Tafsir Surat Al-Ahzab, ayat 4-5
{مَا
جَعَلَ اللَّهُ لِرَجُلٍ مِنْ قَلْبَيْنِ فِي جَوْفِهِ وَمَا جَعَلَ أَزْوَاجَكُمُ
اللائِي تُظَاهِرُونَ مِنْهُنَّ أُمَّهَاتِكُمْ وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ
أَبْنَاءَكُمْ ذَلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِأَفْوَاهِكُمْ وَاللَّهُ يَقُولُ الْحَقَّ
وَهُوَ يَهْدِي السَّبِيلَ (4) ادْعُوهُمْ لآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ
اللَّهِ فَإِنْ لَمْ تَعْلَمُوا آبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ
وَمَوَالِيكُمْ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَكِنْ مَا
تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا (5) }
Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi
seseorang dua buah hati dalam rongganya, dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu
yang kamu zihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu
sebagai anak kandungmu (sendiri).
Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan
yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). Panggillah mereka
(anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka;
itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui
bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu
seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu
khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu.
Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dalam pendahuluan ini sebelum mengemukakan maksud yang dikehendaki, Allah
Swt. mengemukakan suatu perkara yang telah dimaklumi oleh pancaindra. Yaitu
bahwa sebagaimana tidak mungkin bagi seseorang memiliki dua buah hati dalam
rongganya, maka tidak mungkin pula istri yang di-zihar oleh seseorang
melalui ucapannya, "Engkau bagiku seperti punggung ibuku," sebagai ibunya. Tidak
mungkin pula terjadi seorang anak angkat menjadi anak kandung seseorang yang
mengambilnya sebagai anak angkat. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{مَا
جَعَلَ اللَّهُ لِرَجُلٍ مِنْ قَلْبَيْنِ فِي جَوْفِهِ وَمَا جَعَلَ أَزْوَاجَكُمُ
اللائِي تُظَاهِرُونَ مِنْهُنَّ أُمَّهَاتِكُمْ}
Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam
rongganya, dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zihar itu sebagai
ibumu. (Al-Ahzab: 4)
Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain:
{مَا
هُنَّ أُمَّهَاتِهِمْ إِنْ أُمَّهَاتُهُمْ إِلا اللائِي
وَلَدْنَهُمْ}
padahal tiadalah istri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain
hanyalah wanita yang melahirkan mereka. (Al-Mujadilah: 2), hingga akhir
ayat.
Adapun firman Allah Swt.:
{وَمَا
جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ}
dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu.
(Al-Ahzab: 4)
Inilah yang dimaksud dengan penafian. Sesungguhnya ayat ini diturunkan
berkenaan dengan Zaid ibnu Haris'ah r.a. maulaNabi Saw. Dahulu Nabi
mengangkatnya sebagai anak sebelum beliau menjadi nabi, dan dahulu ia dikenal
dengan sebutan 'Zaid anak Muhammad'. Maka Allah berkehendak akan menghapuskan
penisbatan ini melalui firman-Nya: dan Dia tidak menjadikan anak-anak
angkatmu sebagai anak kandungmu. (Al-Ahzab: 4)
Semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam pertengahan surat
ini melalui firman-Nya:
{مَا
كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ
النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا}
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang lelaki di antara
kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu. (Al-Ahzab: 40)
Dan dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{ذَلِكُمْ
قَوْلُكُمْ بِأَفْوَاهِكُمْ}
Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. (Al-Ahzab:
4)
Yakni pengangkatan anak oleh kalian hanyalah dalam sebutan belaka, tidak
menjadikan anak yang bersangkutan sebagai anak kandung orang yang bersangkutan,
karena dia diciptakan dari sulbi orang lain. Dan tidaklah mungkin bagi anak yang
bersangkutan mempunyai dua orang ayah, sebagaimana tidak mungkin bagi seorang
manusia mempunyai dua hati.
{وَاللَّهُ
يَقُولُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِي السَّبِيلَ}
Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang
benar). (Al-Ahzab: 4)
Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa firman Allah Swt.: Dia mengatakan yang
sebenarnya. (Al-Ahzab: 4) Yaitu keadilan belaka.
Sedangkan menurut Qatadah, makna firman-Nya: dan Dia menunjukkan jalan
(yang benar). (Al-Ahzab: '4) Yakni jalan yang lurus.
Tidak hanya seorang ulama menyebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan
dengan seorang lelaki dari kalangan Quraisy. Dia disebut sebagai seseorang yang
berhati dua, dan dia sendiri menduga bahwa dirinya mempunyai dua buah hati;
masing-masing dari hatinya bekerja sendiri-sendiri, maka Allah menurunkan ayat
ini sebagai sanggahan terhadapnya. Hal yang sama diriwayatkan oleh Al-Aufi dari
Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Al-Hasan, dan Qatadah mengatakan hal yang sama,
lalu dipilih oleh Ibnu Jarir.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنٌ، حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ، عَنْ قَابُوسَ
-يَعْنِي ابْنَ أَبِي ظِبْيَان -أَنَّ أَبَاهُ حَدَّثَهُ قَالَ: قُلْتُ لِابْنِ
عَبَّاسٍ: أَرَأَيْتَ قَوْلَ اللَّهِ تَعَالَى: {مَا جَعَلَ اللَّهُ لِرَجُلٍ مِنْ
قَلْبَيْنِ فِي جَوْفِهِ} ، مَا عَنَى بِذَلِكَ؟ قَالَ: قَامَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا يُصَلِّي، فخَطَر خَطْرَة، فَقَالَ
الْمُنَافِقُونَ الَّذِينَ يُصَلُّونَ مَعَهُ: أَلَا تَرَوْنَ لَهُ قَلْبَيْنِ،
قَلْبًا مَعَكُمْ وَقَلْبًا مَعَهُمْ؟ فَأَنْزَلَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ: {مَا
جَعَلَ اللَّهُ لِرَجُلٍ مِنْ قَلْبَيْنِ فِي جَوْفِهِ}
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah
menceritakan kepada kami Zuhair, dari Qabus ibnu Abu Zabyan yang mengatakan
bahwa sesungguhnya ayahnya pernah menceritakan kepadanya hadis berikut, ia
pernah bertanya kepada Ibnu Abbas tentang makna firman Allah Swt.: Allah
sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya.
(Al-Ahzab: 4) Ibnu Abbas menjawab, pada suatu hari Rasulullah Saw. berdiri
mengerjakan salat, lalu kelihatan beliau memikirkan sesuatu, maka orang-orang
munafik yang tadinya salat bersamanya mengatakan, "Tidakkah kalian lihat, dia
mempunyai dua hati; satu hati bersama kalian dan hati yang lainnya bersama
mereka." Maka Allah menurunkan firman-Nya: Allah sekali-kali tidak menjadikan
bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya. (Al-Ahzab: 4)
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Turmuzi, dari Abdullah ibnu Abdur Rahman
Ad-Darimi, dari Sa'id Al-Harrani, dari Abdu ibnu Humaid dan dari Ahmad ibnu
Yunus, keduanya dari Zuhair ibnu Mu'awiyah dengan sanad yang sama. Kemudian Imam
Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat hasan.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim melalui hadis
Zuhair dengan sanad yang sama.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri
sehubungan dengan makna firman-Nya: Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi
seseorang dua buah hati dalam rongganya. (Al-Ahzab: 4) Telah sampai suatu
berita kepada kami bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Zaid ibnu Harisah.
Dibuatkan baginya suatu perumpamaan, bahwa bukanlah anak orang lain itu adalah
anakmu.
Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Qatadah, dan Ibnu Zaid, bahwa ayat ini
diturunkan berkenaan dengan Zaid ibnu Harisah r.a. Pendapat ini sesuai dengan
apa yang telah kami kemukakan di atas.
***********
Firman Allah Swt.:
{ادْعُوهُمْ
لآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ}
Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai)
nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah.
(Al-Ahzab: 5)
Ini adalah perintah yang me-mansukh apa yang biasa berlaku di masa
permulaan Islam yang membolehkan memanggil anak angkat sebagai anak sendiri.
Melalui ayat ini Allah memerintahkan kepada mereka agar mengembalikan nisbat
anak-anak angkat kepada bapaknya masing-masing yang sesungguhnya. Ketentuan ini
merupakan suatu keadilan dan tindakan yang bajik.
قَالَ
الْبُخَارِيُّ، رَحِمَهُ اللَّهُ: حَدَّثَنَا مُعَلى بْنُ أَسَدٍ، حَدَّثَنَا
عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ الْمُخْتَارِ، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عُقْبَةَ قَالَ:
حَدَّثَنِي سَالِمٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ؛ أَنَّ زيدًا بْنَ حَارِثَةَ
مَوْلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، مَا كُنَّا نَدْعُوهُ
إِلَّا زَيْدَ بْنَ مُحَمَّدٍ، حَتَّى نَزَلَ الْقُرْآنُ: {ادْعُوهُمْ لآبَائِهِمْ
هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ}
Imam Bukhari rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Ma'la ibnu Asad, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnul Mukhtar, dari
Musa ibnu Uqbah yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Salim, dari
Abdullah ibnu Umar yang mengatakan bahwa sesungguhnya kami terbiasa memanggil
Zaid ibnu Harisah maula Rasulullah Saw. dengan sebutan Zaid anak Muhammad,
sehingga turunlah firman Allah Swt. yang mengatakan: Panggillah mereka
(anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka;
itulah yang lebih adil pada sisi Allah. (Al-Ahzab: 5)
Imam Muslim, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai mengetengahkannya melalui berbagai
jalur dari Musa ibnu Uqbah dengan sanad yang sama.
Dahulu mereka memperlakukan anak-anak angkat sebagaimana mereka memperlakukan
anak-anak kandung sendiri dalam semua keadaan, misalnya dalam keadaan menyendiri
disamakan dengan mahram dan lain sebagainya. Karena itulah Sahlah binti Suhail
(istri Abu Huzaifah r.a.) bertanya, "Wahai Rasulullah, kami terbiasa memanggil
Salim sebagai anak sendiri, sedangkan Allah telah menurunkan wahyu yang
menjelaskan hukumnya, sesungguhnya dia terbiasa masuk menemuiku, dan
sesungguhnya saya mempunyai perasaan bahwa Abu Huzaifah merasa tidak enak dengan
kebebasannya menemuiku itu." Maka Nabi Saw. bersabda menjawabnya:
"أَرَضِعَيْهِ
تَحْرُمِي عَلَيْهِ"
Susuilah dia, maka engkau menjadi mahramnya!
Setelah adanya pe-nasikh-an hukum ini, maka Allah membolehkan
seseorang mengawini bekas istri anak angkatnya; Rasulullah Saw. mengawini Zainab
binti Jahsy yang telah diceraikan oleh Zaid ibnu Harisah r.a.
Allah Swt. berfirman:
{لِكَيْ
لَا يَكُونَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ حَرَجٌ فِي أَزْوَاجِ أَدْعِيَائِهِمْ إِذَا
قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَرًا}
supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini)
istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah
menyelesaikan keperluannya dari istrinya. (Al-Ahzab: 37)
Allah Swt. telah berfirman di dalam surat An-Nisa tentang mahram:
{وَحَلائِلُ
أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلابِكُمْ}
(dan diharamkan bagimu) mengawini istri-istri anak kandungmu.
(An-Nisa: 23)
Sebagai pengecualian dari istri anak angkat, karena anak angkat bukan berasal
dari sulbi orang yang bersangkutan. Adapun mengenai anak persusuan (rada'), ia
didudukkan sebagaimana anak sulbi menurut hukum syara' melalui hadis Rasulullah
Saw. yang termaktub di dalam kitab Sahihain yang mengatakan:
"حَرِّمُوا
مِنَ الرَّضَاعَةِ مَا يَحْرُمُ مِنَ النَّسَبِ"
Jadikanlah mahram karena persusuan sebagaimana kemahraman yang terjadi
karena nasab (keturunan).
Pengakuan terhadap anak orang lain yang diakui sebagai anak karena
memuliakannya atau karena sayang, hal ini bukan termasuk hal yang dilarang oleh
ayat ini karena berdasarkan apa yang disebutkan dalam sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ahlus Sunan kecuali Imam Turmuzi melalui hadis
Sufyan As-Sauri, dari Salamah ibnu Kahil, dari Al-Hasan Al Urani, dari Ibnu
Abbas r.a. yang menceritakan bahwa kami persilakan anak-anak kecil dari kalangan
Bani Abdul Muttalib menemui Rasulullah Saw. dengan membawa dupa-dupa kami dari
Jama' (Arafah). Dupa-dupa tersebut mengotori paha-paha kami, maka Rasulullah
Saw. bersabda,
"أُبَيْنيّ
لَا تَرْمُوا الْجَمْرَةَ حَتَّى
تَطْلُعَ الشَّمْسُ "
"Hai Anakku, janganlah kamu buang-buang dupa itu sebelum mentari
terbit."
Abu Ubaidah dan lain-lainnya mengatakan bahwa bunayya merupakan bentuk
tasgir dari Ibnun. Hal ini jelas penunjukkan dalilnya, dan peristiwa ini
terjadi pada haji wada' tahun sepuluh hijriah.
Firman Allah Swt.:
{ادْعُوهُمْ
لآبَائِهِمْ}
Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai)
nama bapak-bapak mereka. (Al-Ahzab: 5)
Berkenaan dengan Zaid ibnu Harisah r.a. Dia telah gugur dalam Perang Mu'tah
pada tahun delapan Hijriah.
Juga di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui hadis Abu Uwwanah
Al-Waddah ibnu Abdullah Al-Yasykuri, dari Al-Ja'd Abu Usman Al-Basri, dari Anas
ibnu Malik r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah memanggilnya
dengan sebutan, "Hai Anakku."
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Abu Daud dan Imam Turmuzi.
************
Firman Allah Swt.:
{فَإِنْ
لَمْ تَعْلَمُوا آبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ
وَمَوَالِيكُمْ}
dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah
mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. (Al-Ahzab:
5)
Allah Swt. memerintahkan agar mengembalikan nisbat anak-anak angkat kepada
bapaknya masing-masing yang sesungguhnya, jika bapak-bapak mereka diketahui.
Jika ternyata bapak-bapak mereka (anak-anak angkat itu) tidak diketahui, maka
mereka adalah saudara-saudara seagama dan maula-maula kalian, yakni sebagai
pengganti dari nisbat nasab mereka yang tidak diketahui.
Ada suatu kasus yang terjadi sehubungan dengan masalah ini, yaitu berkenaan
dengan kembalinya Nabi Saw. dari Mekah seusai menunaikan umrah qada, lalu mereka
diikuti oleh anak perempuan Hamzah r.a. yang menyeru, "Hai Paman, hai Paman, aku
ikut!" Maka Ali r.a. menggendongnya dan berkata kepada Fatimah r.a.,
"Peliharalah anak pamanmu ini," lalu Fatimah menggendongnya.
Maka bertengkarlah memperebutkannya Zaid dan Ja'far r.a. mempermasalahkan
siapa yang berhak memeliharanya di antara mereka. Masing-masing pihak
mengemukakan alasannya.
Ali r.a. berkata, "Aku lebih berhak karena dia adalah anak pamanku." Zaid
mengatakan, "Dia adalah anak saudaraku." Ja'far mengatakan, "Dia anak perempuan
pamanku dan bibinya menjadi istriku," yakni Asma binti Umais. Maka Nabi Saw.
memutuskan bahwa anak perempuan Hamzah r.a. harus berada di bawah asuhan
bibinya, dan Nabi Saw. bersabda:
"الْخَالَةُ
بِمَنْزِلَةِ الْأُمِّ". وقال لعلي: "أنت مني، وأنا منك". وقال لجعفر: "أشبهت
خَلْقي وخُلُقي". وقال لزيد: "أنت أَخُونَا وَمَوْلَانَا"
Bibi sama kedudukannya dengan ibu. Kemudian Nabi Saw. bersabda kepada
Ali: Engkau termasuk keluargaku, dan aku termasuk keluargamu. Kepada
Ja'far r.a. Nabi Saw. bersabda: Rupa dan akhlakmu menyerupaiku. Dan
kepada Zaid ibnu Harisah, Nabi Saw. bersabda: Engkau adalah saudara kami dan
maula kami.
Di dalam hadis ini tersimpulkan banyak hukum yang terbaik ialah bahwa Nabi
Saw. memutuskan perkara yang hak dan membuat masing-masing dari pihak yang
bersengketa merasa puas.
Beliau Saw. bersabda kepada Zaid ibnu Harisah r.a.: Engkau adalah saudara
kami dan maula kami. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan
maula-maulamu. (Al-Ahzab: 5)
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Ibrahim,
telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, dari Uyaynah ibnu Abdur Rahman,
dari ayahnya yang menceritakan bahwa Abu Bakar r.a. pernah mengatakan sehubungan
dengan makna firman-Nya: Panggillah mereka (anak-anak angkat itu)
dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada
sisi Allah; dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka
(panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu.
(Al-Ahzab: 5) "Aku termasuk orang yang tidak diketahui bapaknya, maka aku
termasuk saudara-saudara seagama kalian." Ayahku (si perawi yakni Abdur Rahman)
mengatakan, "Demi Allah, sesungguhnya aku merasa yakin seandainya Abu Bakar
mengetahui bahwa ayahnya adalah keledai, niscaya dia menisbatkan dirinya kepada
keledai itu."
Di dalam sebuah hadis disebutkan:
مَنِ
ادَّعَى لِغَيْرِ أَبِيهِ، وَهُوَ يَعْلَمُهُ، كَفَرَ
Tiada seorang lelaki pun yang menisbatkan dirinya kepada bukan ayahnya
sendiri, sedangkan dia mengetahuinya, melainkan ia kafir.
Ini merupakan kecaman dan peringatan yang keras ditujukan terhadap orang yang
melepaskan dirinya dari nasabnya yang telah dimaklumi. Karena itu Allah Swt.
menyebutkan dalam firman-Nya: Panggillah mereka (anak-anak angkat itu)
dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada
sisi Allah; dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka
(panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu.
(Al-Ahzab: 5)
********
Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَلَيْسَ
عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ}
Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya.
(Al-Ahzab: 5)
Apabila kalian menisbatkan sebagian dari mereka bukan kepada ayah yang
sebenarnya karena keliru sesudah berijtihad dan berusaha sebisamu, maka
sesungguhnya Allah Swt. menghapuskan dosa kekeliruan itu, sebagaimana yang
ditunjukkan oleh-Nya melalui firman-Nya yang memerintahkan kepada
hamba-hamba-Nya agar dalam doanya mereka mengucapkan:
{رَبَّنَا
لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا}
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami
tersalah. (Al-Baqarah: 286)
Di dalam hadis sahih Muslim disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda:
"قَالَ
اللَّهُ: قَدْ فَعَلْتُ"
Allah Swt. berfirman (menjawab doa tersebut), "Kami
luluskan.”
Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan melalui Amr ibnul As r.a. yang
menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِذَا
اجْتَهَدَ الْحَاكِمُ فَأَصَابَ، فَلَهُ أَجْرَانِ، وَإِنِ اجْتَهَدَ فَأَخْطَأَ،
فَلَهُ أَجْرٌ"
Apabila seorang hakim berijtihad dan ternyata benar, maka dia memperoleh
dua pahala. Dan apabila ia berijtihad dan ternyata keliru, maka baginya satu
pahala.
Di dalam hadis lain disebutkan:
"إِنَّ
اللَّهَ رَفَعَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ، وَمَا
يُكرَهُون عَلَيْهِ"
Sesungguhnya Allah Swt. telah memaafkan dari umatku perbuatan keliru,
lupa, dan melakukan perbuatan yang dipaksakan kepada mereka.
Dan firman Allah Swt. dalam surat ini:
{وَلَيْسَ
عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ
وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا}
Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi
(yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Ahzab: 5)
Yakni sesungguhnya yang dinilai dosa itu ialah melakukan perbuatan yang batil
dengan sengaja, sebagaimana yang disebutkan pula oleh firman-Nya dalam ayat yang
lain, yaitu:
لَا
يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَكِنْ
يُؤَاخِذُكُمْ
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud
(untuk bersumpah). (Al-Maidah: 89), hingga akhir ayat.
Di dalam hadis terdahulu telah disebutkan:
"مَنِ
ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ، وَهُوَ يَعْلَمُهُ، إِلَّا كَفَرَ"
Tiada seorang pun yang menisbatkan dirinya bukan kepada bapaknya sendiri,
sedangkan dia mengetahuinya, melainkan ia telah kafir.
Di dalam suatu ayat Al-Qur'an yang telah di-mansukh pernah
disebutkan:
"فَإِنَّ
كُفْرًا بِكُمْ أَنْ تَرْغَبُوا عَنْ آبَائِكُمْ"
bahwa sesungguhnya merupakan suatu kekufuran bagi kalian jika kalian membenci
bapak-bapak kalian.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمَر، عَنِ
الزُّهْرِيِّ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ بْنِ
مَسْعُودٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنْ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ: بَعَثَ اللَّهُ
مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْحَقِّ، وَأَنْزَلَ مَعَهُ
الْكِتَابَ، فَكَانَ فِيمَا أَنْزَلَ عَلَيْهِ آيَةُ الرَّجْمِ، فَرَجَمَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَرَجَمْنَا بَعْدَهُ. ثُمَّ قَالَ:
قَدْ كُنَّا نَقْرَأُ: "وَلَا تَرْغَبُوا عَنْ آبَائِكُمْ [فَإِنَّهُ كُفْرٌ بِكُمْ
-أَوْ: إِنَّ كُفْرًا بِكُمْ -أَنْ تَرْغَبُوا عَنْ آبَائِكُمْ] ، وَإِنَّ رسول
الله صلى الله عليه وسلم قال: "لَا تُطْرُونِي [كَمَا أُطْرِيَ] عِيسَى بْنُ
مَرْيَمَ، فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ، فَقُولُوا: عَبْدُهُ
وَرَسُولُهُ".
وَرُبَّمَا
قَالَ مَعْمَر: "كَمَا أَطَرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah
menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Ubaidillah ibnu Abdullah
ibnu Atabah ibnu Mas'ud, dari Ibnu Abbas, dari Umar r.a. yang mengatakan,
"Sesungguhnya Allah Swt. mengutus Muhammad dengan sebenarnya dan menurunkan
kepadanya Al-Qur'an, dan termasuk di antara ayat Al-Qur'an ialah ayat yang
mengenai hukum rajam. Rasulullah Saw. memberlakukan hukum rajam, dan kami pun
melakukannya pula sesudahnya." Kemudian Umar r.a. mengatakan, "Dahulu kami
sering membaca ayat ini (yang telah di-mansukh)," yaitu: Janganlah kalian
membenci bapak-bapak kalian, karena sesungguhnya merupakan suatu kekufuran bagi
kalian bila kalian membenci bapak-bapak kalian sendiri. Dan Rasulullah Saw.
pernah bersabda: Janganlah kalian menyanjung-nyanjung diriku sebagaimana Isa
putra Maryam disanjung-sanjung (oleh kaum Nasrani), karena sesungguhnya
aku ini hanyalah hamba Allah, maka sebutlah oleh kalian, "Hamba Allah dan
rasul-Nya.”
Adakalanya Ma'mar (si perawi) mengatakan, "Sebagaimana kaum Nasrani
menyanjung-nyanjung Isa Putra Maryam."
Dalam hadis lain disebutkan:
"ثَلَاثٌ
فِي النَّاسِ كُفْرٌ: الطَّعْن فِي النَّسبَ، والنيِّاحة عَلَى الْمَيِّتِ،
والاستسقاء بالنجوم"
Ada tiga perkara bagi manusia merupakan kekufuran, yaitu mencela nasab
(keturunan), melakukan niyahah (tangisan ala Jahiliah) karena
ditinggal mati, dan meminta hujan kepada bintang-bintang.