Tafsir Surat An-Naml, ayat 20-21
{وَتَفَقَّدَ
الطَّيْرَ فَقَالَ مَا لِيَ لَا أَرَى الْهُدْهُدَ أَمْ كَانَ مِنَ الْغَائِبِينَ
(20) لأعَذِّبَنَّهُ عَذَابًا شَدِيدًا أَوْ لأذْبَحَنَّهُ أَوْ لَيَأْتِيَنِّي
بِسُلْطَانٍ مُبِينٍ (21) }
Dan dia memeriksa burung-burung, lalu berkata, "Mengapa aku tidak melihat
hud-hud, apakah dia termasuk yang tidak hadir? Sungguh aku benar-benar akan
mengazabnya dengan azab yang keras, atau benar-benar menyembelihnya kecuali jika
benar-benar dia datang kepadaku dengan alasan yang terang.”
Mujahid dan Sa'id ibnu Jubair serta selain keduanya telah meriwayatkan dari
Ibnu Abbas dan lain-lainnya, bahwa burung hud-hud adalah ahli dalam mencari air,
ia secara khusus ditugaskan oleh Nabi Sulaiman untuk mencari sumber air bila
berada di Padang Sahara. Dengan kemampuan yang dimilikinya secara alami burung
hud-hud dapat melihat cadangan air yang terdapat di dalam tanah; ia dapat
melihatnya sebagaimana seseorang melihat sesuatu yang ada di permukaan tanah.
Dan ia dapat mengetahui berapa jauh letak kedalaman sumber mata air itu dari
permukaan tanah. Apabila burung hud-hud telah menunjukkan adanya sumber air,
maka Nabi Sulaiman a.s. memerintahkan kepada jin untuk menggali tempat itu
hingga keluarlah air dari perut bumi.
Pada suatu hari Nabi Sulaiman a.s. beristirahat di suatu padang pasir, lalu
ia memeriksa barisan burung untuk mencari burung hud-hud, tetapi ia tidak
melihatnya. lalu ia berkata, "Mengapa aku tidak melihat hud-hud, apakah dia
termasuk yang tidak hadir?" (An-Naml: 20)
Pada suatu hari Ibnu Abbas pernah menceritakan kisah ini di hadapan suatu
kaum, yang di antara mereka terdapat seorang Khawarij yang dikenal dengan nama
Nafi' ibnul Azraq; dia dikenal sebagai orang yang banyak menentang Ibnu Abbas.
Maka Nafi' berkata kepada Ibnu Abbas, "Hai Ibnu Abbas, hentikanlah kisahmu itu,
hari ini kamu kalah." Ibnu Abbas bertanya, "Mengapa saya kalah?"
Nafi' ibnul Azraq menjawab, "Sesungguhnya kamu telah mengatakan dalam kisahmu
tentang burung hud-hud, bahwa ia dapat melihat sumber air yang ada di perut
bumi. Dan sesungguhnya bisa saja seorang anak meletakkan biji di dalam
perangkap, lalu menimbunnya dengan pasir. Kemudian burung hud-hud itu datang
untuk mengambil biji makanannya itu, maka masuklah ia ke dalam perangkap yang
dipasang oleh anak kecil itu, sehingga ia dapat ditangkap olehnya."
Ibnu Abbas berkata, "Mengapa orang ini tidak saja mengatakan bahwa dia telah
menyangkal Ibnu Abbas dan membuatnya tidak dapat menjawab?" Kemudian Ibnu Abbas
mengatakan, "Celakalah kamu, sesungguhnya apabila takdir telah memastikannya
(tertangkap), penglihatan menjadi tidak berfungsi dan rasa waspada pun hilang."
Maka Nafi' berkata kepada Ibnu Abbas, "Demi Allah, aku tidak akan membantahmu
mengenai sesuatu dari Al-Qur'an selamanya."
Al-Hafiz ibnu Asakir di dalam biografi Abu Abdullah Al-Barazi dari kampung
Barazah yang terletak di pinggiran kota Dimasyq —dia adalah seorang yang saleh
dan selalu puasa Senin Kamis, dan matanya buta sebelah, umurnya mencapai delapan
puluh tahun— menyebutkan kisah berikut. Ibnu Asakir meriwayatkan kisah ini
berikut sanadnya sampai pada Abu Sulaiman ibnu Yazid. Bahwa Abu Sulaiman pernah
bertanya kepada Abu Abdullah Al-Barazi tentang kebutaan sebelah matanya, tetapi
Abu Abdullah tidak mau menyebutkan penyebab kebutaannya. Abu Sulaiman tidak
putus asa, ia mendesaknya selama berbulan-bulan, dan akhirnya Abu Abdullah mau
menceritakan hal tersebut kepadanya, seperti berikut:
Bahwa pernah ada dua orang lelaki dari kalangan penduduk Khurrasan singgah di
rumahku selama seminggu di kampung Barazah. Lalu keduanya menanyakan kepadaku
tentang tempat suatu lembah, maka kuantarkan keduanya ke lembah tersebut.
Setelah sampai di lembah itu keduanya mengeluarkan pedupaan dan menyalakan dupa
yang cukup banyak sehingga asap dupa itu memenuhi lembah tersebut.
Kemudian keduanya komat-kamit membaca jampi-jampi, maka berdatanganlah ular
dari segala penjuru kepada keduanya, tetapi kedua orang itu tidak memperhatikan
salah seekor pun darinya. Hingga datanglah seekor ular sebesar lengan dengan
kedua mata yang bersinar berkilauan seperti mata uang dinar. Keduanya sangat
gembira melihat ular tersebut dan berkata, "Segala puji bagi Allah yang tidak
mengecewakan perjalanan kami semenjak satu tahun yang silam." Lalu keduanya
memecahkan pedupaan itu dan menangkap ular tersebut, kemudian keduanya
memasukkan jarum untuk mencetak mata ke dalam mata ular tersebut, sesudah itu
keduanya mencelaki mata mereka dengan jarum celak itu. Aku meminta kepada
keduanya agar mencelaki mataku dengan jarum tersebut, tetapi keduanya menolak.
Aku terus mendesaknya, dan kukatakan kepadanya, "Kamu berdua harus mencelaki
mataku," dan aku mengancam akan melaporkan keduanya kepada penguasa. Akhirnya
keduanya mau mencelaki mataku dengan jarum pencelak mereka.
Mereka berdua mencelaki mata kananku saja. Setelah jarum pencelak mata itu
menyentuh mataku dan aku memandang ke tanah yang ada di bawahku, ternyata semua
yang ada di bawah tanah terlihat olehku bagaikan melihat sesuatu di balik kaca.
Kemudian keduanya berkata kepadaku, "Marilah kita berjalan sebentar," lalu aku
berjalan bersama keduanya, sedangkan keduanya asyik mengobrol. Hingga manakala
kami telah berada jauh dari perkampungan, keduanya menangkapku dan mengikatku.
Salah seorang di antara keduanya memasukkan tangannya ke mata kananku dan
mencongkelnya, lalu membuang mataku, dan keduanya berlalu meninggalkan diriku.
Aku masih tetap dalam keadaan terikat, hingga lewatlah seseorang di tempat aku
berada dan ia melepaskan ikatanku. Demikianlah kisah yang di alami oleh mata
kananku ini.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain,
telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami
Sadaqah ibnu Amr Al-Gassani, telah menceritakan kepada kami Abbad ibnu Maisarah
Al-Minqari, dari Al-Hasan yang telah mengatakan bahwa nama burung hud-hud Nabi
Sulaiman adalah 'Anbar.
Muhammad ibnu lshaq mengatakan bahwa apabila Nabi Sulaiman berangkat menuju
ke tempat majelisnya dan telah sampai di tempat majelisnya, maka ia memeriksa
semua burung. Menurut empunya kisah, setiap harinya Nabi Sulaiman selalu
didatangi oleh semua jenis burung (yang memberikan penghormatan kepadanya). Pada
suatu hari saat ia memeriksa semua burung, semuanya ada kecuali burung hud-hud.
lalu ia berkata, "Mengapa aku tidak melihat hud-hud, apakah dia termasuk yang
tidak hadir?" (An-Naml: 20) Yakni apakah penglihatanku yang keliru, ataukah
memang burung hud-hud absen dan tidak hadir?
*****
Firman Allah Swt.:
{لأعَذِّبَنَّهُ
عَذَابًا شَدِيدًا}
Sungguh aku benar-benar akan mengazabnya dengan azab yang keras.
(An-Naml: 21)
Menurut Al-A'masy, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Sa'id, dari Ibnu Abbas,
makna yang dimaksud ialah mencabuti bulunya. Menurut Abdullah ibnu Syaddad, Nabi
Sulaiman akan menghukumnya dengan mencabuti bulunya, lalu menjemurnya di terik
matahari. Hal yang sama telah dikatakan oleh bukan hanya seorang ulama Salaf,
bahwa Sulaiman a.s. akan mencabuti bulunya, lalu membiarkannya tergeletak hingga
dimakan oleh semut kecil dan semut besar.
****
Firman Allah Swt.:
{أَوْ
لأذْبَحَنَّهُ أَوْ
لَيَأْتِيَنِّي بِسُلْطَانٍ مُبِينٍ}
atau benar-benar menyembelihnya kecuali jika benar-benar dia datang
kepadaku dengan alasan yang terang. (An-Naml: 21)
Yaitu dengan mengemukakan alasan yang dapat diterima.
Sufyan ibnu Uyaynah dan Abdullah ibnu Syaddad mengatakan bahwa ketika hud-hud
datang burung lainnya bertanya, "Mengapa kamu terlambat, padahal Sulaiman telah
bernazar akan mengalirkan darahmu." Hud-hud bertanya, "Apakah dia menyebutkan
pengecualian?" Burung-burung semuanya menjawab, "Ya," seraya menceritakan
kepadanya sabda Sulaiman yang disitir oleh firman-Nya: Sungguh aku
benar-benar akan mengazabnya dengan azab yang keras, atau benar-benar
menyembelihnya kecuali jika benar-benar dia datang kepadaku dengan alasan yang
terang. (An-Naml: 21) Hud-hud berkata, "Kalau begitu, selamatlah aku."
Mujahid mengatakan bahwa sesungguhnya yang menyebabkan hud-hud diselamatkan
oleh Allah dari siksaan Sulaiman adalah berkat bakti hud-hud kepada
induknya.