diberi Ismul A'zam.
Tersebutlah bahwa lelaki penghuni kemah itu mengetahui Ismul A'zam,
tetapi lelaki itu menyembunyikannya dari Abdullah dan menolak untuk mengajarkan
Ismul A'zam kepadanya, seraya berkata.”Wahai anak saudaraku, engkau tidak
akan mampu memikulnya dan aku merasa khawatir dengan kelemahanmu darinya."
Sedangkan ayah Abdullah (yaitu At-Tamir) hanya mengetahui bahwa anaknya
berangkat hanyalah untuk belajar kepada tukang sihir tersebut.
Ketika Abdullah melihat bahwa gurunya tidak mau memberikan Ismul A’zam
kepadanya karena takut akan kelemahannya, maka dengan sengaja ia mengambil
banyak wadah, lalu ia kumpulkan, dan tiada suatu wadah pun melainkan ia
menuliskan padanya tiap isim yang telah diajarkan oleh gurunya. Dan setelah
semuanya tertulis, maka ia menyalakan api, kemudian melemparkan wadah-wadah itu
ke dalam api satu per satu. Ketika sampai pada giliran wadah yang tertulis
padanya Ismul A'zam (yang belum diketahuinya secara pasti), lalu ia
melemparkan wadah itu. Maka tiba-tiba wadah itu terpental dari api dan keluar
dari nyalanya tanpa mengalami suatu kerusakan pun, melainkan tetap utuh.
Kemudian ia mengambil wadah tersebut dan membawanya menghadap kepada gurunya,
lalu ia berkata kepadanya bahwa dirinya telah mengetahui Ismul A’zam yang telah
dia catat. Maka gurunya bertanya, "Coba sebutkan." Abdullah menjawab, bahwa
Ismul A’zam itu adalah demikian dan demikian. Gurunya bertanya, "Bagaimana kamu
mendapatkannya?" Maka Abdullah menceritakan kepada.gurunya apa yang telah ia
lakukan. Lalu gurunya berkata, "Wahai anak saudaraku, sesungguhnya engkau telah
mendapatkannya, maka tahanlah dirimu, dan saya merasa yakin engkau tidak akan
menyalahgunakannya."
Maka jadilah Abdullah ibnu At-Tamir apabila memasuki Najran, tidak
sekali-kali dia berdua dengan seseorang yang penyakitan melainkan ia mengatakan
kepadanya, "Hai hamba Allah, maukah engkau mengesakan Allah dan masuk ke dalam
agamaku, aku akan mendoakanmu kepada Allah agar disembuhkan, maka Dia pasti akan
menyehatkanmu seperti sediakala?" Maka orang yang dijumpainya itu menjawab,
"Ya," dan ia pun mengesakan Allah dan masuk Islam, maka Abdullah berdoa untuk
kesembuhannya, sehingga tiada seorang pun dari penduduk negeri Najran yang
penyakitan melainkan dia datangi, dan menaati perintahnya, lalu ia mendoakannya
hingga sembuh.
Pada akhirnya perihal Abdullah ibnut Tamir sampai kepada raja negeri Najran,
lalu raja mengundangnya dan berkata kepadanya, "Engkau telah merusak rakyat
negeriku dan menentang agamaku, yaitu agama nenek moyangku. Maka sungguh aku
akan mencingcangmu." Abdullah menjawab, "Engkau tidak akan mampu
melakukannya."
Kemudian RajaNajran mengirimkan Abdullah ke atas sebuah bukit yang tinggi
sekali, lalu dijatuhkan dari atasnya dengan kepala di bawah. Maka jatuhlah
Abdullah dari atasnya, tetapi tidak apa-apa. Lalu raja mengirimnya ke sebuah
perairan di Najran yang berpusar, tiada suatu makhluk hidup pun yang dilemparkan
ke dalamnya melainkan pasti mati.
Maka Abdullah dilemparkan ke dalamnya, dan ternyata ia dapat keluar dari
perairan itu dalam keadaan sehat wal afiat dan segar bugar.
Setelah Abdullah dapat mengalahkan segala upaya RajaNajran itu, maka Abdullah
berkata kepadanya, "Sesungguhnya engkau, demi Allah, tidak akan mampu membunuhku
sebelum engkau beriman kepada apa yang aku imani dan mengesakan Allah. Maka
sesudah itu sesungguhnya jika engkau hendak meneruskan niatmu, kamu dapat
menguasaiku dan membunuhku.*'
Pada akhirnya si raja mau beriman dan mengesakan Allah serta mengucapkan
kalimat persaksian seperti apa yang dikatakan oleh Abdullah ibnut Tamir.
Kemudian si raja memukulnya dengan tongkat yang ada di tangannya pada bagian
kepalanya dan sempat melukainya, tetapi tidak besar. Dari pukulan itu meninggal
dunialah Abdullah ibnut Tamir. Dan raja itu mati pula di tempatnya, sedangkan
seluruh penduduk negeri Najran telah memeluk agama Abdullah ibnut Tamir.
Tersebutlah bahwa Abdullah ibnut Tamir berada dalam agama yang disampaikan oleh
Isa putra Maryam a.s., yaitu berpegangan kepada kitab Injil dan hukumnya.
Kemudian para pemeluk agamanya tertimpa oleh musibah-musibah yang menguji
mereka; oleh karena itulah maka asal agama Nasrani itu dari Najran.
Ibnu Ishaq mengatakan bahwa demikianlah menurut hadis Muhammad ibnu Ka'b
Al-Qurazi dan sebagian ulama Najran, dari Abdullah ibnut Tamir; hanya Allah-lah
Yang Maha Mengetahui kebenarannya.
Kemudian dilanjutkan bahwa Zu Nuwas membawa bala tentaranya menuju ke Najran
dan menyeru penduduknya untuk memeluk agama Yahudi, dan memberikan kepada mereka
pilihan antara memeluk agama Yahudi atau dibunuh. Ternyata mereka lebih memilih
untuk dibunuh, maka Zu Nuwas membuat galian parit dan di dalam parit dinyalakan
api yang besar. Lalu mereka dimasukkan ke dalamnya, yang sebelumnya mereka
dibunuh dengan pedang dan dicincang, sehingga terbunuhlah dari mereka kurang
lebih sebanyak dua puluh ribu orang.
Berkenaan dengan kisah Zu Nuwas dan bala tentaranya inilah Allah Swt.
menurutkan firman-Nya kepada Rasul-Nya: Binasa dan terkutuklah orang-orang
yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka
duduk di sekitarnya, sedangkan mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat
terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin
itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang
Mahaperkasa lagi Maha Terpuji, Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi dan Allah
Maha Menyaksikan segala sesuatu. (Al-Buruj :4-9)
Demikianlah menurut apa yang disebutkan oleh Muhammad ibnu Ishaq di dalam
kitab sirahnya, bahwa orang yang membunuh dan membantai mereka yang dimasukkan
ke dalam parit yang berapi itu adalah Zu Nuwas, yang nama aslinya ialah Zur'ah.
Dan di masa pemerintahannya ia dipanggil dengan sebutan Yusuf, dia adalah Ibnu
Bayan alias As'ad ibnu Abu Kuraib. Dan dia adalah salah seorang Tubba' yang
memerangi Madinah dan memberi kain kelambu kepada Ka'bah, serta membawa dua
orang ulama Yahudi Madinah yang menjadi teman dekatnya. Tersebutlah bahwa dialah
yang membawa agama Yahudi ke negeyi Yaman sehingga ada sebagian dari negeri
Yaman yang beragama Yahudi. Demikianlah menurut apa yang diterangkan oleh Ibnu
Ishaq dengan panjang lebar.
Zu Nuwas dalam sehari membunuh dua puluh ribu orang dengan memasukkan mereka
ke dalam parit-parit berapi. Dan tiada seorang pun dari mereka yang selamat
kecuali seorang lelaki yang dikenal dengan nama Daus Zu Sa'laban. Dia sempat
melarikan diri dengan berkuda dan mereka mengejarnya, tetapi tidak dapat
menangkapnya. Kemudian Daus pergi menemui kaisar raja negeri Syam meminta suaka
padanya. Selanjutnya kaisar berkirim surat kepada Najasyi raja negeri Habsyah
(Etiopia) untuk bertindak (karena lebih dekat). maka Raja Najasyi mengirimkan
pasukan besar yang terdiri dari orang-orang Nasrani negeri Habsyah yang dipimpin
oleh Aryat dan Abrahah, maka pasukan ini menyelamatkan negeri Yaman dari
cengkeraman orang-orang yang beragama Yahudi. Sedangkan Zu Nuwas sendiri
melarikan diri melalui jalan laut, dan di laut ia tenggelam.
Kemudian negeri Yaman dikuasai oleh orang-orang Nasrani Habsyah selama tujuh
puluh tahun, kemudian negeri Yaman diselamatkan oleh Saif ibnu Zu Yazin
Al-Himyari dari tangan orang-orang Nasrani Habsyah. Hal ini terjadi ketika Saif
bergabung dengan Kisra, Raja Persia. Maka Raja Persia mengirimnya bersama-sama
dengan orang-orang yang dipenjara yang jumlah mereka kurang lebih tujuh ratus
orang. Lalu Saif menaklukkan negeri Yaman dengan bala tentaranya, lalu dia
sendiri pulang ke Himyar. Dan kami akan mengetengahkan sekelumit kisahnya, insya
Allah dalam tafsir firman-Nya.: Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana
Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah. (Al-Fil: l).
Ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Abu Bakar
ibnu Muhammad ibnu Amr ibnu Hazm yang menceritakan bahwa pernah ada seorang
lelaki dari kalangan penduduk Najran di masa pemerintahan Khalifah Umar ibnul
Khattab r.a. menggali sebuah reruntuhan peninggalan zaman dahulu di negeri
Najran untuk suatu keperluannya. Maka ia mejumpai Abdullah ibnut Tamir berada di
dalam sebuah kuburan yang ia dikebumikan di dalamnya dalam keadaan duduk dan
memegangkan tangannya pada bekas luka pukulan di kepalanya. Apabila ia
mengangkat tangan Abdullah ibnut Tamir, maka keluarlah dari lukanya darah yang
mengalir; dan apabila dilepaskan, maka lukanya itu kembali tertutup dan tidak
mengalirkan darah lagi. Di tangan Abdullah ibnut Tamir (yakni jenazahnya)
terdapat sebuah cincin yang bertuliskan sebuah prasasti yang artinya, "Tuhanku
Allah."
Kemudian lelaki itu berkirim surat kepada Khalifah Umar ibnul Khattab untuk
meminta saran dan pendapatnya tentang apa yang harus ia lakukan terhadap jenazah
Abdullah ibnut Tamir itu. Maka Khalifah Umar membalas suratnya seraya
memerintahkan, "Tetapkanlah dia di tempat semula dan kembalikanlah kepadanya apa
yang dijumpai ada bersamanya," maka mereka melakukan perintah itu.
Abu Bakar alias Abdullah ibnu Muhammad ibnu Abud Dunia rahimahullah
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bilal Al-Asy'ari, telah
menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Muhammad, dari Abdullah ibnu Ja'far ibnu
Abu Talib, telah menceritakan kepadaku salah seorang ahlul'ilmi, bahwa ketika
Abu Musa menaklukkan Asbahan, ia menjumpai suatu tembok dari tembok yang
mengelilingi kota itu telah runtuh. Maka ia membangunnya kembali tetapi ternyata
runtuh lagi; kemudian ia bangun lagi, dan ternyata runtuh lagi.
Kemudian dikatakan kepadanya bahwa sesungguhnya di bawah fondasi tembok itu
terdapat makam seorang lelaki yang saleh. Maka digalilah fondasinya, dan
ternyata ia menjumpai jenazah-seorang lelaki yang sedang berdiri dengan membawa
sebilah pedang yang termaktub di dalam pedangnya tulisan yang berbunyi, "Aku
adalah Al-Haris ibnu Madad, akulah yang membela orang-orang yang dimasukkan ke
dalam parit." Akhirnya Abu Musa mengeluarkan jenazah itu dan membangun tembok
tersebut, maka ternyata tembok itu berdiri dengan kokohnya dan tidak runtuh
lagi.
Menurutku jenazah tersebut adalah Al-Haris ibnu Madad ibnu Amr ibnu Madad
Al-Jurhumi; salah seorang Raja Jurhum. Raja-raja Jurhumlah yang mengurus Ka'bah
sesudah anak-anak Sabit ibnu Ismail ibnu Ibrahim. Dan keturunan Al-Haris ini
(yaitu Amr ibnul Haris ibnu Madad) adalah Raja Jurhum terakhir di Mekah sebelum
mereka diusir oleh Khuza'ah dan memindahkan mereka ke negeri Yaman. Dialah orang
yang mengatakan dalam syairnya yang dikutip oleh Ibnu Hisyam, bahwa berikut ini
adalah bait syair yang mula-mula dikatakan oleh orang-orang Arab, yaitu:
كَأَنْ
لَمْ يَكُنْ بَيْنَ الْحَجُونِ إِلَى الصَّفَا ...
أَنِيسٌ وَلَمْ يَسْمُرْ بِمَكَّةَ سَامِرُ
بَلَى
نَحْنُ كُنَّا أَهْلَهَا فَأَبَادَنَا ... صُرُوفُ
اللَّيَالِي وَالْجُدُودُ الْعَوَاثِرُ
Seakan-akan antara Hujun dan Safa
tidak ada lagi keramaian, dan di Mekah tidak ada lagi orang-orang yang begadang
malam hari.
Tidak demikian, sebenarnya kami adalah
penduduk aslinya, kami telah dibinasakan oleh pergantian malam (zaman) dan
kejadian-kejadian yang menimbulkan mala petaka.
Hal ini menunjukkan bahwa kisah ini terjadi di masa dahulu sesudah zaman Nabi
Ismail a.s. dalam jarak masa kurang lebih lima ratus tahun. Sedangkan apa yang
diketengahkan oleh Ibnu Ishaq memberikan pengertian bahwa kisah ini terjadi di
masa fatrah (kekosongan kenabian) antara masa Nabi Isa dan Nabi Muhammad Saw.,
tetapi pendapat yang kedua ini lebih mendekati kebenaran; hanya Allah sajalah
Yang Maha Mengetahui.
Dapat pula dihipotesiskan bahwa peristiwa ini banyak terjadi di berbagai
kawasan, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Abu Hatim. bahwa telah
menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman,
telah menceritakan kepada kami Safwan, dari Abdur Rahman ibnu Jubair yang
mengatakan bahwa peristiwa parit terjadi di negeri Yaman di masa Tubba', dan di
Konstantinopel terjadi di masa Kaisar Konstantinopel, yaitu ketika kaum Nasrani
dipaksa untuk berpaling dari kiblat mereka, yaitu agama Al-Masih dan ajaran
tauhid. Maka kaisar membuat dapur besar, lalu orang-orang Nasrani yang
berpegangan kepada agama Al-Masih dan ajaran tauhid dilemparkan ke dalamnya yang
dipenuhi dengan api yang bergejolak.
Dan di negeri Irak peristiwa ini terjadi di negeri Babilonia yang rajanya
bernama Bukhtanasar. Dia membuat patung dan memerintahkan kepada semua rakyatnya
untuk bersujud menyembah patung itu. Tetapi Nabi Danial dan kedua sahabatnya
yang bernama Ezria dan Misyail menolak, maka dibuatkan bagi mereka tungku api
yang besar, lalu dilemparkan ke dalam tungku itu kayu bakar dan api sehingga
apinya besar sekali. Kemudian kedua sahabat Danial dilemparkan ke dalam tungku
api itu. Maka Allah Swt. menjadikan tungku api itu terasa sejuk oleh keduanya
dan menjadi keselamatan; Allah menyelamatkan keduanya dan sebaliknya orang-orang
yang tadinya berbuat aniaya terhadap Danial dimasukkan ke dalam tungku api itu,
mereka terdiri dari sembilan golongan yang semuanya mati terbakar oleh api.
Asbat telah meriwayatkan dari As-Saddi sehubungan dengan firman Allah Swt:
Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit. (Al-Buruj:4)
Bahwa parit itu di masa lalu ada tiga, yaitu di Irak, di Syam, dan di Yaman.
Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Diriwayatkan dari Muqatil bahwa peristiwa parit itu ada tiga, yaitu di Najran
di negeri Yaman, yang lainnya di negeri Syam, dan yang terakhir di Persia,
mereka dibakar dengan api dalam parit-parit tersebut. Pelakunya yang di negeri
Syam adalah Antonius dan orang-orang Romawi; dan yang di negeri Persia adalah
Bukhtanasar, sedangkan yang di negeri Arab (yaitu negeri Yaman) adalah Yusuf
alias Zu Nuwas. Adapun mengenai yang terjadi di negeri Persia dan negeri Syam,
maka Allah Swt. tidak menyebutkannya di dalam Al-Qur'an, dan hanya menyebutkan
apa yang terjadi di Najran saja.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman Ad-Dusytuki, telah menceritakan
kepada kami Abdullah ibnu Abu Ja'far, dari ayahnya, dari Ar-Rabi' ibnu Anas
sehubungan dengan makna firman-Nya: Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang
membuat parit. (Al-Buruj:4)
Kami telah mendengar bahwa mereka adalah suatu kaum yang ada di masa fatrah.
Ketika mereka melihat fitnah dan kejahatan yang melanda manusia di masa mereka
yang membuat mereka menjadi bergolong-golongan, dan masing-masing golongan
merasa bangga dengan apa yang ada pada golongannya sendiri, maka mereka
memisahkan diri ke sebuah kampung, lalu mereka di dalam kampung itu menegakkan
ibadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan hanya kepada-Nya, mereka
mendirikan salat dan menunaikan zakat.
Demikianlah yang mereka lakukan selama beberapa waktu hingga perihal mereka
terdengar oleh seorang raja yang angkara murka dan sewenang-wenang. Maka
terjadilah peristiwa yang menimpa mereka, yang bermula raja memanggil mereka dan
memerintahkan kepada mereka untuk menyembah berhala-berhala yang disembah oleh
raja dan orang-orangnya. Orang-orang yang beriman itu menolak dan mengatakan,
"Kami tidak mau menyembah selain hanya kepada Allah semesta, tiada sekutu
bagi-Nya."
Raja berkata kepada mereka, "Jika kamu tidak mau menyembah sembahan-sembahan
ini yang kami puja-puja, maka sesungguhnya aku akan membunuh kamu semuanya'
Mereka tetap menolak kehendak rajanya, maka raja itu membuat parit-parit yang di
dalamnya dinyalakan api. Kemudian si raja berkata kepada para prajuritnya,
"Perintahkanlah mereka supaya berdiri di pinggir parit itu dan suruhlah mereka
memilih antara masuk ke dalam parit itu atau mau menyembah berhala-berhala
kita."
Orang-orang yang beriman itu menjawab, "Parit ini lebih kami sukai daripada
menuruti kehendakmu." Sedangkan di antara mereka terdapat kaum wanita dan
anak-anak, maka anak-anak mereka merasa takut dengan api itu. Lalu orang-orang
tua mereka berkata kepada mereka, "Hai anak-anakku, tiada api lagi sesudah hari
ini." Maka mereka memasukkan dirinya ke dalam parit itu yang penuh dengan api,
dan arwah mereka telah dicabut sebelum tubuh mereka tersentuh oleh panasnya
api.
Setelah itu api yang ada dalam parit itu keluar dari tempatnya dan mengamuk
mengepung orang-orang yang sewenang-wenang tersebut dan Allah Swt. membakar
mereka dengan api itu. Berkenaan dengan kisah inilah Allah Swt. menyebutkannyadi
dalam firman-Nya: Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit yang
berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya,
sedangkan mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang
beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena
orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji.
Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi dan Allah Maha Menyaksikan segala
sesuatu. (Al-Buruj : 4-9)
Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Ammar, dari Abdullah ibnu Abu Ja'far dengan
sanad dan lafaz yang semisal.
*******************
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ
الَّذِينَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ}
Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang
mukmin laki-laki dan perempuan. (Al-Buruj: 10)
Yakni yang membakar mereka, menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, Ad-Dahhak,
serta Ibnu Abza.
{ثُمَّ
لَمْ يَتُوبُوا}
kemudian mereka tidak bertobat. (Al-Buruj: 10)
Yaitu tidak mau menghentikan perbuatannya yang sewenang-wenang itu dan tidak
menyesali apa yang telah mereka lakukan.
{فَلَهُمْ
عَذَابُ جَهَنَّمَ وَلَهُمْ عَذَابُ الْحَرِيقِ}
maka bagi mereka azab Jahanam dan bagi mereka azab (neraka) yang
membakar. (Al-Buruj: 10)
Demikian itu karena pembalasan disesuaikan dengan jenis perbuatan
(pelanggaran)nya. Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa perhatikanlah olehmu
kemuliaan dan kemurahan ini, mereka telah membunuh kekasih-kekasih-Nya. Walaupun
demikian, Dia menyeru mereka untuk bertobat dan meraih ampunan-Nya.