Tafsir Surat Al-Kahfi, ayat 1-5
{الْحَمْدُ
لِلَّهِ الَّذِي أَنزلَ عَلَى عَبْدِهِ الْكِتَابَ وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُ عِوَجَا
(1) قَيِّمًا لِيُنْذِرَ بَأْسًا شَدِيدًا مِنْ لَدُنْهُ وَيُبَشِّرَ
الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا حَسَنًا
(2) مَاكِثِينَ فِيهِ أَبَدًا (3) وَيُنْذِرَ الَّذِينَ قَالُوا اتَّخَذَ اللَّهُ
وَلَدًا (4) مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ وَلا لآبَائِهِمْ كَبُرَتْ كَلِمَةً
تَخْرُجُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ إِنْ يَقُولُونَ إِلا كَذِبًا (5) }
Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan
kepada hamba-Nya Al-Kitab (Al-Qur'an)
dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya, sebagai bimbingan yang
lurus, untuk memperingatkan akan siksaan yang sangat pedih di sisi Allah dan
memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal
saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik, mereka kekal di dalamnya
untuk selama-lamanya. Dan untuk memperingatkan kepada orang-orang yang berkala,
"Allah mengambil seorang anak.” Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan
tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah jeleknya kata-kata
yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan (sesuatu)
kecuali dusta.
Dalam pembahasan terdahulu pada permulaan kitab tafsir telah disebutkan
bahwa Allah Swt. memuji diri-Nya sendiri Yang Mahasuci pada permulaan semua
urusan dan pungkasannya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Terpuji dalam semua
keadaan; bagi-Nya sesala puji, baik di dunia maupun di akhirat. Maka dalam
permulaan surat ini Dia memulainya dengan pujian terhadap diri-Nya sendiri,
bahwa Dia telah menurunkan KitabNya (Al-Qur'an) yang mulia kepada rasul-Nya
yang mulia, yaitu Muhammad Saw. Sesungguhnya Al-Qur'an itu adalah nikmat yang
paling besar yang dianugerahkan oleh Allah Swt. kepada penduduk bumi, karena
berkat Al-Qur'an mereka dikeluarkan dari kegelapan menuju kepada cahaya yang
terang. Kitab Al-Qur'an adalah kitab yang iurus, tiada kebengkokan dan tiada
penyimpangan di dalamnya, bahkan Al-Qur'an memberikan petunjuk kepada manusia ke
jalan yang lurus. Kitab Al-Qur'an adalah kitab yang jelas, terang, dan gamblang,
memberikan peringatan terhadap orang-orang kafir dan menyampaikan berita gembira
kepada orang-orang yang beriman. Karena itulah Allah Swt. berfirman:
{وَلَمْ
يَجْعَلْ لَهُ عِوَجَا}
dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya. (Al- Kahfi: 1)
Artinya. Allah tidak menjadikannya mengandung kebengkokan, tidak pula
kesesatan, tidak pula penyimpangan, bahkan Al-Qur'an dijadikan-Nya pertengahan
lagi lurus. Seperti yang disebutkan firman-Nya:
{قَيِّمًا}
sebagai bimbingan yang lurus. (Al-Kahfi: 2)
Yakni lurus tidak bengkok.
{لِيُنْذِرَ
بَأْسًا شَدِيدًا مِنْ لَدُنْهُ}
untuk memperingatkan akan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah.
(Al-Kahfi: 2)
terhadap orang-orang yang menentang-Nya dan mendustakan-Nya serta tidak
beriman kepada-Nya. A!-Qur'an memperingatkan mereka akan pembalasan yang keras
dan siksaan yang disegerakan di dunia serta yang ditangguhkan sampai hari
akhirat nanti.
{مِنْ
لَدُنْهُ}
dari sisi Allah. (Al-Kahfi: 2)
Yaitu dari sisi Allah yang berupa siksaan yang tiada seorang pun dapat
mengazab seperti azab yang ditimpakan oleh-Nya, dan tiada seorang pun dapat
mengikat seperti ikatan-Nya.
{وَيُبَشِّرُ
الْمُؤْمِنِينَ}
dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman. (Al-Kahfi:
2)
Maksudnya, dengan Al-Qur'an ini mereka yang imannya dibuktikan dengan amal
saleh mendapat berita gembira.
{أَنَّ
لَهُمْ أَجْرًا حَسَنًا}
bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik. (Al-Kahfi: 2)
Yakni balasan pahala yang baik dari sisi Allah.
{مَاكِثِينَ
فِيهِ}
mereka kekal di dalamnya. (Al-Kahfi: 3)
Mereka mendapat pahala yang kekal di sisi Allah, yaitu surga mereka kekal di
dalamnya.
{أَبَدًا}
untuk selama-lamanya. (Al-Kahfi: 3)
Yakni mereka kekal dan abadi di dalamnya untuk selama-lamanya, tidak pernah
hilang dan tidak pernah habis nikmat yang diperolehnya.
Firman Allah Swt.:
{وَيُنْذِرَ
الَّذِينَ قَالُوا اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا}
Dan untuk memperingatkan kepada orang-orang yang berkata, "Allah mengambil
seorang anak.” (Al-Kahfi: 4)
Ibnu Ishaq mengatakan, makna yang dimaksud ialah orang-orang musyrik Arab,
karena mereka mengatakan, "Kami menyembah malaikat-malaikat, mereka adalah
anak-anak perempuan Allah."
{مَا
لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ}
Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan. (Al-Kahfi: 5)
Yaitu dengan ucapan yang mereka buat-buat dan mereka dustakan dari diri
mereka sendiri itu.
{وَلا
لآبَائِهِمْ}
begitu pula nenek moyang mereka. (Al-Kahfi: 5)
Yakni para pendahulu mereka,
{كَبُرَتْ
كَلِمَةً}
Alangkah jeleknya kata-kata. (Al-Kahfi: 5)
Lafaz kalimatan di-nasab-kan sebagai tamyiz, bentuk lengkapnya
ialah 'Alangkah buruknya kalimat mereka yang ini'. Menurut pendapat yang lain,
ungkapan ini adalah sigat (bentuk) ta'ajjub, bentuk lengkapnya
ialah 'Alangkah buruknya kata-kata mereka itu', seperti kalimat, "Akrim
bizaidin rajutan," yakni alangkah mulianya Zaid sebagai seorang laki-laki.
Demikianlah menurut sebagian ulama Basrah, dan sebagian ahli Qiraat Mekah
membacanya demikian, yaitu kaburat kalimatan. Perihalnya sama dengan
kalimat kabura syanuka dan azuma qauluka, yakni 'alangkah buruknya
keadaanmu' dan 'alangkah buruknya ucapanmu'.
Makna yang dimaksud menurut qiraat jumhur ulama lebih jelas, bahwa
sesungguhnya ungkapan ini dimaksudkan kecaman terhadap ucapan mereka, dan bahwa
apa yang mereka katakan itu merupakan kebohongan yang besar. Karena itulah
disebutkan oleh firman-Nya:
{كَبُرَتْ
كَلِمَةً تَخْرُجُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ}
Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka. (Al-Kahfi:
5)
Yakni tidak berdasarkan kepada suatu bukti pun melainkan hanya semata-mata
dari ucapan mereka sendiri yang dibuat-buat oleh mereka sebagai suatu kedustaan.
Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{إِنْ
يَقُولُونَ إِلا كَذِبًا}
mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusla. (Al-Kahfi:
5)
Muhammad ibnu Ishaq telah menyebutkan tentang latar belakang turunnya ayat
ini. Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepadanya seorang syekh (guru)
dari kalangan ulama Mesir yang telah tinggal bersama kaumnya sejak empat puluh
tahun yang lalu, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa orang-orang
kafir Quraisy mengutus An-Nadr ibnul Haris dan Uqbah ibnu Abu Mu'h kepada
orang-orang alim Yahudi di Madinah. Kaumnya berpesan kepada mereka,
"Tanyakanlah kepada orang-orang Yahudi itu tentang Muhammad, dan ceritakanlah
kepada mereka tentang sifatnya serta beritahukanlah kepada mereka tentang apa
yang diucapkannya, karena sesungguhnya mereka adalah Ahli Kitab yang terdahulu.
Mereka mempunyai pengetahuan yang tidak kita miliki tentang para nabi."
Keduanya berangkat meninggalkan kota Mekah menuju Madinah. Setelah sampai di
Madinah, keduanya bertanya kepada ulama Yahudi tentang Rasulullah Saw. dan
menceritakan kepada mereka sifat-sifatnya serta sebagian dari ucapannya. Untuk
itu keduanya mengatakan, "Sesungguhnya kalian adalah Ahli Kitab Taurat, kami
datang kepada kalian untuk memperoleh informasi tentang teman kami ini
(maksudnya Nabi Saw.)"
Ulama Yahudi itu menjawab, "Tanyakanlah oleh kalian kepada dia tentang tiga
perkara yang akan kami terangkan ini. Jika dia dapat menjawabnya, berarti dia
benar-benar seorang nabi yang diutus. Tetapi jika dia tidak dapat menjawabnya,
berarti dia adalah seseorang yang mengaku-aku dirinya menjadi nabi; saat itulah
kalian dapat memilih pendapat sendiri terhadapnya. Tanyakanlah kepadanya tentang
beberapa orang pemuda yang pergi meninggalkan kaumnya di masa silam, apakah yang
dialami oleh mereka? Karena sesungguhnya kisah mereka sangat menakjubkan. Dan
tanyakanlah kepadanya tentang seorang lelaki yang melanglang buana sampai ke
belahan timur dan barat, bagaimanakah kisahnya. Dan tanyakanlah kepadanya
tentang roh, apakah roh itu? Jika dia menceritakannya kepada kalian, berarti
dia adalah seorang nabi dan kalian harus mengikutinya. Tetapi jika dia tidak
menceritakannya kepada kalian, maka sesungguhnya dia adalah seorang lelaki yang
mengaku-aku saja. Bila demikian, terserah kalian, apa yang harus kalian lakukan
terhadapnya."
Maka An-Nadr dan Uqbah kembali ke Mekah. Setelah tiba di Mekah, ia langsung
menemui orang-orang Quraisy dan mengatakan kepada mereka, "Hai orang-orang
Quraisy kami datang kepada kalian dengan membawa suatu kepastian yang memutuskan
antara kalian dan Muhammad. Ulama Yahudi telah menganjurkan kepada kami untuk
menanyakan kepadanya beberapa perkara," lalu keduanya menceritakan
pertanyaan-pertanyaan tersebut kepada mereka.
Mereka datang kepada Rasulullah Saw. dan berkata, "Hai Muhammad,
ceritakanlah kepada kami!' Lalu mereka menanyainya dengan pertanyaan-pertanyaan
yang dianjurkan oleh para pendeta Yahudi tadi. Dan Rasulullah Saw. menjawab
mereka, "Aku akan menceritakan jawaban dari pertanyaan kalian itu besok," tanpa
menentukan batas waktunya.
Mereka bubar meninggalkan Nabi Saw., dan Nabi Saw. tinggal selama lima belas
hari tanpa ada wahyu dari Allah yang menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut
Malaikat Jibril pun tidak turun kepadanya selama itu, hingga penduduk Mekah
ramai membicarakannya. Mereka mengatakan, "Muhammad telah menjanjikan kepada
kita besok, tetapi sampai lima belas hari dia tidak menjawab sepatah kata pun
tentang apa yang kami tanyakan kepadanya."
Karenanya Rasulullah Saw. bersedih hati, wahyu terhenti darinya dan beliau
merasa berat terhadap apa yang diperbincangkan oleh penduduk Mekah tentang
dirinya. Tidak lama kemudian datanglah Malaikat Jibril kepadanya dengan membawa
surat yang di dalamnya terkandung kisah Ashabul Kahfi (para penghuni
gua), dan surat itu mengandung teguran pula terhadap diri Nabi Saw. yang
bersedih hati atas sikap mereka. Surat itu juga mengandung jawaban dari
pertanyaan mereka tentang kisah para pemuda yang menghuni gua serta lelaki yang
melanglang buana (Zul Qarnain), juga firman Allah Swt. yang mengatakan: Dan
mereka bertanya kepadamu tentang roh, katakanlah, "Roh itu, (Al-Isra: 85),
hingga akhir ayat."