Tafsir Surat Al-Anbiya, ayat 83-84
{وَأَيُّوبَ
إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
(83) فَاسْتَجَبْنَا لَهُ فَكَشَفْنَا مَا بِهِ مِنْ ضُرٍّ وَآتَيْنَاهُ أَهْلَهُ
وَمِثْلَهُمْ مَعَهُمْ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَذِكْرَى لِلْعَابِدِينَ (84)
}
dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya,
"(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah
Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.” Maka Kami pun
memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan
Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka,
sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang
menyembah Allah.
Allah Swt. menceritakan tentang Ayub a.s. dan musibah yang menimpanya sebagai
cobaan untuk dirinya. Musibah itu menimpa harta benda, anak-anaknya, juga
tubuhnya. Demikian itu karena Ayub adalah seorang yang memiliki banyak ternak
dan lahan pertanian, ia pun memiliki banyak anak serta tempat-tempat tinggal
yang menyenangkan. Maka Allah menguji Ayub dengan menimpakan bencana kepada
semua miliknya itu, semuanya lenyap tiada tersisa. Kemudian cobaan ditimpakan
pula kepada jasad atau tubuh Ayub sendiri. Menurut suatu pendapat, penyakit yang
menimpanya adalah penyakit lepra yang mengenai sekujur tubuhnya, sehingga tiada
suatu bagian pun dari anggota tubuhnya yang selamat dari penyakit ini, kecuali
hati dan lisannya yang selalu berzikir mengingat Allah Swt.
Cobaan ini membuat orang-orang tidak mau sekedudukan dengan Ayub. Maka Ayub
tinggal terpencil menyendiri di pinggir kota tempat tinggalnya. Tiada seorang
manusia pun yang mau datang kepadanya selain dari istrinya yang bertugas
merawatnya dan mengurusi keperluannya.
Menurut suatu pendapat, istri Ayub jatuh miskin, lalu ia bekerja menjadi
pelayan bagi orang lain yang hasilnya ia gunakan untuk keperluan suaminya.
Nabi Saw. pernah bersabda sehubungan dengan masalah cobaan ini:
"أَشَدُّ
النَّاسِ بَلَاءً الْأَنْبِيَاءُ، ثُمَّ الصَّالِحُونَ، ثُمَّ الْأَمْثَلُ
فَالْأَمْثَلُ"
Orang yang paling keras cobaannya ialah para nabi, kemudian orang-orang
saleh, lalu menyusul orang-orang yang utama dan orang-orang yang
sebawahnya.
Di dalam hadis lain disebutkan:
"يُبْتَلَى
الرَّجُلُ عَلَى قَدْرِ دِينِهِ، فَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ صَلَابَةٌ زِيدَ فِي
بَلَائِهِ"
Seorang lelaki diuji sesuai dengan kadar agamanya; jika agamanya kuat,
maka cobaan yang menimpanya diperkuat pula.
Nabi Ayub adalah seorang yang sangat penyabar, sehingga kesabarannya
dijadikan sebagai peribahasa yang patut diteladani.
Yazid ibnu Maisarah mengatakan bahwa ketika Allah menimpakan cobaan kepada
Ayub a.s. dengan melenyapkan keluarganya, harta benda, dan anak-anaknya,
sehingga Ayub tidak memiliki sesuatu pun lagi, Ayub berzikir kepada Allah dengan
baik. Dalam doanya ia mengatakan, "Aku memuji-Mu, wahai Tuhan semua makhluk.
Engkau telah memberiku dengan pemberian yang baik, Engkau telah memberiku harta
benda dan anak, sehingga tiada suatu ruang pun dalam kalbuku melainkan
disibukkan olehnya. Lalu Engkau mengambil kesemuanya dariku dan Engkau kosongkan
hatiku, sehingga tiada sesuatu pun yang menghalang-halangi antara aku dan Engkau
(untuk berzikir mengingat-Mu). Seandainya musuhku si iblis itu mengetahui apa
yang aku perbuat, tentulah dia akan dengki kepadaku." Mendengar hal
tersebut,maka iblis menjadi marah.
Yazid ibnu Maisarah melanjutkan kisahnya, bahwa Ayub mengatakan dalam doanya,
"Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah memberiku harta dan anak, dan tidak ada
seorang manusia pun yang berdiri di hadapan pintu rumahku mengadu tentang
kezaliman yang kulakukan terhadapnya. Dan Engkau Maha Mengetahui tentang itu.
Sesungguhnya telah disediakan bagiku sebuah hamparan untukku, tetapi aku
meninggalkannya, dan kukatakan kepada diriku sendiri, "Hai tubuhku, sesungguhnya
kamu diciptakan bukan untuk berbaring di atas hamparan (kasur) itu, "aku
tinggalkan hal tersebut tiada lain hanyalah semata-mata mengharapkan
rida-Mu."
Kisah ini diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Telah diriwayatkan pula dari Wahb
ibnu Munabbih kisah mengenai Ayub ini dengan panjang lebar, dikemukakan oleh
Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim berikut sanadnya dari Wahb ibnu Munabbih.
Diriwayatkan juga oleh sejumlah ulama tafsir mutaakhkhirin, hanya di dalamnya
terkandung hal yang garib (aneh). Kami tidak
mengetengahkannya karena kisahnya terlalu panjang.
Menurut suatu riwayat, Ayub mengalami cobaan ini dalam masa yang sangat lama.
Kemudian mereka berselisih pendapat mengenai penyebab yang membuat keadaan Ayub
sedemikian parahnya.
Al-Hasan dan Qatadah mengatakan bahwa Ayub a.s. dicoba selama tujuh tahun
lebih beberapa bulan dalam keadaan terbaring di tempat pembuangan sampah kaum
Bani Israil. Sehingga hewan-hewan berkeliaran menginjak tubuhnya. Lalu Allah
membebaskannya dari cobaan itu dan memberinya pahala yang besar serta memujinya
dengan pujian yang baik.
Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa Ayub a.s tinggal dalam keadaan dicoba
selama tiga tahun, tidak lebih dan tidak kurang.
As-Saddi mengatakan bahwa daging tubuh Ayyub berguguran rontok, sehingga
tiada yang tersisa dari tubuhnya selain otot-otot dan tulang-tulangnya. Selama
itu Ayub dirawat oleh istrinya yang selalu mendatanginya dengan membawa abu.
Setelah sakit Ayub cukup lama, istrinya berkata kepadanya, "Hai Ayub, sekiranya
kamu berdoa kepada Tuhanmu untuk kesembuhanmu, tentu Dia akan melenyapkan
penyakitmu ini." Ayub menjawab, "Saya telah menjalani masa hidup selama tujuh
puluh tahun dalam keadaan sehat. Masa itu sebentar, maka sudah sepantasnya
bagiku bersabar demi karena Allah selama tujuh puluh tahun." Maka istrinya
merasa terkejut dan mengeluh mendapat jawaban tersebut, lalu ia pergi.
Istri Ayub bekerja pada orang-orang dengan memperoleh imbalan upah, kemudian
ia datang kepada Ayub seraya membawa hasil dari kerjanya, lalu ia memberi makan
Ayub.
Sesungguhnya iblis pergi menemui dua orang Palestina sahabat karib Ayub,
keduanya bersaudara. Ketika iblis telah sampai pada keduanya, iblis mengatakan,
"Saudara kamu berdua yang bernama Ayub sedang mengalami cobaan anu dan anu. Maka
datanglah kamu berdua kepadanya seraya membesuknya, dan bawalah besertamu
minuman ini. Sesungguhnya minuman ini berasal dari khamr negeri kalian; jika dia
mau meminumnya, tentulah ia akan sembuh dari penyakitnya."
Kedua orang lelaki itu lalu datang menjenguk Ayub. Ketika keduanya melihat
keadaan Ayub, maka keduanya menangis, dan Ayub bertanya, "Siapakah Kamu berdua?"
Keduanya menjawab, "Saya adalah anu dan Fulan." Ayub menyambut kedatangan
keduanya dan mengatakan, "Marhaban (selamat datang) dengan orang-orang
yang tidak menjauhiku saat aku tertimpa cobaan ini." Keduanya berkata, "Hai
Ayub, barangkali kamu menyembunyikan sesuatu, lalu menampakkan yang lainnya.
Oleh karena itu, Allah mengujimu dengan cobaan ini."
Maka Ayub menunjukkan pandangannya ke langit, lalu berkata, "Dia mengetahui
saya tidak menyembunyikan sesuatu di balik apa yang saya lahirkan, tetapi
Tuhanku sengaja sedang mengujiku untuk Dia lihat apakah saya bersabar ataukah
mengeluh (tidak sabar)." Lalu keduanya berkata, "Hai Ayub, minumlah khamr yang
kami bawa ini, karena sesungguhnya jika kamu meminum sebagian darinya, tentulah
kamu akan sembuh."
Ayub marah dan berkata, "Rupanya si busuk (iblis) itu telah datang kepada
kalian berdua dan menganjurkan agar menyampaikan ini. Kalian haram berbicara
denganku; begitu pula makanan dan minuman kalian haram bagiku." Lalu keduanya
pergi meninggalkan Ayub.
Istri Ayub berangkat untuk bekerja pada orang lain. Ia membuat roti untuk
suatu keluarga yang mempunyai seorang anak kecil. Saat roti telah masak, anak
mereka masih tidur, sedangkan mereka tidak mau mengganggu tidur anak mereka,
karenanya mereka memberikan roti itu kepada istri Ayub.
Istri Ayub membawa roti itu pulang ke rumah Ayub, tetapi Ayub merasa heran
dengan kedatangannya yang begitu cepat, lalu ia bertanya, "Mengapa engkau begitu
cepat pulang, apakah yang engkau alami hari ini?" Maka si istri menceritakan apa
yang telah dialaminya. Ayub berkata, "Barangkali anak kecil itu telah bangun
dari tidurnya, lalu meminta roti kepada orang tuanya dan mereka tidak
menemukannya, sehingga anak kecil itu terus-menerus menangis meminta roti kepada
orang tuanya. Sekarang kembalilah ke rumah itu dan bawalah kembali roti
ini."
Ia kembali, dan ketika sampai di tangga rumah mereka, tiba-tiba ada seekor
kambing milik mereka menyeruduknya, maka ia mengeluarkan kata cacian, "Celakalah
si Ayub yang keliru itu." Setelah ia menaiki tangga rumah keluarga itu, ia
menjumpai anak tersebut telah bangun dari tidurnya dalam keadaan menangis
meminta roti kepada orang tuanya.
Anak itu tidak mau menerima makanan apa pun dari orang tuanya selain roti
itu. Maka saat itu juga istri Ayub berkata, "Semoga Allah merahmati Ayub." Lalu
roti itu dia berikan kepada anak itu, dan ia pulang ke rumah.
Kemudian iblis datang lagi kepada istri Ayub dalam rupa seorang tabib. Iblis
berkata kepadanya, "Sesungguhnya suamimu menderita sakit yang cukup lama. Jika
ia menginginkan sembuh dari sakitnya, hendaklah ia menangkap seekor lalat, lalu
menyembelihnya dengan menyebut nama berhala Bani Fulan. Sesungguhnya ia akan
sembuh dari penyakitnya, kemudian dapat melakukan tobat sesudahnya."
Istri Ayub mengatakan apa yang dipesankan oleh iblis itu kepada suaminya.
Maka Ayub menjawab.”Sesungguhnya engkau telah kedatangan makhluk jahat itu lagi.
Demi Allah, seandainya aku telah sembuh dari sakitku ini, aku akan menderamu
sebanyak seratus kali pukulan."
Istri Ayub pergi untuk mencari nafkah buat suaminya, tetapi rezeki terhalang
darinya; tidak sekali-kali ia mendatangi rumah suatu keluarga untuk menawarkan
jasa pelayanannya, melainkan mereka menolaknya. Setelah bersusah payah mencari
rezeki, tetapi tidak berhasil juga, ia merasa khawatir suaminya Ayub akan
kelaparan, maka ia terpaksa mencukur salah satu kepangan rambutnya, lalu
menjualnya kepada seorang anak perempuan dari keluarga orang yang terhormat lagi
kaya. Maka mereka memberikan imbalan kepadanya berupa makanan yang baik-baik
lagi berjumlah banyak. Istri Ayub membawa makanan itu kepada suaminya. Ketika
Ayub melihat makanan itu, ia merasa curiga, lalu bertanya kepada istrinya, "Dari
manakah kamu dapatkan makanan ini?" Ia menjawab, "Saya bekerja kepada orang lain
dan mereka memberikan makanan ini sebagai imbalannya," lalu Ayub mau
memakannya.
Pada keesokan harinya istri Ayub keluar lagi untuk mencari pekerjaan, tetapi
ia tidak menemukannya, hingga terpaksa memotong lagi kepangan rambutnya yang
masih tersisa, lalu menjualnya kepada anak perempuan yang sama. Keluarga anak
itu memberinya makanan sebagai pembayarannya, sama dengan makanan yang kemarin.
Istri Ayub membawa makanan kepada suaminya, maka Ayub bertanya, "Demi Allah, aku
tidak mau memakannya sebelum aku ketahui dari manakah makanan ini didapat." Maka
istri Ayub membuka kerudung yang menutupi kepalanya. Ketika Ayub melihat rambut
istrinya dicukur, ia sangat terpukul dan merasa sedih yang amat sangat. Maka
pada saat itu juga Ayub berdoa kepada Allah Swt., seperti yang disebutkan oleh
firman-Nya: (Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau
adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang. (Al-Anbiya:
83)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Musa Ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami
Hammad, telah menceritakan kepada kami Abu Imran Al-Juni, dari Nauf Al-Bakkali,
bahwa setan yang mengganggu Ayub dikenal dengan sebutan Mabsut.
Nauf Al-Bakkali mengatakan bahwa istri Ayub berkata kepada suaminya,
"Berdoalah kepada Allah memohon kesembuhan, pasti Allah akan menyembuhkanmu."
Akan tetapi, Ayub tetap tidak mau berdoa untuk memohon kesembuhannya. Hingga
pada suatu hari lewatlah sejumlah orang dari kalangan Bani Israil di dekat
tempat Ayub berada. Sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain,
"Musibah yang menimpanya tiada lain karena dosa besar yang dikerjakannya." Maka
pada saat itu juga Nabi Ayub berdoa kepada Allah, sebagaimana yang disebutkan
oleh firman-Nya: (Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan
Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.
(Al-Anbiya: 83)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Abu Salamah, telah menceritakan kepada kami Jarir ibnu
Hazim, dari Abdullah ibnu Ubaid ibnu Umair yang mengatakan bahwa Nabi Ayub
mempunyai dua orang saudara. Pada suatu hari dua saudaranya itu datang
mengunjunginya, tetapi keduanya tidak dapat mendekatinya karena bau Ayub yang
tidak enak; maka keduanya hanya berdiri dari kejauhan. Salah seorang berkata
kepada yang lain, "Seandainya Allah mengetahui adanya kebaikan pada diri Ayub,
tentulah Dia tidak mengujinya dengan cobaan ini." Maka Ayub merasa berduka cita
dengan perkataan keduanya, duka cita yang belum pernah ia alami sebelumnya. Lalu
Ayub berdoa, "Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa sesungguhnya aku belum
pernah tidur di suatu malam pun dalam keadaan kenyang, dan aku mengetahui
mengapa aku lapar, maka percayalah kepadaku." Maka semua malaikat yang ada di
langit mempercayainya, sedangkan kedua saudaranya itu mendengarkannya. Kemudian
Ayub berkata lagi, "Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa sesungguhnya aku
belum pernah mempunyai dua lapis baju gamis, dan aku mengetahui mengapa aku
sampai tidak berpakaian, maka percayailah aku." Para malaikat yang ada di langit
mempercayainya, sedangkan kedua saudaranya itu mendengarkannya. Setelah itu Ayub
berkata, "Ya Allah, demi Keagungan-Mu," lalu Ayub menyungkur bersujud seraya
berkata, "Demi Keagungan-Mu, aku tidak akan mengangkat kepalaku selama Engkau
belum menyembuhkan diriku dari penyakit ini." Ayub tidak mengangkat kepalanya
hingga pada akhirnya Allah melenyapkan cobaan yang menimpanya.
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya pula melalui jalur lain dengan sanadnya
yang marfu' dan lafaz yang semisal. Ia mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb,
telah menceritakan kepadaku Nafi' ibnu Yazid, dari Aqil, dari Az-Zuhri, dari
Anas ibnu Malik, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, "Sesungguhnya Nabi Allah
—Ayub— menjalani masa cobaan selama delapan belas tahun. Semua orang —baik yang
tadinya dekat maupun yang jauh—tidak mau mendekatinya kecuali hanya dua orang
saudaranya yang sangat akrab dengannya sebelum itu. Keduanya selalu datang
menjenguknya di setiap pagi dan petang. Maka salah seorang berkata kepada yang
lain, 'Demi Allah, engkau mengetahui bahwa sesungguhnya Ayub telah berbuat suatu
dosa yang belum pernah dilakukan oleh seorang manusia pun.' Yang lain menjawab,
"Dosa apakah yang dilakukannya?" Temannya berkata, 'Selama delapan belas tahun
Ayub tidak mendapat rahmat dari Allah.' Kemudian Allah melenyapkan cobaan yang
menimpanya. Ketika kedua orang temannya datang lagi mengunjunginya, maka salah
seorang tidak sabar lagi untuk menanyakan hal itu kepada Ayub. Lalu Ayub
menjawab, 'Aku tidak mengerti apa yang kamu katakan, hanya Allah Swt. pasti
mengetahui bahwa pada suatu hari aku berpapasan dengan dua orang lelaki yang
sedang bertengkar, lalu keduanya menyebut nama Allah (bersumpah). Maka aku
kembali ke rumahku, lalu kulakukan kifarat sebagai ganti dari kedua orang itu,
karena aku tidak suka bila nama Allah disebut-sebut oleh keduanya bukan dalam
masalah yang hak.'
Nabi Saw. melanjutkan kisahnya, bahwa Ayub biasa keluar untuk suatu
keperluan. Apabila ia telah selesai dari keperluan tersebut, istrinya memegang
tangannya (menuntunnya) hingga sampai ke rumah. Tetapi pada suatu hari istrinya
terlambat menjemputnya, maka Allah menurunkan wahyu kepada Ayub di tempat itu,
yaitu firman-Nya: Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan
untuk minum. (Shad: 42)
Akan tetapi, predikat marfu" hadis ini dinilai garib (aneh)
sekali.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami
Hammad, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Zaid, dari Yusuf ibnu Mahran,
dari Ibnu Abbas yang mengatakan, bahwa Allah memberinya pakaian dari surga, lalu
Ayub menjauh dari tempatnya dan duduk di suatu tempat yang agak jauh dari tempat
semula. Ketika istrinya datang, istrinya tidak mengenalinya; lalu si istri
bertanya, "Hai hamba Allah, ke manakah perginya orang yang mengalami musibah;
tadi ia di sini? Saya khawatir bila ia dibawa pergi oleh anjing-anjing atau oleh
serigala-serigala pemangsa." Kemudian istri Ayub mengajaknya berbicara selama
sesaat. Maka Ayub (yang telah berganti rupa itu) menjawab, "Celakalah kamu, saya
ini Ayub." Istrinya berkata, "Apakah engkau memperolok-olokku, hai hamba Allah?"
Ayub berkata, "Celakalah kamu, aku adalah Ayub. Allah telah mengembalikan
tubuhku seperti sediakala."
Ibnu Abbas mengatakan pula bahwa Allah mengembalikan semua harta dan
anak-anaknya saat itu juga, kemudian diberi lagi anak yang berjumlah sama dengan
mereka.
Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa Allah menurunkan wahyu kepada Ayub,
"Sesungguhnya Aku telah mengembalikan kepadamu seluruh keluargamu dan harta
bendamu, ditambah dengan yang sejumlah dengan mereka. Maka mandilah'dengan air
ini, karena sesungguhnya pada air ini terkandung kesembuhan bagimu. Lalu
berkurbanlah untuk sahabat-sahabatmu dan mintalah ampunan bagi mereka, karena
sesungguhnya mereka telah durhaka kepada-Ku karena kamu." Demikianlah menurut
riwayat Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Abu Hatim mengatakan:
حَدَّثَنَا
أَبُو زُرْعَة، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ مَرْزُوقٍ، حَدَّثَنَا همام، عن قتادة، عن
النضر ابن أَنَسٍ، عَنْ بَشير بْنِ نَهِيك، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَمَّا عَافَى اللَّهُ أَيُّوبَ،
أَمْطَرَ عَلَيْهِ جَرَادًا مِنْ ذَهَبٍ، فَجَعَلَ يَأْخُذُ بِيَدِهِ وَيَجْعَلُهُ
فِي ثَوْبِهِ". قَالَ: "فَقِيلَ لَهُ: يَا أَيُّوبُ، أَمَا تَشْبَعُ؟ قَالَ: يَا
رَبِّ، وَمَنْ يَشْبَعُ مِنْ رَحْمَتِكَ".
telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Amr
ibnu Marzuq, telah menceritakan kepada kami Hammam, dari Qatadah, dari An-Nadr
ibnu Anas, dari Basyir ibnu Nuhaik, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah
bersabda: Setelah Allah memulihkan kesehatan Ayub, maka Allah menghujaninya
dengan belalang emas. Lalu Ayub memungutinya dengan tangan dan memasukkannya ke
dalam baju. Maka dikatakan kepadanya, "Hai Ayub, tidakkah engkau merasa
kenyang?" Ayub menjawab, "Wahai Tuhanku, siapakah yang merasa kenyang dengan
rahmat-Mu?”
Asal hadis ini ada pada kitab Sahihain, akan dijelaskan dalam
pembahasan lain.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَآتَيْنَاهُ
أَهْلَهُ وَمِثْلَهُمْ مَعَهُمْ}
dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan
bilangan mereka. (Al-Anbiya: 84)
Telah disebutkan riwayat dari Ibnu Abbas yang menyebutkan bahwa Allah
berfirman (kepada para malaikat-Nya), "Kembalikanlah kepadanya semua miliknya
dalam keadaan utuh."
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas. Telah
diriwayatkan pula dari Ibnu Mas'ud, juga dari Mujahid. Hal yang sama telah
dikatakan oleh Al-Hasan dan Qatadah.
Sebagian orang mengatakan bahwa istri Ayub bernama Rahmah. Jika pendapat ini
bersumber dari konteks ayat, sesungguhnya pendapat ini jauh dari kebenaran. Jika
bersumber dari berita Ahli Kitab dan memang terbukti berasal dari mereka, maka
termasuk ke dalam Bab "Tidak Boleh Dipercayai dan Tidak Boleh pula Didustakan."
Akan tetapi, Ibnu Asakir telah menyebutnya di dalam kitab Tarikh-nya
dengan sebutan Rahmatullah.
Ibnu Asakir mengatakan bahwa menurut suatu pendapat, nama istri Ayub ialah
Layya binti Minsya ibnu Yusuf ibnu Ya'qub ibnu Ishaq ibnu Ibrahim. Ibnu Asakir
mengatakan pula bahwa menurut pendapat lainnya, nama istri Ayub ialah Layya
binti Ya'qub a.s, ia hidup bersamanya di negeri Sanyah.
Mujahid mengatakan bahwa dikatakan kepada Ayub, "Hai Ayub, sesungguhnya
keluargamu Kami masukkan ke dalam surga. Jika kamu suka, Kami dapat mendatangkan
mereka kepadamu. Dan jika kamu menghendaki, Kami dapat membiarkan mereka di
dalam surga, lalu menggantikan buatmu orang-orang sejumlah mereka menjadi
keluargamu." Ayub menjawab, "Tidak, biarkanlah mereka di dalam surga."Maka
mereka dibiarkan di dalam surga dan diberikan kepada Ayub orang-orang sejumlah
mereka di dunia sebagai keluarganya.
Hammad ibnu Zaid telah meriwayatkan dari Abu Imran Al-Juni, dari Nauf
Al-Bakkali yang mengatakan bahwa diberikan kepada Ayub pahala kesabaran karena
ditinggal mereka kelak di akhirat, dan diberikan kepadanya keluarga baru yang
bilangannya sama dengan mereka di dunia. Hammad ibnu Zaid mengatakan bahwa ia
menceritakan kisah ini kepada Mutarrif. Maka Mutarrif menjawab,"Saya belum
pernah mengetahui jalur periwayatannya sebelum ini." Hal yang sama telah
diriwayatkan dari Qatadah, As-Saddi, dan lain-lainnya dari kalangan ulama Salaf.
Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{رَحْمَةً
مِنْ عِنْدِنَا}
sebagai suatu rahmat dari sisi Kami. (Al-Anbiya: 84)
Yakni Kami lakukan hal itu kepada Ayub sebagai rahmat dari sisi Kami
buatnya.
Firman Allah Swt.:
{وَذِكْرَى
لِلْعَابِدِينَ}
dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.
(Al-Anbiya: 84)
Kami jadikan kisah Ayub ini sebagai suri teladan agar orang-orang yang
tertimpa musibah jangan beranggapan bahwa sesungguhnya Kami lakukan cobaan itu
kepada mereka tiada lain karena mereka hina dalam pandangan Kami. Dan agar
mereka meniru kesabaran Ayub dalam menghadapi takdir Allah dan cobaan-Nya
terhadap hamba-hamba-Nya dengan berbagai macam cobaan yang dikehendaki-Nya.
Hanya Dia sajalah yang mengetahui hikmah yang tersembunyi di balik semuanya
itu.