Tafsir Surat Ar-Ra'd, ayat 38-39
{وَلَقَدْ
أَرْسَلْنَا رُسُلا مِنْ قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً
وَمَا كَانَ لِرَسُولٍ أَنْ يَأْتِيَ بِآيَةٍ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ لِكُلِّ أَجَلٍ
كِتَابٌ (38) يَمْحُوا اللَّهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الْكِتَابِ
(39) }
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa
rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan.
Dan tidak ada hak bagi seorang rasul mendatangkan sesuatu ayat (mukjizat) melainkan dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap
masa ada Kitab (yang tertentu). Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki
dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat
Ummul Kitab (Lauh Mahfuz).
Allah Swt. menyebutkan bahwa sebagaimana Kami telah mengutusmu, hai Muhammad,
sebagai seorang rasul dan kamu seorang manusia, begitu pula Kami telah mengutus
rasul-rasul sebelum kamu dari kalangan manusia; mereka makan makanan, berjalan
di pasar-pasar, dan beristri serta mempunyai anak. dan Kami memberikan kepada
mereka istri-istri dan keturunan. (Ar-Ra'd: 38)
Allah Swt. telah berfirman kepada rasul-Nya yang paling utama dan yang
menjadi penutup para rasul:
{قُلْ
إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ}
Katakanlah, "Sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia seperti kalian,
yang diwahyukan kepadaku.” (Al-Kahfi: 110)
Di dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda:
"أَمَّا
أَنَا فَأَصُومُ وَأُفْطِرُ، وَأَقُومُ وَأَنَامُ، وَآكُلُ الدَّسَمَ وَأَتَزَوَّجُ
النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي"
Adapun aku berpuasa dan berbuka, berdiri (salat) dan tidur, makan
daging dan mengawini wanita. Maka barang siapa yang tidak suka dengan sunnah
(tuntunanku), dia bukan termasuk golonganku.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ، أَنْبَأَنَا الْحَجَّاجُ بْنُ أَرْطَاةَ
عَنْ مَكْحُولٍ قَالَ: قَالَ أَبُو أَيُّوبَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَرْبَعٌ مِنْ سُنَنِ الْمُرْسَلِينَ: التَّعَطُّرُ،
وَالنِّكَاحُ، وَالسِّوَاكُ، وَالْحِنَّاءُ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah
menceritakan kepada kami Al-Hajjaj ibnu Artah, dari Mak-hul yang mengatakan
bahwa Abu Ayyub pernah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ada
empat perkara yang termasuk sunnah para rasul, yaitu memakai wewangian, nikah,
bersiwak, dan memakai pacar.
Abu Isa At-Turmuzi telah meriwayatkannya melalui Sufyan ibnu Waki', dari
Hafis ibnu Gailan, dari Al-Hajjaj, dari Mak-hul, dari Abusy Syimal, dari Abu
Ayyub, kemudian ia menyebutkan hadis ini. Dan ia (Turmuzi) mengatakan bahwa
hadis ini lebih sahih daripada hadis yang di dalam sanadnya tidak disebut
Abusy Syimal.
Firman Allah Swt.:
{وَمَا
كَانَ لِرَسُولٍ أَنْ يَأْتِيَ بِآيَةٍ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ}
Dan tidak ada hak bagi seorang rasul mendatangkan sesuatu ayat
(mukjizat) melainkan dengan izin Allah. (Ar-Ra'd: 38)
Artinya, tidaklah seorang rasul mendatangkan kepada kaumnya sesuatu hal yang
bertentangan dengan hukum alam (mukjizat) melainkan dengan seizin Allah, bukan
atas kehendaknya sendiri. Segalanya diserahkan kepada Allah. Dia melakukan apa
yang dikehendaki-Nya dan memutuskan apa yang disukai-Nya.
{لِكُلِّ
أَجَلٍ كِتَابٌ}
Bagi tiap-tiap masa ada Kitab (yang tertentu). (Ar-Ra'd: 38)
Yakni bagi tiap masa tertentu ada kitab yang mencatat batas akhirnya. Segala
sesuatu ada batasannya yang ditentukan di sisi-Nya.
{أَلَمْ
تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاءِ وَالأرْضِ إِنَّ ذَلِكَ فِي
كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ}
Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja
yang ada di langit dan di bumi; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam
sebuah kitab (Lauh Mahfuz)? Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah
bagi Allah. (Al-Hajj: 70)
Ad-Dahhak ibnu Muzahim mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Bagi
tiap-tiap masa ada Kitab (yang tertentu). (Ar-Ra'd: 38) Yakni bagi tiap
kitab ada batas masanya. Dengan kata lain, tiap kitab yang diturunkan dari
langit ada batasan masa yang telah ditentukan di sisi Allah dan ada batas masa
berlakunya. Karena itu, dalam firman selanjutnya disebutkan: Allah
menghapuskan apa yang Dia kehendaki. (Ar-Ra'd: 39) darinya (kitab-kitab
itu). dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki). (Ar-Ra'd: 39) sehingga
semuanya di-mansukh oleh Al-Qur'an yang Dia turunkan kepada Rasulullah
Saw.
Mengenai makna firman Allah Swt. yang mengatakan:
{يَمْحُوا
اللَّهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ}
Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia
kehendaki). (Ar-Ra'd: 39)
Ulama tafsir berselisih pendapat mengenai penafsirannya.
As-Sauri, Waki', dan Hasyim telah meriwayatkan dari Ibnu Abu Laila, dari
Al-Minhal ibnu Amr, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa Allah-lah
yang mengatur urusan sunnah (hukum). Maka Dia menghapuskan apa yang
dikehendaki-Nya, terkecuali nasib celaka, nasib bahagia, hidup, dan mati.
Di dalam riwayat lain sehubungan dengan makna firman-Nya: Allah
menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki).
(Ar-Ra'd: 39) Disebutkan bahwa segala sesuatu yang Dia kehendaki untuk dihapus,
Dia menghapusnya, kecuali mati, hidup, celaka, dan bahagia; karena sesungguhnya
urusan tersebut telah diselesaikan oleh-Nya.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Allah menghapuskan
apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki). (Ar-Ra'd:
39) Kecuali hidup, mati, celaka, dan bahagia; hal tersebut tidak berubah.
Mansur mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Mujahid tentang doa
seseorang seperti berikut: "Ya Allah, jika namaku berada dalam golongan
orang-orang yang berbahagia, maka tetapkanlah namaku itu di antara mereka. Dan
jika namaku berada dalam golongan orang-orang yang celaka, maka hapuskanlah
namaku dari golongan mereka, dan jadikanlah namaku termasuk ke dalam golongan
orang-orang yang berbahagia." Maka Mujahid menjawab, "Baik." Kemudian Mansur
menjumpainya lagi setahun kemudian atau lebih, dan ia menanyakan pertanyaan yang
sama kepada Mujahid. Maka Mujahid membacakan firman-Nya: Sesungguhnya Kami
menurunkannya pada suatu malam yang diberkati. (Ad-Dukhan: 3), hingga akhir
dua ayat berikutnya. Kemudian Mujahid berkata bahwa Allah memberikan ketetapan
dalam malam yang diberkati segala sesuatu yang akan terjadi dalam masa satu
tahun menyangkut masalah rezeki atau musibah. Kemudian Dia mendahulukan apa
yang Dia kehendaki dan menangguhkan apa yang Dia kehendaki. Adapun mengenai
ketetapan-Nya tentang kebahagiaan dan kecelakaan, maka hal ini telah
ditetapkan-Nya dan tidak akan diubah lagi.
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Abu Wa'il (yaitu Syaqiq ibnu Salamah) bahwa
dia sering sekali mengucapkan doa berikut: "Ya Allah, jikalau Engkau telah
mencatat kami termasuk orang-orang yang celaka, maka sudilah kiranya Engkau
menghapusnya, dan catatlah kami ke dalam golongan orang-orang yang bahagia. Dan
jika Engkau telah mencatat kami ke dalam golongan orang-orang yang berbahagia,
maka tetapkanlah keputusan itu. Karena sesungguhnya Engkau menghapuskan apa yang
Engkau kehendaki dan menetapkan apa yang engkau kehendaki, di sisiMu terdapat
Ummul Kitab (Lauh Mahfuz)." Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Ali,
telah menceritakan kepada kami Mu'az ibnu Hisyam, telah menceritakan kepada kami
ayahku, dari Abu Hakimah Ismah, dari Abu Usman An-Nahdi, bahwa Umar ibnul
Khattab r.a. mengucapkan doa berikut dalam tawafnya di Baitullah seraya
menangis: Ya Allah, jika Engkau telah mencatat nasibku celaka atau berdosa, maka
hapuskanlah, karena sesungguhnya Engkau menghapuskan apa yang Engkau kehendaki
dan menetapkan apa yang Engkau kehendaki; dan di sisi-Mu terdapat Ummul Kitab
(Lauh Mahfuz), maka jadikanlah (catatan nasibku) bahagia dan mendapat
ampunan.
Hammad telah meriwayatkan dari Khalid Al-Hazza, dari Abu Qilabah, dari Ibnu
Mas'ud r.a., bahwa dia pun membaca doa tersebut. Hal yang sama telah
diriwayatkan oleh Syarik, dari Hilal ibnu Humaid, dari Abdullah ibnu Alim, dari
Ibnu Mas'ud.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah
menceritakan kepada kami Hajjaj, telah menceritakan kepada kami Khassaf, dari
Abu Hamzah, dari Ibrahim, bahwa Ka'b berkata kepada Umar ibnul Khattab, "Wahai
Amirul Mukminin, seandainya tidak ada suatu ayat dalam Kitabullah
(Al-Qur'an), tentulah aku akan menceritakan kepadamu apa yang akan terjadi
sampai hari kiamat." Umar ibnul Khattab bertanya, "Ayat apakah itu?" Ka'b
menjawab bahwa ayat tersebut adalah firman Allah Swt. yang mengatakan: Allah
menghapuskan apa yang Dia kehendaki. (Ar-Ra'd: 39), hingga akhir ayat.
Pengertian semua pendapat di atas menyimpulkan bahwa takdir itu dapat dihapus
oleh Allah menurut apa yang Dia kehendaki darinya, dan Dia menetapkan apa yang
Dia kehendaki darinya.
Pendapat ini barangkali berpegang kepada hadis yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا
وَكِيع، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، وَهُوَ الثَّوْرِيُّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
عِيسَى، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي الجَعْد، عَنْ ثَوْبَان قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إن الرَّجُلَ لَيُحْرَمُ
الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبه، وَلَا يَرُدُّ القَدَر إِلَّا الدُّعَاءُ، وَلَا
يَزِيدُ فِي الْعُمُرِ إِلَّا الْبِرُّ".
telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Sufyan
(yaitu As-Sauri), dari Abdullah ibnu Isa, dari Abdullah ibnu Abul Ja'd, dari
Sauban yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya
seorang lelaki benar-benar terhalang dari rezekinya disebabkan dosa yang
dikerjakannya, dan tiada yang dapat menolak takdir kecuali doa, dan tiada yang
dapat menambah usia kecuali perbuatan baik.
Imam Nasai dan Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Sufyan As-Sauri
dengan sanad yang sama. Di dalam hadis sahih telah disebutkan bahwa silaturahmi
menambah usia. Di dalam hadis lainnya disebutkan:
"إِنَّ
الدُّعَاءَ وَالْقَضَاءَ لَيَعْتَلِجَانِ بَيْنَ السَّمَاءِ
وَالْأَرْضِ"
Sesungguhnya doa dan qada (takdir), kedua-duanya benar-benar saling
tolak menolak di antara langit dan bumi.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Sahl ibnu
Askar, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada
kami Ibnu Jarir, dari Ata, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Allah mempunyai
Lauh Mahfuz yang besarnya sejauh perjalanan lima ratus tahun, terbuat dari batu
permata (intan) putih yang mempunyai dua penyanggah terbuat dari yaqut. Setiap
hari Allah memeriksanya sebanyak tiga ratus enam puluh kali periksaan. Dia
menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan apa yang dikehendaki, di
sisi-Nya terdapat Ummul Kitab. '
Al-Lais ibnu Sa'd telah meriwayatkan dari Ziyad ibnu Muhammad, dari Muhammad
ibnu Ka'b Al-Qurazi, dari Fudalah ibnu Ubaid, dari Abu Darda yang mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"
[إن الله] يَفْتَحُ الذِّكْرَ فِي ثَلَاثِ سَاعَاتٍ يَبْقَيْنَ مِنَ اللَّيْلِ، فِي
السَّاعَةِ الْأُولَى مِنْهَا يَنْظُرُ فِي الذِّكْرِ الَّذِي لَا يَنْظُرُ فِيهِ
أَحَدٌ غَيْرُهُ، فَيَمْحُو مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ"
Az-Zikr (Lauh Mahfuz) dibuka pada saat malam hari tinggal tiga jam
lagi. Pada jam yang pertama dilakukan pemeriksaan oleh Allah padanya yang tiada
seorang pun melihat pemeriksaan itu selain Dia, maka Allah menghapuskan apa yang
Dia kehendaki dan menetapkan apa yang Dia kehendaki. hingga akhir hadis,
diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Al-Kalbi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Allah menghapuskan
apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki). (Ar-Ra'd:
39) Bahwa Allah menghapuskan sebagian dari rezeki dan menambahkannya, dan Dia
menghapuskan sebagian dari ajal (usia) dan menambahkannya. Ketika ditanyakan
kepadanya, "Siapakah yang menceritakan hal itu kepadamu?" Al-Kalbi menjawab
bahwa yang menceritakannya adalah Abu Saleh, dari Jabir ibnu Abdullah ibnu
Rabbab, dari Nabi Saw. Sesudah itu ia ditanya mengenai makna ayat ini, maka ia
menjawab, "Allah mencatat semua keputusan. Apabila hari Kamis, maka dibiarkanlah
sebagian darinya segala sesuatu yang tidak mengandung pahala, tidak pula
siksaan. Seperti ucapanmu, 'Saya makan, saya minum, saya masuk, saya keluar, dan
lain sebagainya,' yang menyangkut pembicaraan, sedangkan pembicaraan itu benar.
Dan Dia menetapkan apa yang ada pahalanya serta apa yang ada sanksi
siksaannya."
Ikrimah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Kitab itu ada dua, yaitu
Kitab (catatan) yang Allah menghapuskan sebagian darinya menurut apa yang Dia
kehendaki dan menetapkan apa yang Dia kehendaki darinya, dan di sisi-Nyalah
terdapat Ummul Kitab.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan
(apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nyalah terdapat Ummul Kitab
(Lauh Mahfuz). (Ar-Ra'd: 39) Hal ini menyangkut perihal seseorang yang
melakukan amal ketaatan selama suatu masa, kemudian ia kembali mengerjakan
perbuatan maksiat kepada Allah, lalu ia mati dalam keadaan sesat, maka hal
inilah yang dihapuskan. Dan yang ditetapkan ialah perihal seseorang yang
mengerjakan kemaksiatan kepada Allah, tetapi telah ditetapkan baginya kebaikan
hingga ia mati, sedangkan dia dalam keadaan taat kepada Allah. Maka dialah yang
ditetapkan oleh Allah.
Tetapi telah diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair, bahwa makna ayat ini sama
dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{فَيَغْفِرُ
لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَاللهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ
قَدِيرٌ}
Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (Al-Baqarah:
284)
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
makna firman-Nya: Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan
(apa yang Dia kehendaki). (Ar-Ra'd: 39) Allah mengganti apa yang Dia
kehendaki, maka Dia menghapuskannya; dan menetapkan apa yang Dia kehendaki, maka
Dia tidak menggantinya. dan di sisi-Nyalah terdapat Ummul Kitab (Lauh
Mahfuz). (Ar-Ra'd: 39) Kesimpulan maknanya ialah 'di sisi-Nya terdapat Ummul
Kitab yang di dalamnya terkandung hal yang dihapuskan, hal yang diganti, dan hal
yang ditetapkan'.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Allah menghapuskan
apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki). (Ar-Ra'd:
39) Ayat ini semakna dengan firman-Nya dalam ayat yang lain:
{مَا
نَنْسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنْسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِنْهَا أَوْ
مِثْلِهَا}
Ayat apa saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa
kepadanya. (Al-Baqarah: 106), hingga akhir ayat.
Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna
firman-Nya: Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa
yang Dia kehendaki). (Ar-Ra'd: 39) Bahwa orang-orang kafir Quraisy, ketika ayat
berikut ini diturunkan: Dan tidak ada hak bagi seorang rasul mendatangkan
sesuatu ayat (mukjizat) melainkan dengan izin Allah. (Ar-Ra'd: 38)
Mereka berkata, "Sekarang kita tidak melihat Muhammad memiliki suatu kemampuan
pun. Sesungguhnya dia tidak berdaya." Maka turunlah ayat ini sebagai ancaman dan
peringatan terhadap mereka. Dengan kata lain, disebutkan bahwa sesungguhnya bila
Kami menghendaki, tentulah Kami mengadakan baginya sebagian dari urusan Kami
menurut apa yang Kami kehendaki. Dan Allah menetapkan pada bulan Ramadan
(ketetapan-Nya), maka Dia menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan
rezeki-rezeki manusia serta musibah-musibah mereka, dan semua yang Dia berikan
dan yang Dia bagikan buat mereka.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Allah
menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan. (apa yang Dia
kehendaki). (Ar-Ra'd: 39) Bahwa barang siapa yang ajalnya telah datang, maka ia
dimatikan, dan Allah menetapkan kehidupan bagi orang yang ditetapkan-Nya masih
hidup hingga sampai pada ajalnya. Pendapat ini dipilih oleh Abu Ja'far ibnu
Jarir rahimahullah.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَعِنْدَهُ
أُمُّ الْكِتَابِ}
dan di sisi-Nyalah terdapat Ummul Kitab (Lauh Mahfuz). (Ar-Ra'd:
39)
Maksudnya, perkara halal dan perkara haram.
Sedangkan menurut Qatadah, makna yang dimaksud ialah keseluruhan Kitab dan
pokoknya.
Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan di
sisi-Nyalah terdapat Ummul Kitab. (Ar-Ra'd: 39) bahwa yang dimaksud ialah
Kitab yang ada di sisi Tuhan semesta alam.
Sunaid ibnu Daud mengatakan, telah menceritakan kepadaku Mu'tamir, dari
ayahnya, dari Yasar, dari Ibnu Abbas, bahwa ia pernah bertanya kepada Ka'b
tentang makna Ummul Kitab. Maka Ka'b menjawab, "Ummul Kitab ialah ilmu Allah
tentang apa yang Dia ciptakan dan apa yang diperbuat oleh ciptaan-Nya. Kemudian
Allah berfirman kepada ilmu-Nya, 'Jadilah engkau sebuah Kitab.' Maka jadilah ia
sebuah Kitab.
Ibnu Juraij mengatakan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
dan di sisi-Nyalah terdapat Ummul Kitab. (Ar-Ra'd: 39) Bahwa yang
dimaksud ialah Az-Zikr (Al-Qur'an).