Tafsir Surat Ad-Dukhan, ayat 17-33
{وَلَقَدْ
فَتَنَّا قَبْلَهُمْ قَوْمَ فِرْعَوْنَ وَجَاءَهُمْ رَسُولٌ كَرِيمٌ (17) أَنْ
أَدُّوا إِلَيَّ عِبَادَ اللَّهِ إِنِّي لَكُمْ رَسُولٌ أَمِينٌ (18) وَأَنْ لا
تَعْلُوا عَلَى اللَّهِ إِنِّي آتِيكُمْ بِسُلْطَانٍ مُبِينٍ (19) وَإِنِّي عُذْتُ
بِرَبِّي وَرَبِّكُمْ أَنْ تَرْجُمُونِ (20) وَإِنْ لَمْ تُؤْمِنُوا لِي
فَاعْتَزِلُونِ (21) فَدَعَا رَبَّهُ أَنَّ هَؤُلاءِ قَوْمٌ مُجْرِمُونَ (22)
فَأَسْرِ بِعِبَادِي لَيْلا إِنَّكُمْ مُتَّبَعُونَ (23) وَاتْرُكِ الْبَحْرَ
رَهْوًا إِنَّهُمْ جُنْدٌ مُغْرَقُونَ (24) كَمْ تَرَكُوا مِنْ جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ
(25) وَزُرُوعٍ وَمَقَامٍ كَرِيمٍ (26) وَنَعْمَةٍ كَانُوا فِيهَا فَاكِهِينَ (27)
كَذَلِكَ وَأَوْرَثْنَاهَا قَوْمًا آخَرِينَ (28) فَمَا بَكَتْ عَلَيْهِمُ
السَّمَاءُ وَالأرْضُ وَمَا كَانُوا مُنْظَرِينَ (29) وَلَقَدْ نَجَّيْنَا بَنِي
إِسْرَائِيلَ مِنَ الْعَذَابِ الْمُهِينِ (30) مِنْ فِرْعَوْنَ إِنَّهُ كَانَ
عَالِيًا مِنَ الْمُسْرِفِينَ (31) وَلَقَدِ اخْتَرْنَاهُمْ عَلَى عِلْمٍ عَلَى
الْعَالَمِينَ (32) وَآتَيْنَاهُمْ مِنَ الآيَاتِ مَا فِيهِ بَلاءٌ مُبِينٌ (33)
}
Sesungguhnya sebelum mereka telah Kami uji
kaum Fir’aun dan telah datang kepada mereka seorang rasul yang mulia
(dengan berkata).”Serahkanlah
hamba-hamba Allah (Bani Israil yang kamu perbudak) kepadaku. Sesungguhnya
aku adalah utusan (Allah) yang dipercaya kepadamu, dan janganlah kamu
menyombongkan diri terhadap Allah. Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan
membawa bukti yang nyata. Dan sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhanku dan
Tuhanmu, dari keinginanmu merajamku, dan jika kamu tidak beriman kepadaku, maka
biarkanlah aku (memimpin Bani Israil).” Kemudian Musa berdoa kepada
Tuhannya, "Sesungguhnya mereka ini adalah kaum yang berdosa (segerakanlah
azab kepada mereka)." (Allah berfirman), "Maka berjalanlah kamu dengan
membawa hamba-hamba-Ku pada malam hari, sesungguhnya kamu akan dikejar, dan
biarkanlah laut itu tetap terbelah. Sesungguhnya mereka adalah tentara yang akan
ditenggelamkan. Alangkah banyaknya taman dan mata air yang mereka tinggalkan,
dan kebun-kebun serta tempat-tempat yang indah-indah, dan kesenangan-kesenangan
yang mereka menikmatinya, demikianlah. Dan Kami wariskan semua itu kepada kaum
yang lain. Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka dan mereka pun tidak
diberi tangguh. Dan sesungguhnya telah Kami selamatkan Bani Israil dari siksaan
yang menghinakan, dari (azab) Fir’aun. Sesungguhnya dia adalah orang yang
sombong, salah seorang dari orang-orang yang melampaui batas. Dan sesungguhnya
telah Kami pilih mereka dengan pengetahuan (Kami) atas bangsa-bangsa. Dan
Kami telah memberikan kepada mereka di antara tanda-tanda kekuasaan (Kami)
sesuatu yang di dalamnya terdapat nikmat yang nyata.
Allah Swt. berfirman, bahwa sesungguhnya sebelum orang-orang musyrik itu Kami
telah menguji kaum Fir'aun bangsa Egypt yang tinggal di negeri Mesir.
{وَجَاءَهُمْ
رَسُولٌ كَرِيمٌ}
Dan telah datang kepada mereka seseorang rasul yang mulia. (Ad-Dukhan:
17)
yaitu Musa a.s. yang pernah diajak berbicara langsung oleh Allah Swt.
{أَنْ
أَدُّوا إِلَيَّ عِبَادَ اللَّهِ}
(dengan berkata) "Serahkanlah hamba-hamba Allah (Bani Israil yang kamu
perbudak) kepadaku. (Ad-Dukhan: 18)
semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{فَأَرْسِلْ
مَعَنَا بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلا تُعَذِّبْهُمْ قَدْ جِئْنَاكَ بِآيَةٍ مِنْ
رَبِّكَ وَالسَّلامُ عَلَى مَنِ اتَّبَعَ الْهُدَى}
Maka lepaskanlah Bani Israil bersama kami dan janganlah kamu menyiksa
mereka. Sesungguhnya kami telah datang kepadamu dengan membawa bukti (atas
kerasulan kami) dari Tuhanmu. Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada
orang-orang yang mengikuti petunjuk. (Thaha: 47)
***********
Adapun firman Allah Swt.:
{إِنِّي
لَكُمْ رَسُولٌ أَمِينٌ}
Sesungguhnya aku adalah utusan (Allah) yang dipercaya kepadamu.
(Ad-Dukhan: 18)
Yakni dipercaya oleh-Nya untuk menyampaikan risalah-Nya kepada kalian.
Firman Allah Swt.:
{وَأَنْ
لَا تَعْلُوا عَلَى اللَّهِ}
dan janganlah kamu menyombongkan diri terhadap Allah. (Ad-Dukhan:
19)
Maksudnya, janganlah kamu bersikap angkuh dari mengikuti petunjuk
ayat-ayat-Nya, dan tunduk patuh kepada bukti-bukti-Nya, serta beriman kepada
keterangan-keterangan-Nya. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh
firman-Nya:
{إِنَّ
الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ
دَاخِرِينَ}
Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan
masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina. (Al-Mu’min: 60)
Firman Allah Swt. menceritakan ucapan Musa a.s.:
{إِنِّي
آتِيكُمْ بِسُلْطَانٍ [مُبِينٍ] }
Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata.
(Ad-Dukhan: 19)
Yaitu dengan bukti yang jelas dan gemblang, berupa mukjizat-mukjizat yang
telah dianugerahkan oleh Allah kepadanya dan dalil-dalil yang pasti.
{وَإِنِّي
عُذْتُ بِرَبِّي وَرَبِّكُمْ أَنْ تَرْجُمُونِ}
Dan sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhanku dan Tuhanmu dari
keinginanmu merajamku (Ad-Dukhan: 20)
Ibnu Abbas r.a. mengatakan —demikian pula Abu Saleh— bahwa yang dimaksud
dengan rajam ialah rajam dengan lisan alias mencaci maki.
Qatadah mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan rajam di sini adalah rajam
dengan batu.
Makna ayat ialah 'aku berlindung kepada Allah yang telah menciptakan diriku
dan diri kalian agar jangan sampai kalian menyentuhku dengan perbuatan atau
ucapan yang buruk.'
{وَإِنْ
لَمْ تُؤْمِنُوا لِي فَاعْتَزِلُونِ}
dan jika kamu tidak beriman kepadaku, maka biarkanlah aku (memimpin
Bani Israil). (Ad-Dukhan: 21)
Yakni janganlah kamu menghalang-halangiku lagi dan biarkanlah urusan ini
damai antara aku dan kamu hingga Allah memutuskan di antara kita.
Dan setelah Musa a.s. tinggal dalam waktu yang cukup lama di kalangan mereka
seraya menegakkan Hujah-hujah Allah terhadap mereka, maka usaha itu tidaklah
menambahkan kepada mereka selain kekufuran dan keingkaran. Maka Musa a.s. berdoa
kepada Tuhannya untuk memberi pelajaran terhadap mereka, dan doanya itu
dikabulkan langsung menimpa mereka. Sebagaimana yang disebutkan oleh
firman-Nya:
{وَقَالَ
مُوسَى رَبَّنَا إِنَّكَ آتَيْتَ فِرْعَوْنَ وَمَلأهُ زِينَةً وَأَمْوَالا فِي
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا رَبَّنَا لِيُضِلُّوا عَنْ سَبِيلِكَ رَبَّنَا اطْمِسْ عَلَى
أَمْوَالِهِمْ وَاشْدُدْ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَلا يُؤْمِنُوا حَتَّى يَرَوُا
الْعَذَابَ الألِيمَ قَالَ قَدْ أُجِيبَتْ دَعْوَتُكُمَا
فَاسْتَقِيمَا}
Musa berkata, "Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada
Fir’aun, dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan
dunia, ya Tuhan kami —akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan
Engkau.— Ya Tuhan Kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati
mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih.”
Allah berfirman, "Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab
itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus.”(Yunus: 88-89)
Hal yang sama dikatakan pula dalam ayat ini melalui firman-Nya:
{فَدَعَا
رَبَّهُ أَنَّ هَؤُلاءِ قَوْمٌ مُجْرِمُونَ}
Kemudian Musa berdoa kepada Tuhannya, "Sesungguhnya mereka ini adalah kaum
yang berdosa (segerakanlah azab kepada mereka).” (Ad-Dukhan: 22)
Maka pada saat itu Allah Swt. memerintahkan kepada Musa agar keluar membawa
kaum Bani Israil meninggalkan negeri Mesir tanpa pamit dahulu kepada Fir'aun,
melainkan pergi dengan diam-diam. Karena itulah disebutkan dalam firman
berikutnya:
{فَأَسْرِ
بِعِبَادِي لَيْلا إِنَّكُمْ مُتَّبَعُونَ}
(Allah berfirman), "Maka berjalanlah kamu dengan membawa hamba-hamba-Ku
pada malam hari, 'sesungguhnya kamu akan dikejar.” (Ad-Dukhan: 23)
sama seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَلَقَدْ
أَوْحَيْنَا إِلَى مُوسَى أَنْ أَسْرِ بِعِبَادِي فَاضْرِبْ لَهُمْ طَرِيقًا فِي
الْبَحْرِ يَبَسًا لَا تَخَافُ دَرَكًا وَلا تَخْشَى}
dan sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa, "Pergilah kamu dengan
hamba-hamba-Ku (Bani Israil) di malam hari, maka buatlah untuk mereka
jalan yang kering di laut, kamu tak usah khawatir akan tersusul dan tidak usah
takut (akan tenggelam).” (Thaha: 77)
************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَاتْرُكِ
الْبَحْرَ رَهْوًا إِنَّهُمْ جُنْدٌ مُغْرَقُونَ}
dan biarkanlah laut itu tetap terbelah. Sesungguhnya mereka adalah tentara
yang akan ditenggelamkan. (Ad-Dukhan: 24)
demikian itu karena ketika Musa telah membawa Bani Israil menyeberangi laut
itu, maka ia bermaksud memukulkan tongkatnya lagi ke laut itu, agar laut kembali
tertutup oleh airnya seperti semula, sehingga menjadi penghalang antara mereka
dan Fir'aun beserta pasukannya, karenanya Fir'aun tidak dapat mengejar mereka.
Maka Allah memerintahkan kepada Musa a.s. agar membiarkan laut itu tetap kering,
dan menyampaikan berita gembira kepada Musa bahwa mereka adalah pasukan yang
akan ditenggelamkan di dalam laut itu (bila telah masuk semuanya). Dan
sesungguhnya Musa tidak usah takut tersusul dan tidak usah takut tenggelam.
Ibnu Abbas r.a. mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan
biarkanlah laut itu tetap terbelah. (Ad-Dukhan: 24) yakni seperti itu dan
berjalanlah terus kamu.
Mujahid mengatakan bahwa rahwan artinya jalan yang kering seperti
keadaan saat dipukul oleh Musa dengan tongkatnya. Allah Swt. berfirman,
"Janganlah kamu perintahkan laut supaya menutup sebelum orang yang terakhir dari
pasukan Fir'aun masuk ke dalamnya."
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah, Ar-Rabi' ibnu Anas Ad-Dahhak,
Qatadah, Ibnu Zaid, Ka'bul Ahbar, Sammak ibnu Harb, serta lain-lainnya yang
bukan hanya seorang.
*************
Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:
{كَمْ
تَرَكُوا مِنْ جَنَّاتٍ} وَهِيَ الْبَسَاتِينُ {وَعُيُونٍ
وَزُرُوعٍ}
Alangkah banyaknya taman-taman dan mata air yang mereka tinggalkan, dan
kebun-kebun. (Ad-Dukhan: 25-26)
Yang dimaksud dengan jannat ialah kebun-kebun, dan yang dimaksud
dengan mata air ialah sungai-sungai dan sumur-sumur.
{وَمَقَامٍ
كَرِيمٍ}
Serta tempat-tempat yang indah-indah. (Ad-Dukhan: 26)
Yaitu tempat-tempat tinggal yang antik-antik dan tempat-tempat yang
indah-indah.
Mujahid dan Sa'id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
Serta tempat-tempat yang indah-indah. (Ad-Dukhan: 26) Maksudnya,
mimbar-mimbar.
Ibnu Lahi'ah telah meriwayatkan dari Wahb ibnu Abdullah Al-Mu'afiri, dari
Abdullah ibnu Amr r.a. yang mengatakan bahwa Sungai Nil Mesir adalah rajanya
semua sungai. Allah Swt. telah menundukkan baginya semua sungai, baik yang ada
dibelahan timur maupun yang ada di belahan barat, dan semuanya itu dijinakkan
oleh Allah untuk Sungai Nil. Apabila Allah hendak menjadikan Sungai Nil pasang,
maka Dia memerintahkan kepada semua sungai agar membantu Sungai Nil, lalu semua
sungai membantunya, dan Allah memancarkan baginya mata air-mata air dari bumi.
Dan apabila pasangnya telah habis menurut apa yang dikehendaki oleh Allah Swt,
maka Allah memerintahkan kepada setiap air untuk kembali kepada sumbernya
masing-masing.
Abdullah ibnu Amr r.a. telah mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah
Swt.: Alangkah banyaknya taman dan mata air yang mereka tinggalkan, dan
kebun-kebun serta tempat-tempat yang indah-indah, dan kesenangan-kesenangan yang
mereka menikmatinya. (Ad-Dukhan: 25-27) Bahwa taman-taman itu berada di
kedua sisi tepi Sungai Nil mulai dari hulu sampai hilirnya, yaitu mulai dari
Aswan sampai ke Rasyid. Sungai Nil di negeri Mesir mempunyai sembilan danau
(aliran sungai yang melebar membentuk danau), yaitu di Iskandaria, Dimyat,
Firdaus, Manaf, Fayyum, Muntaha, dan semua daerah yang dapat dicapai oleh airnya
ditanami dan dijadikan lahan pertanian, mulai dari hulu sampai ke hilirnya
temasuk bukit-bukit yang ada di kedua sisinya. Dahulu pengairan negeri Mesir
diambil dari Sungai Nil yang dari permukaan tanah kedalaman permukaan airnya
mencapai enam belas hasta, tetapi hal itu dapat dilakukan berkat keahlian
penduduknya yang mengatur pengairan dari bendungan-bendungan dan
danau-danaunya.
***********
{وَنَعْمَةٍ
كَانُوا فِيهَا فَاكِهِينَ}
Dan kesenangan-kesenangan yang mereka menikmatinya. (Ad-Dukhan:
27)
Yakni kehidupan yang nikmat yang mereka bergelimangan di dalamnya. Mereka
dapat memakan apa yang mereka kehendaki dan berpakaian menurut apa yang mereka
senangi. Selain itu mereka memiliki harta yang berlimpah, kedudukan dan
kekuasaan di negeri Mesir. Maka semuanya itu dicabut dari mereka dalam satu saat
saja. Mereka meninggal dunia, lalu tempat kembali mereka adalah neraka Jahanam,
dan seburuk-buruk tempat kembali adalah Jahanam. Sedangkan negeri Mesir dan
semua kekayaannya beralih ke tangan bangsa Bani Israil, sebagaimana yang
disebutkan di dalam firman-Nya:
{كَذَلِكَ
وَأَوْرَثْنَاهَا بَنِي إِسْرَائِيلَ}
demikianlah halnya dan Kami anugerahkan semuanya (itu) kepada Bani
Israil. (Asy-Syu'ara: 59)
Dalam ayat yang lain disebutkan oleh firman-Nya:
{وَأَوْرَثْنَا
الْقَوْمَ الَّذِينَ كَانُوا يُسْتَضْعَفُونَ مَشَارِقَ الأرْضِ وَمَغَارِبَهَا
الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ الْحُسْنَى عَلَى بَنِي
إِسْرَائِيلَ بِمَا صَبَرُوا وَدَمَّرْنَا مَا كَانَ يَصْنَعُ فِرْعَوْنُ
وَقَوْمُهُ وَمَا كَانُوا يَعْرِشُونَ}
Dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu, negeri-negeri
bagian timur bumi dan bagian baratnya yang telah Kami beri berkah padanya. Dan
telah sempurnalah perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani
Israil disebabkan kesabaran mereka. Dan Kami hancurkan apa yang telah dibuat
Fir’aun dan kaumnya dan apa yang telah dibangun mereka. (Al-A'raf: 137)
Dan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{كَذَلِكَ
وَأَوْرَثْنَاهَا قَوْمًا آخَرِينَ}
demikianlah, dan Kami wariskan semua itu kepada kaum yang lain.
(Ad-Dukhan: 28)
Mereka adalah kaum Bani Israil, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
************
Firman Allah Swt.:
{فَمَا
بَكَتْ عَلَيْهِمُ السَّمَاءُ وَالأرْضُ}
Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka. (Ad-Dukhan: 29)
Yakni mereka tidak mempunyai amal saleh yang dinaikkan ke pintu-pintu langit,
karena itu langit menangisi kehilangan mereka. Dan mereka tidak mempunyai satu
petak tanah pun di bumi ini yang padanya dilakukan pemyembahan kepada Allah Swt.
yang karenanya tanah tersebut menangisi kehilangan mereka. Karena itulah maka
mereka berhak untuk tidak mendapat masa tangguh karena kekafiran mereka,
kejahatan mereka, dan sikap mereka yang angkuh lagi pengingkar.
Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan di dalam kitab musnadnya:
حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ إِسْحَاقَ الْبَصْرِيُّ، حَدَّثَنَا مَكِّيُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ،
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عُبَيْدَةَ، حَدَّثَنِي يَزِيدُ الرَّقَاشِيُّ، حَدَّثَنِي
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
"مَا مِنْ عَبْدٍ إِلَّا وَلَهُ فِي السَّمَاءِ بَابَانِ: بَابٌ يَخْرُجُ مِنْهُ
رِزْقُهُ، وَبَابٌ يَدْخُلُ مِنْهُ عَمَلُهُ وَكَلَامُهُ، فَإِذَا مَاتَ فَقَدَاهُ
وَبَكَيَا عَلَيْهِ" وَتَلَا هَذِهِ الْآيَةَ: {فَمَا بَكَتْ عَلَيْهِمُ السَّمَاءُ
وَالأرْضُ} وذُكر أَنَّهُمْ لَمْ يَكُونُوا عَمِلُوا عَلَى الْأَرْضِ عَمَلًا
صَالِحًا يَبْكِي عَلَيْهِمْ. وَلَمْ يَصْعَدْ لَهُمْ إِلَى السَّمَاءِ مِنْ
كَلَامِهِمْ وَلَا مِنْ عَمَلِهِمْ كَلَامٌ طَيِّبٌ، وَلَا عَمَلٌ صَالِحٌ
فَتَفْقِدَهُمْ فَتَبْكِيَ عَلَيْهِمْ
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ishaq Al-Basri, telah menceritakan
kepada kami Makki ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu
Ubaidah, telah menceritakan keapdaku Yazid Ar-Raqqasyi, telah menceritakan
kepadaku Anas ibnu Malik r.a. dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Tiada
seorang hamba pun melainkan mempunyai dua buah pintu di langit; sebuah pintu
untuk jalan turun rezekinya, dan sebuah pintu lagi untuk masuk amal dan
ucapannya. Apabila hamba yang bersangkutan meninggal dunia, maka kedua pintu itu
merasa kehilangan dia dan menangisi kepergiannya. Lalu Nabi Saw. membaca
ayat ini: Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka. (Ad-Dukhan:
29)
Menurut suatu riwayat, mereka tidak pernah mengerjakan suatu amal saleh pun
di muka bumi ini yang menyebabkan bumi menangisi kepergian mereka. Dan tiada
ucapan dan amal perbuatan mereka yang dinaikkan ke langit, yaitu ucapan yang
baik dan amal yang saleh, yang karenanya langit merasa kehilangan mereka, lalu
menangisi kepergian mereka. Imam Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan hal ini
melalui Musa ibnu Ubaidah Ar-Rabzi.
قَالَ
ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ طَلْحَةَ، حَدَّثَنِي عِيسَى بْنُ يُونُسَ،
عَنْ صَفْوَانَ بْنِ عَمْرٍو، عَنْ شُرَيْحِ بْنِ عُبَيْدٍ الْحَضْرَمِيِّ قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْإِسْلَامَ
بَدَأَ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ غَرِيبًا. أَلَا لَا غُرْبَةَ عَلَى مُؤْمِنٍ مَا
مَاتَ مُؤْمِنٌ فِي غُرْبَةٍ غَابَتْ عَنْهُ فِيهَا بَوَاكِيهِ إِلَّا بَكَتْ
عَلَيْهِ السَّمَاءُ والأرض". ثم قَرَأَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {فَمَا بَكَتْ عَلَيْهِمُ
السَّمَاءُ وَالأرْضُ} ثُمَّ قَالَ: "إِنَّهُمَا لَا يَبْكِيَانِ عَلَى
الْكَافِرِ"
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Talhah, telah
menceritakan kepadaku Isa ibnu Yunus, dari Safwan ibnu Amr, dari Syuraih ibnu
Ubaid Al-Hadrami yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw, pernah bersabda:
Sesungguhnya Islam itu asing permulaannya dan kelak akan kembali asing
seperti semula. Ingatlah, tiada keterasingan bagi orang mukmin. Tidak
sekali-kali seorang mukmin meninggal dunia di pengasingan yang padanya tiada
seorang pun yang menangisi kepergiannya, melainkan langit dan bumi menangisi
kepergiannya. Kemudian Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: Maka langit
dan bumi tidak menangisi mereka. (Ad-Dukhan: 29) Kemudian Rasulullah Saw.
bersabda: Sesungguhnya langit dan bumi tidak akan menangisi kematian orang
kafir.
Ibnu Abu Hatim mengatakan,- telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Isam,
telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad (Yakni Az Zubairi), telah menceritakan
kepada kami Al-Ala ibnu Saleh, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Abbad ibnu Abdullah
yang telah menceritakan, bahwa pernah ada seorang lelaki bertanya kepada sahabat
Ali r.a, "Apakah langit dan bumi menangisi seseorang?" maka Ali r.a. menjawab,
"Sesungguhnya engkau menanyakan kepadaku sesuatu hal yang belum pernah
ditanyakan oleh seorang pun sebelummu. Sesungguhnya tiada seorang hamba pun
melainkan mempunyai tempat salat di bumi dan tempat naik amalnya di langit. Dan
sesungguhnya Fir'aun dan kaumnya tidak mempunyai suatu amal saleh pun di bumi
ini dan tidak pula mereka memiliki suatu amal pun yang dinaikkan ke langit."
Kemudian Ali r.a. membaca firman-Nya: Maka langit dan bumi tidak menangisi
mereka dan mereka pun tidak diberi tangguh. (Ad-Dukhhan: 29)
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah
menceritakan kepada kami Talq ibnu Ganam, dari Zaidah, dari Mansur, dari Minhal,
dari Sa'id ibnu Jubair yang menceritakan bahwa pernah seorang lelaki datang
kepada Ibnu Abbas r.a, lalu bertanya, "Hai Abul Abbas, bagaimanakah pendapatmu
tentang firman Allah Swt.: 'Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka dan
mereka pun tidak diberi tangguh.' (Al-Dukhan: 29) Maka apakah langit dan
bumi itu dapat menangisi kematian seseorang?" Ibnu Abbas menjawab, "Ya,
sesungguhnya tiada seorang makhluk pun melainkan mempunyai pintu di langit yang
darinya turun rezekinya dan dengan melaluinya amal perbuatannya dinaikkan. Maka
apabila seorang mukmin meninggal dunia pintunya yang di langit tempat naik
amalnya dan tempat turun rezekinya ditutup, lalu ia merasa kehilangan dia dan
menangisinya. Dan tempat dia biasa mengerjakan salatnya di bumi dan tempat ia
biasa berzikir kepada Allah Swt. bila dia meninggal, merasa kehilangan dia dan
menangisinya. Dan sesungguhnya kaum Fir'aun itu tidak mempunyai jekak-jejak yang
baik di bumi, tidak pula memiliki kebaikan yang dinaikkan ke langit kepada Allah
Swt. Maka langit dan bumi tidak menangisi kematian mereka."
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. hal yang semisal dengan atsar
di atas.
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Abu Yahya Al-Qattat, dari Mujahid,
dari Ibnu 'Abbas r.a. yang menceritakan bahwa menurut suatu pendapat, bumi
menangisi kematian seorang mukmin selama empat puluh hari. Mujahid mengatakan,
bahwa lalu ia bertanya kepada Ibnu Abbas, "Apakah bumi dapat menangis?" Ibnu
Abbas menjawab, "Apakah engkau merasa heran?" mengapa bumi tidak menangisi
kematian seseorang yang telah meramaikannya dengan rukuk, dan sujud padanya? dan
mengapa langit tidak menangisi kematian seseorang hamba yang takbir dan
tasbihnya berkumandang seperti suara lebah?"
Qatadah mengatakan bahwa kematian Fir'aun dan kaumnya dinilai sangat hina
untuk ditangisi oleh langit dan bumi.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain,
telah menceritakan kepada kami Abdus Salam ibnu Asim, telah menceritakan kepada
kami Ishaq ibnu Ismail telah menceritakan kepada kami Al-Mustawrid ibnu Sabiq
dari Ubaidul Maktab dari Ibrahim yang mengatakan bahwa langit sejak dunia ada
belum pernah menangis kecuali karena kematian dua orang. Aku bertanya kepada
Ubaid, "Bukankah langit dan bumi menangisi kematian orang mukmin?" Ubaid
menjawab, "Yang menangisinya adalah tempat naik amalnya saja". Ubaid bertanya,
"Tahukah kamu, apakah pertanda langit menangis?" Aku menjawab "Tidak tahu".
Ubaid mengatakan, "Pertanda langit menangis ialah kelihatan memerah bagaikan
bunga mawar seperti kilapan minyak. Sesungguhnya ketika Nabi Yahya ibnu Zakaria
dibunuh, langit tampak memerah dan meneteskan darah. Dan sesungguhnya ketika
Al-Husain ibnu Ali r.a. dibunuh langit tampak memerah.
Telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada
kami Abu Gassan Muhammad ibnu Amr Zanij, telah menceritakan kepada kami Jarir,
Dari Yazid ibnu Abu Ziad yang mengatakan bahwa ketika Al-Husain ibnu Ali r.a.
dibunuh, langit kelihatan memerah selama empat bulan. Yazid mengatakan bahwa
menangisnya langit itu bila ia tampak memerah.
Hal yang sama telah dikatakan oleh As-Sadiyyul Kabir. Ata Al-Khurrasani
mengatakan bahwa menangisnya langit itu bila semua ujungnya tampak memerah.
Mereka (kaum Syi'ah) menyebutkan pula sehubungan dengan peristiwa terbunuhnya
Husain ibnu Ali r.a, bahwa tiada suatu batu pun yang dibalikkan pada hari
terbunuhnya Al-Husain, melainkan ditemukan di bawahnya darah berserakan. Dan di
hari itu matahari mengalami gerhana dan ufuk langit kelihatan memerah serta
batu-batu banyak yang berjatuhan.
Semua pendapat tentang ini masih diragukan dan perlu diteliti lagi
kebenarannya, yang jelas semua riwayat di atas merupakan buatan golongan Syi'ah
dan kedustaan mereka untuk membesar-besarkan peristiwa itu.
Memang benar peristiwa terbunuhnya Al-Husain ibnu Ali termasuk peristiwa yang
besar, tetapi tidaklah terjadi apa yang dibuat-buat oleh mereka ini. Padahal
telah terjadi peristiwa yang lebih besar dari terbunuhnya Al-Husain ibnu Ali
r.a, tetapi tidak terjadi sesuatu pun yang disebutkan oleh mereka itu. Karena
sesungguhnya ayah Al-Husain sendiri (yaitu Ali ibnu Abu Talib r.a.) yang jelas
lebih utama daripadanya menurut kesepakatan semuanya, tetapi ternyata tiada
sesuatu pun dari hal itu yang terjadi. Dan ketika Usman ibnu Affan r.a. terbunuh
secara aniaya dalam kepungan, ternyata tidak terjadi pula sesuatu dari hal
tersebut. Begitu pula ketika Umar ibnul Khattab r.a. terbunuh di mihrab dalam
salat subuhnya, yang kaum muslim belum pernah tertimpa musibah apa pun sebelum
perisitwa tersebut, tetapi ternyata tidak terjadi sesuatu pun dari hal
tersebut.
Berikut ini Rasulullah Saw. penghulu manusia di dunia dan akhirat, di hari
kewafatannya tiada sesuatu pun dari hal itu yang terjadi. Dan di hari kewafatan
putranya (yaitu Sayyid Ibrahim) matahari mengalami gerhana. Maka orang-orang
mengatakan, bahwa matahari gerhana karena kematian Ibrahim. Lalu Rasulullah Saw.
mengajak mereka Salat gerhana dan berkhotbah kepada mereka, antara lain beliau
Saw. menjelaskan bahwa sesungguhnya matahari dan rembulan tidaklah mengalami
gerhana karena kematian seseorang atau kelahirannya.
***********
Firman Allah Swt.:
{وَلَقَدْ
نَجَّيْنَا بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنَ الْعَذَابِ الْمُهِينِ مِنْ فِرْعَوْنَ إِنَّهُ
كَانَ عَالِيًا مِنَ الْمُسْرِفِينَ}
Dan sesungguhnya telah Kami selamatkan Bani Israil dari siksaan yang
menghinakan, dari (azab) Fir’aun. Sesungguhnya dia adalah orang yang
sombong, salah seorang dari orang-orang yang melampaui batas (Ad-Dukhan:
30-31)
Allah Swt. mengingatkan mereka kepada anugerah yang telah Dia berikan kepada
mereka, karena Dia telah menyelamatkan mereka dari perlakuan Fir'aun atas diri
mereka, yaitu memperbudak mereka, menjadikan mereka bangsa yang hina, dan
mempekerjakan mereka untuk kerja-kerja kasar lagi berat.
Firman Allah Swt.:
{مِنْ
فِرْعَوْنَ إِنَّهُ كَانَ عَالِيًا}
dari azab Fir’aun. Sesungguhnya dia adalah orang yang sombong.
(Ad-Dukhan: 31)
Yakni angkuh, sewenang-wenang, lagi pengingkar kebenaran. Semakna dengan yang
disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{إِنَّ
فِرْعَوْنَ عَلا فِي الأرْضِ }
Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi.
(Al-Qashash: 4)
Dan firman Allah Swt.:
{فَاسْتَكْبَرُوا
وَكَانُوا قَوْمًا عَالِينَ}
maka mereka ini takabur dan mereka adalah orang-orang yang sombong
(Al-Mu’mimun: 46)
yakni melampaui batas dalam urusannya dan lemah pendapatnya.
************
Dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَلَقَدِ
اخْتَرْنَاهُمْ عَلَى عِلْمٍ عَلَى الْعَالَمِينَ}
Dan sesungguhnya telah Kami pilih mereka dengan pengetahuan (Kami)
atas bangsa-bangsa. (Ad-Dukhan: 32)
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Kami pilih mereka
dengan pengetahuan (kami) atas bangsa-bangsa. (Ad-Dukhan: 32) Yaitu
di atas semua orang yang ada di zaman mereka.
Qatadah mengatakan bahwa mereka (Bani Israil) dipilih oleh Allah atas
orang-orang yang semasa dengan mereka. Demikian itu karena dikatakan bahwa di
setiap zaman terdapat orang yang 'alimnya tersendiri. Pengertian ini semakna
dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{قَالَ
يَا مُوسَى إِنِّي اصْطَفَيْتُكَ عَلَى النَّاسِ}
Allah berfirman, "Hai Musa, sesungguhnya aku memilih (melebihkan)
kamu dari manusia yang lain (di masamu)." (Al-A'raf: 144)
Yakni atas orang-orang yang hidup di masanya. Semakna pula dengan apa yang
disebutklan oleh firman-Nya tentang Maryam a.s.:
{وَاصْطَفَاكِ
عَلَى نِسَاءِ الْعَالَمِينَ}
dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yarig semasa dengan
kamu). (Ali Imran: 42)
Karena sesungguhnya Siti Khadijah r.a. adakalanya lebih utama daripada dia,
paling tidak menyamainya dalam keutamaan, demikian pula Asiah binti Muzahim
istri Fir'aun. Dan keutamaan Siti Aisyah r.a. atas kaum wanita sama dengan
keutamaan makanan Sarid atas makanan lainnya.
***********
Firman Allah Swt.:
{وَآتَيْنَاهُمْ
مِنَ الآيَاتِ}
Dan Kami telah memberikan kepada mereka di antara tanda-tanda kekuasaan
(Kami). (Ad-Dukhan: 33)
Yakni hujah-hujah, keterangan-keterangan dan mukjizat-mukjizat yang berbeda
dengan hukum alam,
{مَا
فِيهِ بَلاءٌ مُبِينٌ}
sesuatu yang di dalamnya terdapat nikmat yang nyata. (Ad-Dukhan:
33)
Maksudnya, ujian yang jelas bagi orang yang mendapat petunjuk tentang
seluk-beluknya.