Tafsir Surat An-Nur, ayat 31
{وَقُلْ
لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا
يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ
عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ
آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ
بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي
أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ
التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الإرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ
لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ
لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا
أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (31) }
Katakanlah kepada wanita yang beriman,
"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan
kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada
suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka,
atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putra-putra
saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau
wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan
laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak
yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan
kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu
sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kalian
beruntung.
Ini adalah perintah dari Allah Swt., ditujukan kepada kaum wanita mukmin,
sebagai pembelaan Allah buat suami-suami mereka yang terdiri dari
hamba-hamba-Nya yang beriman, serta untuk membedakan wanita-wanita yang beriman
dari ciri khas wanita Jahiliah dan perbuatan wanita-wanita musyrik.
Disebutkan bahwa latar belakang turunnya ayat ini seperti yang disebutkan
oleh Muqatil ibnu Hayyan, telah sampai kepada kami bahwa Jabir ibnu Abdullah
Al-Ansari pernah menceritakan bahwa Asma binti Marsad mempunyai warung di
perkampungan Bani Harisah, maka kaum wanita mondar-mandir memasuki warungnya
tanpa memakai kain sarung sehingga perhiasan gelang kaki mereka kelihatan dan
dada mereka serta rambut depan mereka kelihatan. Maka berkatalah Asma, "Alangkah
buruknya pakaian ini." Maka Allah menurunkan firman-Nya: Katakanlah kepada
wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya.” (An-Nur: 31),
hingga akhir ayat.
Adapun firman Allah Swt.:
{وَقُلْ
لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ}
Katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan
pandangannya.” (An-Nur: 31)
Yakni dari apa yang diharamkan oleh Allah bagi mereka, yaitu memandang kepada
selain suami mereka. Karena itulah kebanyakan ulama berpendapat bahwa wanita
tidak boleh memandang lelaki lain yang bukan mahramnya, baik dengan pandangan
berahi ataupun tidak, secara prinsip.
Sebagian besar dari mereka berdalilkan kepada sebuah hadis yang diriwayatkan
oleh Abu Daud dan Imam Turmuzi melalui hadis Az-Zuhri dari Nabhan maula Ummu
Salamah yang menceritakan kepadanya bahwa Ummu Salamah pernah bercerita
kepadanya bahwa pada suatu hari dia dan Maimunah berada di hadapan Rasulullah
Saw. Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, "Ketika kami dalam keadaan demikian,
tiba-tiba datanglah Ibnu Ummi Maktum. Ibnu Ummi Maktum masuk menemui Rasulullah.
Kejadian ini sesudah Rasulullah Saw. memerintahkan kepada kami agar berhijab.
Maka Rasulullah Saw. bersabda:
"احْتَجِبَا
مِنْهُ"
'Berhijablah kamu berdua darinya!'
Maka saya (Ummu Salamah) bertanya, 'Wahai Rasulullah, bukankah dia buta tidak
dapat melihat kami dan tidak pula mengetahui kami?' maka Rasulullah Saw.
bersabda:
"أَوَ
عَمْيَاوَانِ أَنْتُمَا؟ أَلَسْتُمَا تُبْصِرَانِهِ"
'Apakah kamu berdua juga buta? Bukankah kamu berdua dapat
melihatnya?'.”
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
Ulama lainnya berpendapat bahwa kaum wanita diperbolehkan memandang lelaki
lain tanpa berahi. Seperti yang disebutkan di dalam kitab sahih, bahwa
Rasulullah Saw. menyaksikan orang-orang Habsyah sedang memainkan atraksi dengan
tombak mereka di hari raya di dalam masjid, sedangkan Aisyah Ummul Mu’minin
menyaksikan pertunjukan mereka dari balik tubuh Nabi Saw., dan Nabi Saw.
menutupinya dari pandangan mereka hingga Aisyah bosan, lalu pulang.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَيَحْفَظْنَ
فُرُوجَهُنَّ}
dan memelihara kemaluannya. (An-Nur: 31)
Sa'id ibnu Jubair mengatakan, maksudnya yaitu memelihara kemaluannya dari
perbuatan keji.
Menurut Qatadah dan Sufyan, dari perbuatan yang tidak dihalalkan baginya.
Sedangkan menurut Muqatil, dari perbuatan zina.
Abul Aliyah mengatakan bahwa semua ayat Al-Qur'an yang menyebutkan perintah
memelihara kemaluan maksudnya adalah memeliharanya dari perbuatan zina, kecuali
ayat ini yang mengatakan: dan memelihara kemaluannya. (An-Nur: 31) Yang
dimaksud ialah agar jangan sampai kelihatan oleh seorang pun.
Firman Allah Swt.:
{وَلا
يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا}
dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa)
tampak darinya. (An-Nur: 31)
Yaitu janganlah mereka menampakkan sesuatu dari perhiasannya kepada lelaki
lain, kecuali apa yang tidak bisa disembunyikan.
Menurut Ibnu Mas'ud, hal yang dimaksud adalah seperti kain selendang dan
pakaiannya; yakni sesuai dengan pakaian tradisi kaum wanita Arab yang menutupi
seluruh tubuhnya, sedangkan bagian bawah pakaian yang kelihatan tidaklah berdosa
baginya bila menampakkannya, sebab bagian ini tidak dapat disembunyikan. Hal
yang sama berlaku pula pada pakaian wanita lainnya yang bagian bawah kainnya
kelihatan karena tidak dapat ditutupi. Pendapat yang sama dikatakan oleh
Al-Hasan, Ibnu Sirin, Abul Jauza, Ibrahim An-Nakha'i dan lain-lainnya.
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna firman-Nya: dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak darinya, (An-Nur: 31) Yakni
wajahnya, kedua telapak tangannya, dan cincinnya.
Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Ibnu Umar, Ata, Ikrimah, Sa'id ibnu
Jubair, Abusy Sya'sa, Ad-Dahhak, dan Ibrahim An-Nakha'i serta lain-lainnya.
Pendapat ini dapat dijadikan tafsir terhadap pengertian perhiasan yang
dilarang bagi kaum wanita menampakkannya, seperti apa yang dikatakan oleh Abu
Ishaq As-Subai'i, dari Abul Ahwas, dari Abdullah sehubungan dengan makna
firman-Nya: dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya. (An-Nur: 31)
Yaitu anting-anting, kalung, gelang tangan, dan gelang kaki.
Menurut riwayat lain yang bersumber dari Ibnu Mas'ud dalam sanad yang sama,
perhiasan itu ada dua macam, yaitu perhiasan yang tidak boleh diperlihatkan
kecuali hanya kepada suami, seperti cincin dan gelang. Dan perhiasan yang boleh
terlihat oleh lelaki lain, yaitu bagian luar dari pakaiannya.
Az-Zuhri mengatakan bahwa tidak boleh ditampakkan kepada mereka yang
disebutkan nama-namanya oleh Allah Swt. selain gelang, kerudung dan
anting-anting tanpa membukanya. Adapun bagi orang lain secara umum, maka tidak
boleh ada yang tampak dari perhiasannya kecuali hanya cincin.
Malik telah meriwayatkan dari Az-Zuhri sehubungan dengan makna firman-Nya:
kecuali yang (biasa) tampak darinya. (An-Nur: 31) Yakni cincin dan
gelang kaki.
Dapat pula dikatakan bahwa Ibnu Abbas dan para pengikutnya bermaksud dengan
tafsir firman-Nya yang mengatakan, "Kecuali apa yang biasa tampak darinya,"
adalah wajah dan kedua telapak tangan.
Pendapat inilah yang terkenal di kalangan jumhur ulama. Hal ini diperkuat
oleh sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud di dalam kitab sunannya,
bahwa telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Ka'b Al-Intaki dan Muammal
ibnul Fadl Al-Harrani; keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami
Al-Walid, dari Sa'id ibnu Basyir, dari Qatadah, dari Khalid ibnu Duraik, dari
Aisyah r.a., bahwa Asma binti Abu Bakar masuk ke dalam rumah Nabi Saw. dengan
memakai pakaian yang tipis (cekak) Maka Nabi Saw. memalingkan muka darinya
seraya bersabda:
"يَا
أَسْمَاءُ، إن المرأة إذا بلغت المحيض لم يَصْلُحْ
أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا هَذَا" وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ
وَكَفَّيْهِ
Hai Asma, sesungguhnya wanita itu apabila telah berusia balig, tidak boleh
ada yang terlihat dari tubuhnya kecuali hanya ini. Nabi Saw. bersabda
demikian seraya mengisyaratkan ke arah wajah dan kedua telapak tangannya.
Akan tetapi, Abu Daud dan Abu Hatim Ar-Razi mengatakan bahwa hadis ini
mursal karena Khalid ibnu Duraik belum pernah mendengar dari Siti Aisyah
r.a.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَلْيَضْرِبْنَ
بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ}
Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya. (An-Nur:
31)
Yakni kain kerudung yang panjang agar dapat menutupi dada dan bagian
sekitarnya, agar berbeda dengan pakaian wanita Jahiliah. Karena sesungguhnya
wanita Jahiliah tidak berpakaian seperti ini, bahkan seseorang dari mereka lewat
di hadapan laki-laki dengan membusungkan dadanya tanpa ditutupi oleh sehelai
kain pun. Adakalanya pula menampakkan lehernya dan rambut yang ada di dekat
telinganya serta anting-antingnya. Maka Allah memerintahkan kepada wanita yang
beriman agar menutupi seluruh tubuhnya, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt.
dalam ayat yang lain melalui firman-Nya:
{يَا
أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ
يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا
يُؤْذَيْنَ}
Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan
istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena
itu mereka tidak diganggu. (Al-Ahzab: 59)
Dan dalam ayat berikut ini Allah Swt. berfirman:
{وَلْيَضْرِبْنَ
بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ}
Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudungnya ke dadanya. (An-Nur:
31)
Al-khumur adalah bentuk jamak dari khimar, artinya kain
kerudung yang dipakai untuk menutupi kepala; dikenal pula dengan sebutan
muqani'.
Sa'id ibnu Jubair telah mengatakan sehubungan dengan makna firmannya: Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kerudungnya ke dadanya. (An-Nur: 31)
Maksudnya, menutupi bagian leher dan dadanya; maka tidak boleh ada sesuatu pun
dari bagian tersebut yang tampak.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Syabib,
telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Yunus, dari ibnu Syihab, dari Urwah,
dari Aisysah r.a. yang mengatakan, "Semoga Allah merahmati kaum wanita Muhajirin
pertama. Ketika Allah menurunkan firman-Nya: 'Dan hendaklah mereka menutupkan
kain kerudungnya ke dadanya.' (An-Nur: 31) maka mereka membelah kain
sarinya, lalu mereka jadikan sebagai kerudung."
Imam Bukhari mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah
menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Nafi', dari Al-Hasan ibnu Muslim, dari
Safiyyah binti Syaibah, bahwa Aisyah r.a. pernah mengatakan bahwa ketika ayat
ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Dan hendaklah mereka menutupkan kain
kerudungnya ke dadanya. (Ah-Nur: 31) Maka mereka melepaskan kain sarungnya,
lalu mereka robek dari pinggirnya, kemudian robekan itu mereka jadikan kain
kerudung (pada saat itu juga).
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdullah ibnu Yunus, telah menceritakan
kepadaku Az-Zunji ibnu Khalid, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu
Usman ibnu Khaisam, dari Safiyyah binti Syaibah yang menceritakan, "Ketika kami
sedang berada di rumah Aisyah, dan kami memperbincangkan tentang wanita Quraisy
serta keutamaan mereka; maka Siti Aisyah berkata, "Sesungguhnya kaum wanita
Quraisy memang mempunyai suatu keutamaan, dan sesungguhnya demi Allah, aku belum
pernah melihat wanita yang lebih utama daripada wanita Ansar dalam hal keimanan
dan kepercayaannya kepada kitabullah dan wahyu yang diturunkan.
Sesungguhnya ketika diturunkan firman-Nya: Dan hendaklah mereka menutupkan
kain kerudungnya ke dadanya. (An-Nur: 31) Maka kaum lelaki mereka berbalik
kepada kaum wanitanya seraya membacakan kepada mereka apa yang baru diturunkan
oleh Allah Swt. Seorang lelaki dari mereka membacakannya kepada istrinya, anak
perempuannya, saudara perempuannya, dan kaum kerabatnya yang wanita. Sehingga
tiada seorang wanita pun melainkan bangkit melepaskan kain sarinya, lalu
dipakainya sebagai kerudung karena membenarkan dan iman kepada wahyu dari Allah
Swt. yang baru diturunkan. Sehingga mereka di belakang Rasulullah memakai
kerudung semua, seakan-akan pada kepala mereka terdapat burung gagak'."
Imam Abu Daud meriwayatkan hadis ini melalui jalur lain dari Safiyyah binti
Syaibah dengan sanad yang sama.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, bahwa Qurrah ibnu Abdur Rahman pernah
menceritakan kepadanya dari Ibnu Syihab, dari Urwah, dari Aisyah yang mengatakan
bahwa semoga Allah merahmati kaum wanita Muhajirin pertama, ketika Allah
menurunkan firman-Nya: Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudungnya ke
dadanya. (An-Nur: 31) Maka mereka membelah kain sari mereka, lalu mereka
jadikan sebagi kerudungnya. Abu Daud telah meriwayatkannya melalui hadis Ibnu
Wahb dengan sanad yang sama.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَلا
يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا لِبُعُولَتِهِنَّ}
dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka.
(An-Nur: 31)
Ba'lun yang bentuk jamaknya adalah bu'ul artinya suami.
{أَوْ
آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ
بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي
أَخَوَاتِهِنَّ}
atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau
putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau
putra-putra saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara-saudara
perempuan mereka. (An-Nur: 31)
Mereka yang disebutkan di atas adalah mahram wanita, mereka diperbolehkan
memperlihatkan perhiasannya kepada orang-orang tersebut, tetapi bukan dengan
cara tabarrujj.
Ibnul Munzir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Harun,
telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan
kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, telah
menceritakan kepada kami Daud, dari Asy-Sya'bu, dari Ikrimah sehubungan dengan
makna ayat ini, yaitu firman-Nya: dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka atau ayah suami
mereka. (An-Nur: 31), hingga akhir ayat. Lalu ia berkata bahwa Allah Swt.
tidak menyebutkan paman dari pihak ayah, tidak pula paman dari pihak ibu; karena
keduanya dinisbatkan kepada anak keduanya. Untuk itu seorang wanita tidak boleh
meletakkan kain kerudungnya di hadapan pamannya, baik dari pihak ayah maupun
dari pihak ibu. Demikian itu karena dikhawatirkan keduanya akan menggambarkan
keadaannya kepada anak-anak keduanya.
Adapun terhadap suami, sesungguhnya hal tersebut hanyalah untuk suaminya.
Karena itu, seorang wanita dianjurkan merias dan mempercantik dirinya di hadapan
suaminya, yang hal seperti itu tidak boleh dilakukannya di hadapan lelaki
lain.
*******************
Firman Allah Swt.:
{أَوْ
نِسَائِهِنَّ}
atau wanita-wanita Islam. (An-Nur: 31)
Yakni seorang wanita diperbolehkan menampakkan perhiasannya kepada wanita
muslimat, bukan wanita kafir Ummi agar mereka tidak menceritakan keadaan
kaum wanita muslimat kepada kaum laki-laki mereka. Perbuatan ini sekalipun
dilarang terhadap semua wanita, hanya terhadap wanita kafir zimmi lebih berat
larangannya, mengingat tiada suatu norma pun yang melarang mereka untuk
menceritakan hal tersebut. Adapun wanita muslimah, sesungguhnya ia mengetahui
bahwa perbuatan menceritakan perihal wanita lain (kepada lelaki) adalah haram
sehingga ia menahan dirinya dari melakukan hal tersebut. Rasulullah Saw. telah
bersabda:
"لَا
تُبَاشِرُ المرأةَ المرأةَ، تَنْعَتُهَا لِزَوْجِهَا كَأَنَّهُ يَنْظُرُ
إِلَيْهَا"
Janganlah seorang wanita menceritakan (menggambarkan) keadaan
wanita lain kepada suaminya, (hingga) seakan-akan suaminya memandang ke
arahnya.
Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab sahihnya
masing-masing melalui Ibnu Mas'ud.
Sa'id ibnu Mansur telah meriwayatkan di dalam kitab sunannya, telah
menceritakan kepada kami Isma'il ibnu Ayyasy, dari Hisyam ibnul Gazi, dari
Ubadah ibnu Nissi, dari ayahnya, dari Al-Haris ibnu Qais, bahwa Khalifah Umar
menulis surat kepada Abu Ubaidah yang isinya sebagai berikut: Amma Ba'du,
sesungguhnya telah sampai berita kepadaku yang mengatakan bahwa sebagian
dari kaum wanita muslimat sering memasuki tempat mandi sauna bersama
wanita-wanita musyrik, dan hal itu terjadi di daerah wewenangmu. Maka tidak
dihalalkan bagi wanita yang beriman kepada Allah dan hari kemudian
memperlihatkan auratnya kepada wanita lain kecuali wanita yang seagama
dengannya.
Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: atau
wanita-wanita Islam. (An-Nur: 31) Yakni kaum wanita muslimat, bukan kaum
wanita musyrik. Wanita muslimat tidak diperbolehkan memperlihatkan auratnya di
hadapan wanita musyrik.
Abdullah telah meriwayatkan di dalam kitab tafsirnya dari Al-Kalbi, dari Abu
Saleh, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: atau wanita-wanita
Islam. (An-Nur: 31) Yaitu kaum wanita muslimat; wanita muslimat tidak boleh
menampakkan perhiasannya kepada wanita Yahudi, juga kepada wanita Nasrani.
Perhiasan yang dimaksud ialah bagian leher, anting-anting, bagian yang ditutupi
oleh kain kerudung, dan anggota lainnya yang tidak halal dilihat kecuali hanya
oleh mahramnya.
Sa'id telah meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Lais,
dari Mujahid yang mengatakan bahwa wanita muslimat tidak boleh menanggalkan kain
kerudungnya di hadapan wanita musyrik, karena Allah Swt. telah berfirman:
atau wanita-wanita Islam. (An-N ur:31) Sedangkan wanita musyrik bukan
termasuk mereka.
Telah diriwayatkan dari Makhul dan Ubadah ibnu Nissi, bahwa keduanya telah
menghukumi makruh bila ada wanita Nasrani, wanita Yahudi, dan wanita Majusi
menyambut wanita muslimat.
Adapun mengenai apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, telah
menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Abu
Umair, telah menceritakan kepada kami Damrah, bahwa Ata telah meriwayatkan dari
ayahnya yang mengatakan bahwa ketika Rasulullah Saw. tiba di Baitul Maqdis, maka
yang menyambut kedatangan istri-istri Rasulullah Saw. adalah wanita-wanita
Yahudi dan Nasrani. Riwayat ini jika sahih, maka ditakwilkan karena keadaan
darurat, atau dianggap sebagai suatu pekerjaan, kemudian dalam peristiwa
tersebut tidak ada aurat yang terbuka, dan hal itu merupakan suatu keharusan
yang tidak dapat dielakkan. Hanya Allah Yang Maha Mengetahui.
*******************
Firman Allah Swt.:
{أَوْ
مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ}
atau budak-budak yang mereka miliki. (An-Nur: 31)
Ibnu Jarir mengatakan, yang dimaksud adalah budak perempuan yang musyrik.
Dalam kasus ini wanita muslimat diperbolehkan memperlihatkan perhiasannya kepada
budak-budak perempuannya, sekalipun mereka musyrik, karena mereka adalah
budaknya. Demikianlah menurut pendapat yang dianut oleh Sa'id ibnul Musayyab.
Tetapi menurut kebanyakan ulama, bahkan wanita muslimat diperbolehkan
memperlihatkan perhiasannya kepada budak-budaknya, baik yang laki-laki maupun
yang perempuan. Mereka mengatakan demikian dengan berdalilkan sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Abu Daud yang mengatakan:
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ عِيسَى، حَدَّثَنَا أَبُو جُمَيْعٍ سَالِمُ بْنُ دِينَارٍ، عَنْ
ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَى
فَاطِمَةَ بِعَبْدٍ قَدْ وَهَبَهُ لَهَا. قَالَ: وَعَلَى فَاطِمَةَ ثَوْبٌ إِذَا
قَنَّعت بِهِ رَأْسَهَا لَمْ يَبْلُغْ رِجْلَيْهَا، وَإِذَا غَطَّتْ بِهِ
رِجْلَيْهَا لَمْ يَبْلُغْ رَأْسَهَا، فَلَمَّا رَأَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا تَلْقَى قَالَ: "إِنَّهُ لَيْسَ عَلَيْكِ بَأْسٌ، إِنَّمَا
هُوَ أَبُوكِ وَغُلَامُكِ"
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Isa, telah menceritakan kepada
kami Abu Jami' Salim ibnu Dinar, dari Sabit, dari Anas, bahwa Nabi Saw. datang
kepada Fatimah dengan membawa seorang budak laki-laki yang telah diberikan
kepadanya. Sedangkan saat itu Fatimah memakai pakaian yang apabila digunakan
untuk menutupi kepalanya, maka bagian kedua kakinya tidak tertutupi semua; dan
apabila digunakan untuk menutupi kedua kakinya, maka bagian kepalanya tidak
tertutupi. Ketika Nabi Saw. melihat keadaan Fatimah kebingungan, maka beliau
bersabda: Sesungguhnya tidak mengapa bagimu (berpakaian seperti itu)
karena yang datang hanyalah ayahmu dan budakmu.
Al-Hafiz ibnu Asakir menyebutkan di dalam kitab tarikhnya mengenai biografi
Khudaij Al-Himsi maula Mu'awiyah, bahwa Abdullah ibnu Mas'adah Al-Fazzari adalah
seorang budak yang berkulit sangat hitam; dia adalah seorang budak yang
dihadiahkan oleh Nabi Saw. kepada putrinya Siti Fatimah, lalu Siti Fatimah
memeliharanya dan memerdekakannya. Kemudian sesudah itu ia melakukan perang
tanding dengan Mu'awiyah dalam Perang Siffin; dia adalah orang yang paling keras
dalam membela Ali ibnu Abu Talib r.a.
وَقَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَة، عَنِ الزُّهْرِيِّ،
عَنْ نَبْهَان، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ، ذَكَرَتْ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِذَا كَانَ لِإِحْدَاكُنَّ مُكَاتَب، وَكَانَ
لَهُ مَا يُؤَدِّي، فَلْتَحْتَجِبْ مِنْهُ".
Imam Ahmad meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah,
dari Az-Zuhri, dari Nabhan, dari Ummu Salamah yang mengatakan bahwa Rasulullah
Saw. pernah bersabda: Apabila salah seorang di antara kamu (hai kaum
wanita) mempunyai budak yang mukatab, dan dia mempunyai kemampuan untuk
melunasi transaksi kitabahnya, maka hendaklah kamu berhijab darinya.
Imam Abu Daud meriwayatkannya melalui Musaddad, dari Sufyan As-Sauri dengan
sanad yang sama.
*******************
Firman Allah Swt.:
{أَوِ
التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الإرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ}
atau pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap
wanita). (An-Nur: 31)
Yakni seperti orang-orang sewaan dan para pelayan yang tidak sepadan. Selain
dari itu akal mereka kurang dan lemah, tiada keinginan terhadap wanita pada diri
mereka dan tidak pula berselera terhadap wanita.
Ibnu Abbas mengatakan, yang dimaksud adalah lelaki dungu yang tidak mempunyai
nafsu syahwat.
Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud adalah lelaki yang tolol.
Sedangkan menurut Ikrimah, yang dimaksud adalah laki-laki banci yang
kemaluannya tidak dapat berereksi. Hal yang sama dikatakan oleh bukan hanya
seorang dari kalangan ulama Salaf.
Di dalam kitab sahih disebutkan melalui hadis Az-Zuhri, dari Urwah, dari
Aisyah, bahwa dahulu ada seorang lelaki banci yang biasa masuk menemui istri
Rasulullah Saw. dan mereka menganggapnya termasuk orang lelaki yang tidak
mempunyai keinginan terhadap wanita. Pada suatu hari Nabi Saw. masuk ke dalam
rumahnya, sedangkan lelaki tersebut sedang menggambarkan perihal seorang wanita.
Lelaki itu mengatakan bahwa wanita tersebut apabila datang, maka melangkah
dengan langkah yang lemah gemulai; dan apabila pergi, ia melangkah dengan lemah
gemulai disertai dengan goyangan pantatnya. Maka Rasulullah Saw. bersabda:
"أَلَا
أَرَى هَذَا يَعْلَمُ مَا هَاهُنَا، لَا يدخلَنّ عليكُنَ"
Bukankah kulihat orang ini mengetahui apa yang ada di sini? Jangan biarkan
orang ini masuk menemui kalian!
Maka Rasulullah Saw. mengusir lelaki itu, kemudian lelaki itu tinggal di
padang sahara, ia masuk (ke dalam kota) setiap hari Jumat untuk mengemis meminta
makanan.
Imam Ahmad meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah
menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Zainab binti Abu
Salamah, dari Ummu Salamah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. masuk ke dalam
rumahnya, sedangkan saat itu di hadapan Ummu Salamah terdapat seorang lelaki
banci, juga Abdullah ibnu Abu Umayyah (saudara laki-laki Ummu Salamah). Lelaki
banci itu berkata, "Hai Abdullah, jika Allah memberikan kemenangan kepadamu atas
negeri (kota) Taif besok, maka boyonglah anak perempuan Gailan. Karena
sesungguhnya dia bila datang menghadap melangkah dengan langkah yang lemah
gemulai, dan bila pergi, ia melangkah dengan lemah gemulai disertai dengan
goyangan pantatnya." Perkataannya itu terdengar oleh Rasulullah Saw. maka beliau
bersabda kepada Ummu Salamah:
"لَا
يَدْخُلَنَّ هَذَا عَلَيْكِ".
Jangan biarkan orang ini masuk menemuimu!
hadis ini diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab
Sahihain, melalui hadis Hisyam ibnu 'Urwah.
Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq,
telah menceritakan kepada kami Ma'mar dari Az-Zuhri, dari Urwah ibnuz Zubair,
dari Aisyah r.a. yang telah menceritakan: Dahulu ada seorang waria biasa menemui
istri-istri Nabi Saw. dan mereka menganggapnya termasuk orang-orang yang tidak
mempunyai keinginan kepada wanita. Kemudian Nabi Saw. masuk sedang waria itu
berada pada salah seorang dari istri-istrinya sedang menceritakan perihal
seorang wanita seraya mengatakan, "Bahwa sesungguhnya dia kalau datang
seakan-akan datang dengan memperlihatkan empat anggota tubuhnya dan bila pergi
seakan-akan pergi dengan memperlihatkan kedelapan anggota tubuhnya." Maka Nabi
Saw. bersabda:
"أَلَا
أَرَى هَذَا يَعْلَمُ مَا هَاهُنَا؟ لَا يدخلَنَّ عَلَيْكُمْ هَذَا"
Ingatlah, menurutku orang ini mengetahui apa yang ada di sana, jangan
biarkan orang ini masuk menemuimu lagi!
Maka mereka menghalanginya (untuk masuk).
Imam Muslim, Imam Abu Daud, dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui Abdur
Razzaq dengan sanad yang sama dari Ummu Salamah:
*******************
Firman Allah Swt.:
{أَوِ
الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ}
atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. (An-Nur:
31)
Yakni anak-anak kecil mereka yang masih belum mengerti keadaan wanita dan
aurat mereka seperti perkataannya yang lemah lembut lagi merdu,
lenggak-lenggoknya dalam berjalan, gerak-gerik, dan sikapnya. Apabila anak
lelaki kecil masih belum memahami hal tersebut, maka ia boleh masuk menemui
wanita.
Adapun jika seorang anak lelaki menginjak masa pubernya atau dekat usia
pubernya yang telah mengenal hal tersebut dan ia dapat membedakan wanita yang
jelek dan wanita yang cantik, maka tidak diperkenankan lagi baginya masuk
menemui wanita (lain).
Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan sebuah hadis dari Rasulullah
Saw. yang telah bersabda:
"إِيَّاكُمْ
وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ". قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَفَرَأَيْتَ
الحَمْو؟ قَالَ: "الحَمْو الْمَوْتُ"
"Janganlah kalian masuk menemui wanita.” Dikatakan, "Wahai Rasulullah,
bagaimanakah pendapatmu tentang (masuk menemui) saudara ipar?” Rasulullah Saw.
menjawab, "(Masuk menemui) saudara ipar artinya maut.”
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَلا
يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ}
Dan janganlah mereka memukulkan kakinya. (An-Nur: 31), hingga akhir
ayat.
Di masa Jahiliah bila seorang wanita berjalan di jalan, sedangkan ia memakai
gelang kaki; jika tidak ada laki-laki yang melihat dirinya, ia memukul-mukulkan
kakinya ke tanah sehingga kaum lelaki mendengar suara keroncongan gelangnya
(dengan maksud menarik perhatian mereka). Maka Allah melarang kaum wanita mukmin
melakukan hal semacam itu. Demikian pula halnya bila seseorang wanita memakai
perhiasan lainnya yang tidak kelihatan, bila digerakkan akan menimbulkan suara
dan dapat menarik perhatian lawan jenisnya; hal ini pun termasuk ke dalam apa
yang dilarang oleh Allah Swt. dalam firman-Nya: Dan janganlah mereka
memukulkan kakinya. (An-Nur: 31), hingga akhir ayat.
Termasuk ke dalam apa yang dilarang ialah memakai parfum bila keluar rumah,
sebab kaum laki-laki akan mencium baunya.
Abu Isa At-Tirmizi mengatakan:
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ القَّطَّان، عَنْ
ثَابِتِ بْنِ عُمَارة الْحَنَفِيِّ، عَنْ غُنَيْم بْنِ قَيْسٍ، عَنْ أَبِي مُوسَى
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
"كُلُّ عَيْنٍ زَانِيَةٌ، وَالْمَرْأَةُ إِذَا اسْتَعْطَرَتْ فمرَّت بِالْمَجْلِسِ
فَهِيَ كَذَا وَكَذَا" يَعْنِي زَانِيَةً
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan
kepada kami Yahya ibnu Sa'id Al-Qattan, dari Sabit ibnu Imarah Al-Hanafi, dari
Ganim ibnu Qais, dari Abu Musa r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
Setiap mata ada zinanya. Seorang wanita bila memakai wewangian, lalu melewati
suatu majelis, maka dia (akan memperoleh dosa) anu dan anu. Yakni
dosa zina mata.
Dalam bab yang sama telah diriwayatkan hadis yang sama melalui Abu Hurairah.
Hadis ini hasan sahih. Imam Abu Daud dan Imam Nasai meriwayatkannya
melalui hadis Sabit ibnu Imarah dengan sanad yang sama.
قَالَ
أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ، أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ، عَنِ
عَاصِمِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ عُبَيْدٍ مَوْلَى أَبِي رُهْم، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: لقيتْه امْرَأَةٌ وَجَدَ مِنْهَا رِيحَ
الطِيبِ، وَلِذَيْلِهَا إِعْصَارٌ فَقَالَ: يَا أَمَةَ الْجَبَّارِ، جِئْتِ مِنَ
الْمَسْجِدِ؟ قَالَتْ: نَعَمْ. قَالَ لَهَا: [وَلَهُ] تَطَيَّبتِ؟ قَالَتْ: نَعَمْ.
قَالَ: إِنِّي سَمِعْتُ حِبِّي أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ: "لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةَ امْرَأَةٍ تَطَيبت لِهَذَا الْمَسْجِدِ،
حَتَّى تَرْجِعَ فَتَغْتَسِلَ غُسلها مِنَ الْجَنَابَةِ"
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Kasir,
telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Asim ibnu Ubaidillah, dari Ubaid
maula Abu Rahm, dari Abu Hurairah r.a. yang menceritakan bahwa ia bersua dengan
seorang wanita yang terendus darinya bau parfum yang wangi, sedangkan kepangan
rambutnya menjulur kelihatan. Maka Abu Hurairah berkata kepadanya, "Hai Umayyah,
tersia-sialah amalmu, bukankah kamu baru datang dari masjid?" Umayyah menjawab,
"Ya." Abu Hurairah bertanya, "Apakah engkau memakai wewangian?" Umayyah
menjawab, "Ya." Abu Hurairah berkata bahwa ia pernah mendengar kekasihnya, yaitu
Abul Qasim Saw. (nama julukan Nabi Saw.) telah bersabda: Allah tidak akan
menerima salah seorang wanita yang memakai wewangian dalam masjid ini sebelum ia
kembali, lalu mandi seperti mandi jinabahnya (untuk membersihkan wewangian
yang menempel di tubuhnya).
Ibnu Majah meriwayatkannya dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Sufyan ibnu
Uyaynah dengan sanad yang sama.
وَرَوَى
التِّرْمِذِيُّ أَيْضًا مِنْ حَدِيثِ مُوسَى بْنِ عُبَيدة، عَنْ أَيُّوبَ بْنِ
خَالِدٍ، عَنْ مَيْمُونَةَ بِنْتِ سَعْدٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وسلم قَالَ: "الرَّافِلَةُ فِي الزِّينَةِ فِي غَيْرِ أَهْلِهَا، كَمَثَلِ
ظُلْمَةِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ لَا نُورَ لَهَا"
Imam Turmuzi meriwayatkannya pula melalui hadis Musa ibnu Ubaidah, dari Ayyub
ibnu Khalid, dari Maimunah binti Sa'd, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Wanita yang berdandan secara mencolok bukan untuk suaminya, perihalnya sama
dengan kegelapan di hari kiamat, tiada nur (cahaya) baginya.
Termasuk ke dalam bab ini disebutkan bahwa mereka (kaum wanita) dilarang
berjalan di tengah jalan, karena hal seperti ini mengandung pengertian
tabarruj (memamerkan diri atau mengundang perhatian lawan jenis).
قَالَ
أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا
القَعْنَبِيّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ -يَعْنِي: ابْنَ مُحَمَّدٍ -عَنْ أَبِي
الْيَمَانِ، عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَبِي عَمْرِو بْنِ حِمَاسٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ
حَمْزَةَ بْنِ أَبِي أُسَيْدٍ الْأَنْصَارِيِّ، عَنْ أَبِيهِ: أَنَّهُ سَمِعَ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ وَهُوَ خَارِجٌ مِنَ
الْمَسْجِدِ -وَقَدِ اخْتَلَطَ الرِّجَالُ مَعَ النِّسَاءِ فِي الطَّرِيقِ -فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلنِّسَاءِ: "اسْتَأْخِرْنَ،
فَإِنَّهُ لَيْسَ لَكُنَّ أَنْ تَحْققْن الطَّرِيقَ، عَلَيْكُنَّ بِحَافَّاتِ
الطَّرِيقِ"، فَكَانَتِ الْمَرْأَةُ تُلْصَقُ بِالْجِدَارِ، حَتَّى إِنَّ ثَوْبَهَا
لِيَتَعَلَّقُ بِالْجِدَارِ، مِنْ لُصُوقِهَا بِهِ
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami At-Taglabi. telah
menceritakan kepada kami Abdul Aziz (yakni Ibnu Muhammad), dari Ibnu Abul
Yaman,dari Syaddad ibnu Abu Amr ibnu Hammas, dari ayahnya, dari Hamzah ibnu Abu
Usaid Al-Ansari, dari ayahnya, bahwa ia pernah mendengar Nabi Saw. saat beliau
berada di luar masjid, sedangkan kaum lelaki dan kaum wanita bercampur di
jalanan. Maka Rasulullah Saw. bersabda kepada kaum wanita: Minggirlah kalian
(hai kaum wanita), karena sesungguhnya tidak diperkenankan bagi kalian
menutupi tengah jalan; kalian harus mengambil sisi jalan (trotoar). Setelah
itu pinggiran jalan dipakai untuk jalan wanita, sehingga kain mereka menyentuh
tembok karena dekatnya mereka dengan tembok yang ada di sisi jalan.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَتُوبُوا
إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ}
Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman,
supaya kalian beruntung. (An-Nur: 31)
Artinya, kerjakanlah segala sesuatu yang telah Aku perintahkan kepada kalian,
yaitu dengan menghiasi diri dengan sifat-sifat yang terpuji dan akhlak-akhlak
yang mulia ini. Tinggalkanlah tradisi masa lalu di zaman Jahiliyah, yaitu dengan
meninggalkan sifat dan akhlaknya yang rendah, karena sesungguhnya keberuntungan
yang paling prima berada dalam jalan mengerjakan segala sesuatu yang
diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya,dan meninggalkan segala sesuatu yang
dilarang oleh keduanya. Hanya kepada Allah sajalah kita memohon
pertolongan.