Tafsir Surat Thaha, ayat 95-98
{قَالَ
فَمَا خَطْبُكَ يَا سَامِرِيُّ (95) قَالَ بَصُرْتُ بِمَا لَمْ يَبْصُرُوا بِهِ
فَقَبَضْتُ قَبْضَةً مِنْ أَثَرِ الرَّسُولِ فَنَبَذْتُهَا وَكَذَلِكَ سَوَّلَتْ
لِي نَفْسِي (96) قَالَ فَاذْهَبْ فَإِنَّ لَكَ فِي الْحَيَاةِ أَنْ تَقُولَ لَا
مِسَاسَ وَإِنَّ لَكَ مَوْعِدًا لَنْ تُخْلَفَهُ وَانْظُرْ إِلَى إِلَهِكَ الَّذِي
ظَلْتَ عَلَيْهِ عَاكِفًا لَنُحَرِّقَنَّهُ ثُمَّ لَنَنْسِفَنَّهُ فِي الْيَمِّ
نَسْفًا (97) إِنَّمَا إِلَهُكُمُ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلا هُوَ وَسِعَ
كُلَّ شَيْءٍ عِلْمًا (98) }
Berkata Musa, "Apakah yang mendorongmu
(berbuat demikian) hai Samiri?” Samiri
menjawab, 'Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya, maka aku
ambil segenggam dari jejak rasul, lalu aku melemparkannya dan demikianlah
nafsuku membujukku.” Berkata Musa, "Pergilah kamu, maka sesungguhnya bagimu di
dalam kehidupan dunia ini (hanya dapat) mengatakan, "Janganlah menyentuh
(aku).' Dan sesungguhnya bagimu hukuman (di akhirat) yang kamu
sekali-kali tidak dapat menghindarinya, dan lihatlah tuhanmu itu yang kamu tetap
menyembahnya. Sesungguhnya kami akan membakarnya, kemudian kami sungguh-sungguh
akan menghamburkannya ke dalam laut (berupa abu yang berserakan).
Sesungguhnya Tuhanmu hanyalah Allah, yang tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah), selain Dia. Pengetahuan-Nya meliputi segala
sesuatu.”
Musa bertanya kepada Samiri, "Apakah yang mendorongmu berbuat seperti itu,
dan apakah yang membuatmu berani melakukan apa yang kamu lakukan itu?"
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Hakim ibnu Jubair, dari Sa'id
ibnu Jubair,dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Samiri adalah seorang lelaki
dari kalangan penduduk Baj irma, yaitu dari kalangan kaum yang menyembah sapi.
Dan kecintaannya terhadap penyembahan sapi melekat dalam dirinya. Dia secara
lahiriah menampakkan keislamannya di mata orang-orang Bani Israil, dan nama
aslinya ialah Musa ibnu Zafar. Menurut riwayat yang lain dari Ibnu Abbas, Samiri
berasal dari Kirman. Qatadah mengatakan bahwa Samiri berasal dari suatu kota
yang disebut Samara.
{قَالَ
بَصُرْتُ بِمَا لَمْ يَبْصُرُوا بِهِ}
Samiri menjawab, 'Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahui.”
(Thaha: 96)
Yakni aku melihat Jibril ketika datang untuk membinasakan Fir'aun.
{فَقَبَضْتُ
قَبْضَةً مِنْ أَثَرِ الرَّسُولِ}
maka aku ambil segenggam dari jejak rasul. (Thaha: 96)
Yaitu dari bekas jejak kudanya. Demikianlah menurut pendapat yang terkenal
di kalangan kebanyakan ahli tafsir atau sebagian besar dari mereka.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ammar
ibnul Haris, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa, telah
menceritakan kepada kami Israil, dari As-Saddi, dari Ubay ibnu Imarah, dari Ali
r.a. yang mengatakan bahwa sesungguhnya Jibril a.s. ketika turun dan ketika naik
lagi dengan membawa Musa ke langit, peristiwa itu terlihat oleh Samiri yang ada
di antara orang banyak, maka Samiri mengambil segenggam tanah dari bekas telapak
kuda utusan itu (Jibril). Ali r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa Jibril a.s.
membawa Musa di belakangnya hingga sampailah di dekat pintu langit, lalu Musa
naik ke langit; dan Allah menulis luh-luh (kitab Taurat), sedangkan Musa
mendengar guratan qalam pada luh-luh itu. Dan setelah Allah
memberitahukan kepadanya bahwa kaumnya telah terfitnah setelah kepergiannya,
Musa turun ke bumi, lalu mengambil patung anak lembu itu dan membakarnya. Asar
ini berpredikat garib.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: maka aku ambil segenggam
dari jejak rasul. (Thaha: 96) Yakni dari bekas teracak kuda yang dinaiki
Malaikat Jibril. Yang dimaksud dengan gabdah ialah segenggam tanah, yakni
sepenuh kedua telapak tangan. Mujahid melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Samiri
melemparkan apa yang digenggam tangannya itu ke dalam tumpukan perhiasan Bani
Israil, maka tercetaklah dari leburannya sebuah patung anak lembu yang bertubuh
dan bersuara akibat masuknya angin ke dalam rongga tubuhnya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Yahya, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Madini, telah menceritakan
kepada kami Yazid ibnu Zurai', telah menceritakan kepada kami Imarah, telah
menceritakan kepada kami Ikrimah, bahwa Samiri melihat utusan itu (sedangkan
orang lain tidak melihatnya). Lalu ada yang membisikkan kepadanya, "Jika kamu
mengambil segenggam dari jejak utusan ini, lalu kamu lemparkan pada sesuatu dan
kamu katakan kepadanya, 'Jadilah kamu anu,' maka jadilah ia (menuruti
kemauanmu)." Maka Samiri mengambil segenggam tanah dari jejak utusan itu dan
jari jemarinya lengket pada tanah yang digenggamnya. Setelah Musa pergi untuk
memenuhi janjinya, sedangkan di tangan kaum Bani Israil banyak terdapat
perhiasan yang mereka pinjam dari keluarga Fir'aun (semasa di Mesir, dan terbawa
oleh mereka), Samiri berkata kepada mereka, "Sesungguhnya yang menyebabkan
kalian tertimpa musibah ini tiada lain karena perhiasan yang ada di tangan
kalian, maka kumpulkanlah semuanya." Lalu mereka mengumpulkan
perhiasan-perhiasan itu dan Samiri membakarnya hingga lebur menjadi satu. Ketika
melihat pemandangan itu Samiri mendapat bisikan, "Sesungguhnya jika kamu
lemparkan genggaman tanah bekas utusan ini ke dalam api tersebut, lalu kamu
katakan, 'Jadilah anu,' maka akan jadilah ia" Lalu Samiri melemparkan genggaman
itu dan berkata, "Jadilah kamu anak lembu yang bertubuh dan bersuara!" Maka
jadilah ia. Lalu Samiri berkata, seperti yang disebutkan firman-Nya: Inilah
Tuhan kalian dan Tuhan Musa. (Thaha: 88). Karena itulah disebutkan oleh
kisah selanjutnya melalui firman-Nya:
{فَنَبَذْتُهَا}
lalu aku melemparkannya. (Thaha: 96)
Yakni aku melemparkannya bersama dengan orang-orang yang melemparkan
perhiasannya, menjadi satu.
{وَكَذَلِكَ
سَوَّلَتْ لِي نَفْسِي}
dan demikianlah nafsuku membujukku. (Thaha: 96)
Yaitu hawa nafsunya menganggap baik perbuatan itu dan membuatnya merasa
bangga dan takjub dengan perbuatannya saat itu.
{قَالَ
فَاذْهَبْ فَإِنَّ لَكَ فِي الْحَيَاةِ أَنْ تَقُولَ لَا مِسَاسَ}
Musa berkata, "Pergilah kamu, maka sesungguhnya bagimu di dalam kehidupan
di dunia ini (hanya dapat) mengatakan, 'Janganlah menyentuh(ku)'.”
(Thaha: 97)
Yakni sebagaimana kamu telah mengambil dan memegang sesuatu yang seharusnya
kamu tidak boleh mengambil dan memegangnya, yaitu bekas jejak utusan itu; maka
hukumanmu di dunia ini ialah hendaknya kamu mengatakan, "Janganlah kamu
menyentuhku," yakni orang-orang tidak boleh menyentuhmu.
{وَإِنَّ
لَكَ مَوْعِدًا}
Dan sesungguhnya bagimu hukuman. (Thaha: 97)
Yaitu kelak di hari kiamat.
{لَنْ
تُخْلَفَهُ}
yang kamu sekali-kali tidak dapat menghindarinya. (Thaha: 97)
Artinya tiada jalan lain bagimu kecuali mengalaminya, atau tiada jalan
selamat bagimu darinya.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: (hanya dapat)
mengatakan, "Janganlah menyentuh(ku).” (Thaha: 97) Hal tersebut sebagai
hukuman terhadap mereka (yang menyembah anak lembu), dan sisa-sisa mereka di
masa sekarang mengatakan hal yang sama.
Firman Allah Swt.:
{وَإِنَّ
لَكَ مَوْعِدًا لَنْ تُخْلَفَهُ}
Dan sesungguhnya bagimu hukuman (di akhirat) yang kamu sekali-kali
tidak dapat menghindarinya. (Thaha: 97)
Al-Hasan Al-Basri, Qatadah dan Abu Nuhaik mengatakan bahwa kamu tidak dapat
menghindari siksaan itu.
{وَانْظُرْ
إِلَى إِلَهِكَ}
dan lihatlah tuhanmu itu yang kamu tetap menyembahnya. (Thaha: 97)
Yakni kamu tetap menyembah patung anak lembu.
{الَّذِي
ظَلْتَ عَلَيْهِ عَاكِفًا}
Sesungguhnya kami akan membakarnya. (Thaha: 97)
Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, juga As-Saddi, bahwa Musa
mengikis habis patung itu dengan kikir, lalu melemparnya dalam api.
Qatadah mengatakan bahwa patung anak lembu itu berubah menjadi anak lembu
sungguhan yang berdarah dan berdaging, lalu Musa membakarnya dan melemparkan
abunya ke laut. Karena itulah disebutkan oleh firman selanjutnya:
{ثُمَّ
لَنَنْسِفَنَّهُ فِي الْيَمِّ نَسْفًا}
kemudian kami sungguh-sungguh akan menghamburkannya ke dalam laut
(berupa abu yang berserakan). (Thaha: 97)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Raja, telah menceritakan kepada kami
Israil, dari Abu Ishaq, dari Imarah ibnu Abdullah dan Abu Abdur Rahman, dari Ali
r.a. yang mengatakan bahwa sesungguhnya Musa setelah bersegera menuju ke tempat
yang dijanjikan oleh Tuhannya, Samiri dengan sengaja mengumpulkan semua
perhiasan wanita Bani Israil yang dapat dihimpunkannya, lalu dijadikannya sebuah
patung anak lembu.
Ali melanjutkan kisahnya, bahwa setelah pulang Musa segera pergi ke tempat
patung anak lembu itu dan mengambil kikir, lalu ia mengikir habis patung anak
lembu itu di pinggir sungai. Maka tiada seorang pun dari kalangan mereka yang
menyembah patung anak lembu itu meminum air sungai tersebut, melainkan wajahnya
berubah menjadi kuning seperti warna emas. Lalu mereka berkata kepada Musa,
"Bagaimanakah cara tobat kami?" Musa menjawab, "Sebagian dari kalian membunuh
sebagian yang lainnya."
Hal yang sama telah dikatakan oleh As-Saddi. Dalam tafsir surat Al-Baqarah
telah disebutkan kisah ini. kemudian diulangi lagi dalam hadis yang bersumber
dari Ibnu Abbas. keterangannya lebih rinci lagi.
*******************
Firman Allah Swt.:
{إِنَّمَا
إِلَهُكُمُ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلا هُوَ وَسِعَ كُلَّ شَيْءٍ
عِلْمًا}
Sesungguhnya Tuhan kalian hanyalah Allah, yang tidak ada Tuhan (yang
berhak disembah) selain Dia. Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu.
(Thaha: 98)
Musa berkata kepada mereka,"Ini bukanlah tuhan kalian. Sesungguhnya Tuhan
kalian hanyalah Tuhan yang tidak ada Tuhan selain Dia. Yakni tiada yang pantas
disembah oleh para hamba kecuali hanyalah Dia, dan segala sesuatu berhajat
kepada-Nya dan menjadi hamba-Nya."
Firman Allah Swt.:
{وَسِعَ
كُلَّ شَيْءٍ عِلْمًا}
Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu. (Thaha: 98)
Lafaz 'ilman di-nasab-kan karena berkedudukan sebagai tamyiz,
yakni Dia Maha Mengetahui segala sesuatu, Pengetahuan-Nya meliputi segala
sesuatu, dan Dia menghitung segala sesuatu dengan perhitungan yang sangat
teliti. Tiada sesuatu pun yang terhalang dari pengetahuan-Nya, sekalipun sebesar
semut yang paling kecil.
{وَمَا
تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلا يَعْلَمُهَا وَلا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأرْضِ وَلا
رَطْبٍ وَلا يَابِسٍ إِلا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ}
dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya, dan
tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu pun yang
basah atauyang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh
Mahfuz). (Al-An'am: 59)
Dan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَمَا
مِنْ دَابَّةٍ فِي الأرْضِ إِلا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا
وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ}
Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah
yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan
tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis di dalam Kitab yang nyata (Lauh
Mahfuz). (Hud: 6)
Ayat-ayat yang semakna banyak didapat di dalam Al-Qur'an.