Tafsir Surat An-Nur, ayat 3
{الزَّانِي
لَا يَنْكِحُ إلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلا
زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ (3) }
Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan
perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina
tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki yang
musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang
mukmin.
Hal ini merupakan suatu berita dari Allah Swt. yang mengatakan bahwa seorang
lelaki pezina tidaklah bersetubuh melainkan hanya dengan perempuan pezina atau
musyrik. Dengan kata lain, tiada seorang wanita pun yang mau melayani hawa nafsu
zina lelaki pezina melainkan hanyalah wanita pezina lagi durhaka atau wanita
musyrik yang tidak menganggap perbuatan zina itu haram. Demikian pula makna yang
dimaksud oleh firman selanjutnya, yaitu:
{الزَّانِيَةُ
لَا يَنْكِحُهَا إِلا زَانٍ}
dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang
berzina. (An-Nur: 3)
Yakni laki-laki durhaka karena perbuatan zinanya.
{أَوْ
مُشْرِكٌ}
atau laki-laki yang musyrik. (An-Nur: 3)
yang meyakini bahwa zina itu tidak haram.
Sufyan As-Sauri mengatakan dari Habib ibnu Abu Amrah, dari Sa'id ibnu Jubair,
dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: Laki-laki yang
berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina atau perempuan yang
musyrik. (An-Nur: 3) Bahwa yang dimaksud dengan nikah dalam ayat ini
bukanlah kawin, melainkan bersetubuh. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa
tiada seorang pun yang berzina dengan perempuan pezina melainkan hanyalah lelaki
pezina atau lelaki musyrik. Sanad riwayat ini sahih sampai kepada Ibnu Abbas.
Telah diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas melalui berbagai jalur sehubungan
dengan masalah ini.
Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair,
Urwah ibnuz Zubair, Ad-Dahhak, Makhul, Muqatil ibnu Hayyan, dan lain-lainnya
yang bukan hanya seorang.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَحُرِّمَ
ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ}
dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin.
(An-Nur: 3)
Maksudnya, diharamkan atas mereka melakukan perbuatan tersebut dan mengawini
pelacur-pelacur, atau mengawinkan wanita-wanita yang terpelihara kehormatannya
dengan laki-laki yang lacur.
Abu Daud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qais, dari
Abu Husain, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin.
(An-Nur: 3) Yakni Allah mengharamkan perbuatan zina atas orang-orang mukmin.
Qatadah dan Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa Allah mengharamkan
orang-orang mukmin mengawini para pelacur, sebagaimana yang telah disebutkan di
atas. Firman Allah Swt. berikut ini, yaitu: dan yang demikian itu diharamkan
atas orang-orang yang mukmin. (An-Nur: 3) semakna dengan apa yang disebutkan
oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
{مُحْصَنَاتٍ
غَيْرَ مُسَافِحَاتٍ وَلا مُتَّخِذَاتِ أَخْدَانٍ}
sedangkan mereka pun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan
bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya.
(An-Nisa: 25)
{مُحْصِنِينَ
غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ} الْآيَةَ
dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak
(pula) menjadikannya gundik-gundik. (Al-Maidah: 5), hingga akhir
ayat.
Berangkat dari pengertian ini Imam Ahmad ibnu Hambal rahimahullah
berpendapat bahwa tidak sah akad nikah seorang lelaki yang memelihara diri
dari perbuatan zina terhadap wanita tuna susila, selagi wanita yang bersangkutan
masih tetap sebagai pelacur, terkecuali bila ia telah bertobat. Jika wanita yang
bersangkutan telah bertobat, maka akad nikah terhadapnya dari laki-laki yang
memelihara diri hukumnya sah; dan jika masih belum bertobat, akad nikahnya tetap
tidak sah. Demikian pula halnya kebalikannya, yaitu mengawinkan wanita yang
terpelihara kehormatan dirinya dengan seorang lelaki yang suka melacur, sebelum
lelaki itu bertobat dengan tobat yang sebenar-benarnya, karena berdasarkan
firman Allah Swt. yang mengatakan: dan yang demikian itu diharamkan atas
orang-orang yang mukmin. (An-Nur: 3)
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Arim, telah
menceritakan kepada kami Mu'tamir ibnu Sulaiman yang mengatakan bahwa ayahnya
pernah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hadrami, dari Al-Qasim ibnu
Muhammad, dari Abdullah ibnu Umar r.a., bahwa pernah ada seorang lelaki dari
kaum mukmin meminta izin kepada Rasulullah Saw. untuk mengawini seorang wanita
yang dikenal dengan nama Ummu Mahzul. Mahzul adalah seorang wanita yang suka
membeli laki-laki untuk kepuasan hawa nafsunya dengan memberikan imbalan nafkah
kepada lelaki yang disukainya. Kemudian lelaki itu mengutarakan maksudnya kepada
Rasulullah Saw. atau menyebut-nyebut perihal Ummu Mahzul di hadapannya. Maka
Rasulullah Saw. membacakan firman ini kepadanya, yaitu: Laki-laki yang
berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang
musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang
berzina atau laki-laki yang musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas
orang-orang yang mukmin. (An-Nur: 3)
Imam Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Addi, telah
menceritakan kepada kami Al- Mu'tamir ibnu Sulaiman, dari ayahnya, dari
Al-Hadrami dari Al-Qasim ibnu Muhammad, dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan
bahwa dahulu pernah ada seorang wanita yang dikenal dengan nama Ummu Mahzul, dia
adalah wanita tuna susila. Lalu ada seorang lelaki dari kalangan sahabat
Rasulullah Saw. yang ingin mengawininya. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya:
Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau
perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh
laki-laki yang berzina atau laki-laki yang musyrik, dan yang demikian itu
diharamkan atas orang-orang yang mukmin. (An-Nur: 3)
Imam Turmuzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abd ibnu Humaid,
telah menceritakan kepada kami Rauh ibnu Ubadah, dari Ubaidillah ibnul Akhnas,
telah menceritakan kepadaku Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya yang
mengatakan bahwa dahulu ada seorang lelaki bernama Marsad ibnu Abu Marsad, dia
adalah seorang lelaki yang bertugas membawa para tawanan perang dari Mekah ke
Madinah. Perawi (kakek Amr ibnu Syu'aib) melanjutkan kisahnya, bahwa di Mekah
terdapat seorang wanita tuna susila yang dikenal dengan nama Anaq. Ia kenal baik
dengan Anaq. Dan ia pernah menjanjikan kepada seorang laki-laki dari kalangan
para tawanan Mekah bahwa ia akan membawanya (ke Madinah). Maka ia datang ke
Mekah hingga sampailah di suatu kebun kurma yang ada di Mekah di suatu malam
bulan purnama. Anaq datang dan melihat adanya bayangan hitam di bawah naungan
pohon kurma. Ketika Anaq telah berada di dekat pohon itu, ia mulai mengenalku
dan berkata, "Kamu Marsad?" Maka aku (perawi) berkata, "Ya, saya Marsad." Ia
berkata, "Selamat datang, marilah menginap di rumahku malam ini." Aku menjawab,
"Hai Anaq, Allah telah mengharamkan perbuatan zina." Anaq berkata, "Hai penduduk
perkemahan, lelaki ini akan membawa tawanan kalian." Ketika aku kembali (bersama
orang tersebut yang telah aku janjikan akan membawanya ke Madinah), maka aku
diikuti oleh delapan orang, lalu aku memasuki sebuah kebun. Dan sampailah aku
pada sebuah gua, lalu aku masuk ke dalamnya, tiba-tiba mereka yang delapan orang
itu datang, kemudian berdiri di dekat kepalaku dan mereka kencing sehingga air
seni mereka mengenai kepalaku, dan Allah menjadikan mereka tidak dapat
melihatku. Setelah itu mereka pulang. Maka aku kembali menemui temanku dan aku
bawa dia di atas kendaraan hewanku; dia adalah seorang lelaki yang gendut.
Ketika aku sampai di tempat yang banyak izkhir-nya, maka aku lepaskan
tali ikatannya; dan aku membawa izkhir itu, sedangkan tawanan itu
membantuku, hingga sampailah aku di Madinah bersamanya. Aku datang menghadap
kepada Rasulullah Saw. dan berkata, "Wahai Rasulullah, aku mau mengawini Anaq,
aku mau mengawini Anaq." Rasulullah Saw. diam, tidak menjawab sepatah kata pun,
hingga turunlah firman Allah Swt. yang mengatakan: Laki-laki yang berzina
tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik;
dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina
atau laki-laki yang musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang
yang mukmin. (An-Nur: 3); Maka Rasulullah Saw. bersabda: Hai Marsad,
seorang lelaki pezina tidak mengawini kecuali seorang perempuan pezina atau
perempuan musyrik. Karena itu, janganlah kamu mengawininya.
Kemudian Iman Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib, kami
tidak mengenalnya melainkan hanya melalui jalur ini. Imam Abu Daud dan Imam
Nasai telah meriwayatkannya di dalam Kitabun Nikah, bagian dari kitab
sunannya masing-masing melalui hadis Ubaidillah ibnul Akhnas dengan sanad yang
sama.
وَقَالَ
ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا مُسَدَّد أَبُو الْحَسَنِ،
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ، عَنْ حَبِيبٍ الْمُعَلِّمِ، حَدَّثَنِي عَمْرُو بْنُ
شُعَيْبٍ، عَنْ سَعِيدٍ المَقْبُرِيّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لا
يَنْكِحُ الزَّانِي الْمَجْلُودُ إِلَّا مَثْلَهُ".
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Musaddad Abul Hasan, telah menceritakan kepada kami
Abdul Waris, dari Habib Al-Mu'allim, telah menceritakan kepadaku Amr ibnu
Syu'aib, dari Sa'id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah r.a. yang telah mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Seorang pezina yang telah didera tidak
mengawini melainkan seseorang yang semisal dengannya.
Hal yang sama telah diketengahkan oleh Imam Abu Daud di dalam kitab sunannya
melalui Musaddad dan Abu Ma'mar melalui Abdullah ibnu Amr, keduanya menerima
riwayat ini dari Abdul Waris dengan sanad yang sama.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ، حَدَّثَنَا عَاصِمُ بْنِ مُحَمَّدِ
بْنِ زَيْدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، عَنْ أَخِيهِ
عُمَرُ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يَسَارٍ -مَوْلَى ابْنِ عُمَرَ
-قَالَ: أَشْهَدُ لَسَمِعْتُ سَالِمًا يَقُولُ: قَالَ عَبْدُ اللَّهِ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "ثَلَاثَةٌ لَا يَدْخُلُونَ
الْجَنَّةَ، وَلَا يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: الْعَاقُّ
لِوَالِدَيْهِ، وَالْمَرْأَةُ الْمُتَرَجِّلَةُ -الْمُتَشَبِّهَةُ بِالرِّجَالِ
-وَالدَّيُّوثُ. وَثَلَاثَةٌ لَا يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ:
الْعَاقُّ لِوَالِدَيْهِ، ومُدْمِن الْخَمْرَ، والمنَّان بِمَا
أَعْطَى".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah
menceritakan kepada kami Asim ibnu Muhammad, dari Zaid ibnu Abdullah ibnu Umar
ibnul Khattab, dari saudaranya Umar ibnu Muhammad, dari Abdullah ibnu Yasarmaula
Ibnu Umar yang mengatakan ia bersumpah bahwa dirinya pernah mendengar Salim
mengatakan, "Abdullah ibnu Umar pernah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah
bersabda: "Ada tiga macam orang yang tidak dapat masuk surga dan Allah tidak
melihat mereka kelak di hari kiamat, yaitu seseorang yang menyakiti kedua orang
tuanya, seorang wanita yang bertingkah laku kelelaki-lakian lagi mirip dengan
laki-laki, dan seorang germo. Ada tiga macam orang yang Allah tidak mau melihat
mereka kelak di hari kiamat, yaitu seseorang yang menyakiti kedua orang tuanya,
pecandu khamr, dan orang yang suka menyebut-nyebut pemberiannya '.”
Imam Nasai meriwayatkannya dari Amr ibnu Ali Al-Fallas, dari Yazid ibnu
Zurai', dari Umar ibnu Muhammad Al-Umra, dari Abdullah ibnu Yasar dengan sanad
yang sama.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا
الْوَلِيدُ بْنُ كَثِيرٍ، عَنْ قَطَن بْنِ وَهْبٍ، عَنْ عُوَيْمر بْنِ الْأَجْدَعِ،
عَمَّنْ حَدَّثَهُ، عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ:
حَدَّثَنِي عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "ثَلَاثَةٌ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِمُ الْجَنَّةَ:
مُدْمِنُ الْخَمْرِ، وَالْعَاقُّ، والدَّيُّوث الَّذِي يُقِرُّ فِي أَهْلِهِ
الْخَبَثَ"
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah
menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu
Kasir, dari Qatn ibnu Wahb, dari Uwaimir ibnul Ajda', dari seseorang yang
menerimanya dari Salim ibnu Abdullah ibnu Umar yang mengatakan bahwa telah
menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Ada tiga macam orang yang Allah mengharamkan surga bagi mereka, yaitu pecandu
khamr, orang yang menyakiti kedua orang tuanya, dan lelaki yang menyetujui
perbuatan mesum istrinya.
قَالَ
أَبُو دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ فِي مُسْنَدِهِ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، حَدَّثَنِي
رَجُلٌ -مِنْ آلِ سَهْلِ بْنِ حُنَيْف -، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمَّار، عَنْ
عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ دَيُّوث"
Abu Daud At-Tayalisi mengatakan di dalam kitab musnadnya, telah
menceritakan kepadaku seorang lelaki dari keluarga Sahi ibnu Hanif, dari
Muhammad ibnu Ammar, dari Ammar ibnu Yasiryang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tidak akan "masuk surga seorang lelaki
germo.
Hadis ini merupakan syahid yang menguatkan hadis-hadis sebelumnya.
قَالَ
ابْنُ مَاجَهْ: حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ، حَدَّثَنَا سَلام بْنُ سَوَّار،
حَدَّثَنَا كَثِير بْنُ سُلَيم، عَنِ الضَّحَّاكِ بْنِ مُزَاحِم: سَمِعْتُ أَنَسَ
بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم
[يَقُولُ]" مَنْ أَرَادَ أَنْ يَلْقَى اللَّهَ طَاهِرًا مُطَهَّرًا، فليتزوج
الحرائر".
Ibnu Majah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar,
telah menceritakan kepada kami Salam ibni Siwar, telah menceritakan kepada kami
Kasir ibnu Sulaim, dari Ad-Dahhak ibnu Muzahim; ia pernah mendengar sahabat Anas
ibnu Malik mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
Barang siapa yang ingin menjumpai Allah dalam keadaan suci lagi disucikan,
hendaklah ia mengawini wanita-wanita yang merdeka.
Di dalam sanad hadis ini terdapat ke-daif-an.
Imam Abu Nasr Isma'il ibnu Hammad Al-Jauhari mengatakan di dalam kitab
Sihah (yakni kitab kamus tulisannya) bahwa dayyus adalah seorang
lelaki yang sama sekali tidak mempunyai rasa cemburu.
Adapun mengenai hadis yang diriwayatkan oleh Abu Abdur Rahman An-Nasai di
dalam Kitabun Nikah, dari kitab sunannya, disebutkan bahwa telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Isma'il ibnu Aliyyah, dari Yazid ibnu
Harun, dari Hammad ibnu Salamah dan lain-lainnya, dari Harun ibnu Rayyab, dari
Abdullah ibnu Ubaid ibnu Umair dan Abdul Karim, dari Abdullah ibnu Ubaid ibnu
Umair, dari Ibnu Abbas —Abdul Karim me-rafa '-kannya sampai kepada ibnu
Abbas, tetapi Harun tidak me-rafa '-kannya—. Keduanya (Abdul Karim dan
Harun) mengatakan:
جَاءَ
رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: إِنَّ
عِنْدِي امْرَأَةً [هِيَ] مِنْ أحبِّ النَّاسِ إِلَيَّ وَهِيَ لَا تَمْنَعُ يَدَ
لامِس قَالَ: "طَلِّقْهَا". قَالَ: لَا صَبْرَ لِي عَنْهَا قَالَ: "اسْتَمْتِعْ
بِهَا"
bahwa seorang lelaki datang kepada Rasulullah Saw., lalu berkata,
"Sesungguhnya saya mempunyai seorang istri yang paling saya cintai, tetapi ia
tidak pernah menolak tangan lelaki yang menyentuhnya." Maka Nabi Saw. bersabda,
"Ceraikanlah dia." Lelaki itu berkata, "Tetapi saya tidak tahan hidup
tanpa dia." Rasulullah Saw. bersabda, "Bersenang-senanglah
dengannya."
Kemudian Imam Nasai mengatakan bahwa hadis ini kurang kuat karena Abdul Karim
predikatnya kurang kuat, padahal Harun predikatnya jauh lebih kuat daripadanya
dan dia me-mursal-kan hadis ini; dia adalah seorang yang siqah,
dan hadisnya lebih utama untuk mendapat nilai kebenaran ketimbang hadis
Abdul Karim.
Menurut saya Abdul Karim adalah Ibnu Abul Mukhariq Al-Basri, seorang
sastrawan lagi seorang tabi'in, tetapi da'if dalam periwayatan hadis.
Harun Ibnu Rayyab berbeda pendapat dengannya, sedangkan Harun adalah seorang
tabi'in yang berpredikat siqah, termasuk salah seorang perawi Imam
Muslim, hadisnya berpredikat mursal lebih utama, seperti yang dikatakan
oleh Imam Nasai.
Akan tetapi, Imam Nasai telah meriwayatkannya pula di dalam Kitabut Talaq
melalui Ishaq ibnu Rahawain, dari An-Nadr ibnu Syamil, dari Hammad ibnu
Salamah, dari Harun ibnu Rayyab, dari Abdullah ibnu Ubaid ibnu Umair, dari Ibnu
Abbas secara musnad, lalu ia mengetengah-kannya dengan menyebutkan sanad
ini. Semua perawinya dengan syarat Imam Muslim. Hanya Imam Nasai sesudah
meriwayatkannya mengatakan bahwa menganggapnya marfu' adalah keliru, yang
benar adalah mursal. Selain An-Nadr telah meriwayatkannya dengan benar
(yakni mursal). Imam Nasai dan Abu Daud telah meriwayatkannya dari Al-Husain
ibnu Hurayyis, bahwa telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnu Musa, telah
menceritakan kepada kami Al-Husain ibnu Waqid, dari Imarah ibnu Abu Hafzah, dari
Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dari Nabi Saw. Lalu disebutkanlah hadis ini, dan sanad
yang baru disebutkan berpredikat jayyid (baik).
Para ulama berbeda pendapat sehubungan dengan predikat hadis ini, ada yang
men-da'if"-kannya, seperti yang telah disebutkan dari Imam Nasai; ada
pula yang menilainya munkar, seperti apa yang dikatakan oleh Imam Ahmad,
bahwa hadis ini berpredikat munkar.
Ibnu Qutaibah mengatakan, sesungguhnya makna yang dimaksud dari hadis ini
tiada lain bahwa istri lelaki tersebut adalah seorang wanita yang dermawan,
tidak pernah menolak tangan orang yang meminta-minta.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Nasai di dalam kitab sunannya dari
sebagian di antara mereka yang mengatakan bahwa menurut suatu pendapat, wanita
tersebut adalah seorang yang dermawan lagi banyak berderma.
Tetapi alasan ini disanggah, bahwa seandainya makna yang dimaksud adalah
seperti itu, tentulah teks hadis mengatakan Yada Multamisin (tangan orang
yang meminta-minta).
Menurut pendapat yang lain, sesungguhnya watak wanita yang dimaksud ialah
tidak pernah menolak tangan orang yang menyentuhnya. Akan tetapi, makna yang
dimaksud bukanlah menunjukkan bahwa hal tersebut berdasarkan keinginan wanita
itu, dan bahwa wanita itu suka melakukan perbuatan fahisyah (zina).
Karena sesungguhnya Rasulullah Saw. telah melarang menjadikan seorang wanita
yang berkarakter demikian sebagai seorang istri. Jika seseorang tetap
mengawininya, sedangkan watak wanita itu tetap demikian, berarti laki-laki yang
mengawininya adalah seorang germo. Padahal dalam keterangan yang lalu telah
disebutkan suatu ancaman yang ditujukan terhadap germo. Tetapi karena mengingat
bahwa watak wanita tersebut memang demikian, yakni tidak pernah menolak dan
tidak pula menepiskan tangan lelaki yang menyentuhnya bila tidak ada seorang pun
yang melihat keduanya, maka Rasulullah Saw. menganjurkan kepada lelaki yang
menjadi suaminya itu untuk menceraikannya.
Tetapi sesudah si suami mengungkapkan bahwa dia sangat mencintai istrinya
itu, maka Rasulullah Saw. membolehkan dia tetap menjadikannya sebagai istri;
sebab kecintaannya kepada si istri merupakan suatu hal yang nyata, sedangkan
terjadinya perbuatan fahisyah dari istrinya merupakan suatu hal yang
masih dalam praduga, maka tidaklah boleh memutuskan vonis secara tergesa-gesa
hanya karena rasa curiga belaka. Allah Yang Mahasuci lagi Mahatinggi lebih
mengetahui.
Mereka (para ulama) mengatakan bahwa adapun jika wanita tuna susila
benar-benar telah bertobat, maka ia boleh dikawini, seperti yang dikatakan oleh
Imam Abu Muhammad ibnu Abu Hatim rahimahullah. Disebutkan bahwa telah
menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu
Khalid, dari Ibnu Abu Zi-b yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Syu'bah
maula Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas mengatakan
saat ditanya oleh seorang lelaki yang mengatakan kepadanya, "Sesungguhnya aku
dahulu pernah berbuat sesuatu yang dilarang oleh Allah Swt. dengan seorang
wanita yang kusukai, kemudian Allah Swt. memberiku jalan petunjuk untuk bertobat
dari perbuatan tersebut. Sekarang saya ingin mengawininya." Maka sejumlah orang
mengatakan, "Seorang lelaki pezina tidak mengawini melainkan seorang perempuan
pezina atau perempuan yang musyrik." Maka Ibnu Abbas menjawab, "Bukan itu yang
dimaksud oleh ayat tersebut. Sekarang kawinilah dia. Jika keputusan ini berdosa,
biarlah aku yang menanggungnya,"
Segolongan ulama lainnya mengatakan bahwa ayat ini telah di-mansukh.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj,
telah menceritakan kepada kami Abu Khalid, dari Yahya ibnu Sa'id, dari Sa'id
ibnul Musayyab, bahwa pernah disebutkan di hadapannya firman Allah Swt. yang
berbunyi: Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang
berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini
melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki yang musyrik. (An-Nur:
3) Disebutkan bahwa Sa'id ibnul Musayyab mengatakan bahwa ayat ini di mansukh
oleh firman selanjutnya yang mengatakan: Dan kawinkanlah orang-orang yang
sendirian di antara kalian. (An-Nur: 32)
Sa'id ibnul Musayyab mengatakan bahwa yang disebutkan adalah orang-orang yang
sendirian dari kalangan kaum muslim.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Ubaid Al-Qasim ibnu Salam di dalam
kitab Nasikh wal Mansukh-nya, dari Sa'id ibnul Musayyab. Hal tersebut
di-nas-kan pula oleh Imam Abu Abdullah ibnu Idris Asy-Syafii.