Tafsir Surat At-Taubah, ayat 113-114
{مَا
كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ
كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ
الْجَحِيمِ (113) وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لأبِيهِ إِلا عَنْ
مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ
تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لأوَّاهٌ حَلِيمٌ (114) }
Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang-orang
yang beriman memintakan ampun (kepada
Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum
kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka bahwasanya orang-orang musyrik
itu adalah penghuni neraka Jahim. Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada
Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena sesuatu janji yang telah
diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa
bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri darinya.
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi
penyantun.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، حَدَّثَنَا مَعْمَر، عَنِ
الزَّهْرِيِّ، عَنِ ابْنِ الْمُسَيَّبِ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: لَمَّا حَضَرت أَبَا
طَالِبٍ الْوَفَاةُ دَخَلَ عَلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَعِنْدَهُ أَبُو جَهْلٍ، وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ، فَقَالَ: "أيْ
عَمّ، قُلْ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ. كَلِمَةٌ أُحَاجُّ لَكَ بِهَا عِنْدَ
اللَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ". فَقَالَ أَبُو جَهْلٍ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي
أُمَيَّةَ: يَا أَبَا طَالِبٍ، أَتَرْغَبُ عَنْ ملَّة عَبْدِ الْمُطَّلِبِ؟ [قَالَ:
فَلَمْ يَزَالَا يُكَلِّمَانِهِ، حَتَّى قَالَ آخَرُ شَيْءٍ كَلَّمَهُمْ بِهِ:
عَلَى مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ] . فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ مَا لَمْ أُنْهَ عَنْكَ". فَنَزَلَتْ: {مَا
كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ
كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ
الْجَحِيمِ} قَالَ: وَنَزَلَتْ فِيهِ: {إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ
أَحْبَبْتَ}
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah
menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Ibnul Musayyab, dari
ayahnya yang mengatakan bahwa ketika Abu Talib sedang menjelang ajalnya, Nabi
Saw. masuk menemuinya; saat itu di sisi Abu Talib terdapat Abu Jahal dan
Abdullah ibnu Abu Umayyah. Maka Nabi Saw. bersabda: Hai paman, ucapkanlah,
"Tidak ada Tuhan selain Allah!" sebagai suatu kalimat yang kelak aku akan
membelamu dengannya di hadapan Allah Swt. Maka Abu Jahal dan Abdullah ibnu
Abu Umayyah berkata, "Hai Abu Talib apakah engkau tidak suka dengan agama Abdul
Muttalib?" Abu Talib menjawab.”Saya berada pada agama Abdul Muttalib." Maka Nabi
Saw. bersabda: Sungguh aku benar-benar akan memohonkan ampun buatmu selagi
aku tidak dilarang untuk mendoakanmu. Maka turunlah ayat ini, yaitu
firman-Nya: Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman
memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun
orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka
bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahim. (At-Taubah:
113); Imam Ahmad mengatakan bahwa sehubungan dengan peristiwa ini diturunkan
pula firman Allah Swt.: Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk
kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang
dikehendaki-Nya. (Al-Qashash: 56)
Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkan hadis ini.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam, telah
menceritakan kepada kami Sufyan. dari Abu Ishaq, dari Abul Khalil, dari Ali r.a.
yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar seorang lelaki memohonkan ampun bagi
kedua orang tuanya, padahal kedua orang tuanya itu musyrik. Maka aku (Ali)
berkata, "Apakah lelaki itu memohonkan ampun bagi kedua orang tuanya, padahal
kedua orang tuanya musyrik?" Lelaki itu menjawab, "Bukankah Ibrahim telah
memohonkan ampun bagi ayahnya?" Ali r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia
menceritakan hal itu kepada Nabi Saw. Maka turunlah ayat ini: Tiadalah
sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada
Allah) bagi orang-orang musyrik. (At-Taubah: 113), hingga akhir ayat.
Imam Ahmad mengatakan, "Kalimat 'ketika menjelang kematiannya' saya tidak
tahu apakah Sufyan yang mengatakannya ataukah dikatakan oleh Israil, atau memang
dalam hadisnya disebutkan kalimat ini." Menurut kami (penulis), hal ini telah
dibuktikan melalui riwayat dari Mujahid, bahwa Mujahid mengatakan 'bahwa ketika
Abu Talib menjelang kematiannya'.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ،
حَدَّثَنَا زُبَيْدُ بْنُ الْحَارِثِ الْيَامِيُّ عَنْ مُحَارِبِ بْنِ دِثَارٍ،
عَنِ ابْنِ بُرَيْدة، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَنَزَلَ بِنَا وَنَحْنُ مَعَهُ قَرِيبٌ مِنْ أَلْفِ رَاكِبٍ،
فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ وَعَيْنَاهُ
تَذْرِفان، فَقَامَ إِلَيْهِ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ وفَداه بِالْأَبِ وَالْأُمِّ،
وَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا لَكَ؟ قَالَ: "إِنِّي سَأَلْتُ رَبِّي، عَزَّ
وَجَلَّ، فِي الِاسْتِغْفَارِ لِأُمِّي، فَلَمْ يَأْذَنْ لِي، فَدَمِعَتْ عَيْنَايَ
رَحْمَةً لَهَا مِنَ النَّارِ، وَإِنِّي كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ ثَلَاثٍ:
نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا،
لِتُذَكِّرَكُمْ زيارتُها خَيْرًا، وَنَهَيْتُكُمْ عَنْ لُحُومِ الْأَضَاحِيِّ
بَعْدَ ثَلَاثٍ، فَكُلُوا وَأَمْسِكُوا مَا شِئْتُمْ، وَنَهَيْتُكُمْ عَنِ
الْأَشْرِبَةِ فِي الْأَوْعِيَةِ، فَاشْرَبُوا فِي أَيِّ وِعَاءٍ وَلَا تَشْرَبُوا
مُسْكِرًا".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Musa,
telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepada kami Zubaid
ibnul Hari s Al-Yami, dari Muharib ibnu Disar, dari Ibnu Buraidah, dari ayahnya
yang menceritakan, "Ketika kami bersama Nabi Saw. dalam suatu perjalanan, lalu
Nabi Saw. membawa kami turun istirahat. Saat itu jumlah kami kurang lebih seribu
orang, semuanya berkendaraan. Lalu Nabi Saw. melakukan salat dua rakaat, sesudah
itu Nabi Saw. menghadapkan wajahnya ke arah kami, sedangkan air mata mengalir
dari kedua matanya. Umar ibnul Khattab bangkit mendekatinya dan mengucapkan
kesetiaannya, lalu bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah gerangan yang telah
menimpamu?' Rasulullah Saw. menjawab: 'Sesungguhnya aku telah meminta kepada
Tuhanku untuk memohonkan ampun buat ibuku, tetapi Dia tidak mengizinkanku, maka
kedua mataku mengalirkan air mataku karena kasihan kepadanya di neraka. Dan
sesungguhnya aku telah melarang kalian dari tiga perkara; aku telah melarang
kalian ziarah kubur, maka sekarang ziarahilah kubur, semoga ziarah kubur
mengingatkan kebaikan bagi kalian. Dan aku telah melarang kalian memakan daging
kurban sesudah tiga hari, maka sekarang makanlah dan simpanlah sesuka kalian.
Dan aku telah melarang kalian meminum minuman dengan memakai wadah, maka
sekarang minumlah kalian dengan memakai wadah apa pun, tetapi janganlah kalian
meminum minuman yang memabukkan'.”
وَرَوَى
ابْنُ جَرِيرٍ، مِنْ حَدِيثِ عَلْقَمَةَ بْنِ مَرْثد، عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ
بُرَيدة، عَنْ أَبِيهِ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لَمَّا قَدِمَ مَكَّةَ أَتَى رَسْمَ قَبْرٍ، فَجَلَسَ إِلَيْهِ، فَجَعَلَ
يُخَاطِبُ، ثُمَّ قَامَ مُسْتَعْبِرًا. فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّا
رَابَنَا مَا صَنَعْتَ. قَالَ: "إِنِّي اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي فِي زِيَارَةِ قَبْرِ
أُمِّي، فَأَذِنَ لِي، وَاسْتَأْذَنْتُهُ فِي الِاسْتِغْفَارِ لَهَا فَلَمْ
يَأْذَنْ لِي". فَمَا رُئِيَ بَاكِيًا أَكْثَرَ مِنْ يَوْمَئِذٍ.
Ibnu Jarir meriwayatkan melalui hadis Alqamah ibnu Marsad, dari Sulaiman ibnu
Buraidah, dari ayahnya, bahwa ketika Nabi Saw. tiba di Mekah, beliau mendatangi
suatu kuburan, lalu duduk di dekatnya dan kelihatan seperti orang yang sedang
berbicara, lalu bangkit seraya menangis. Maka kami bertanya, "Wahai Rasulullah,
sesungguhnya kami melihat semua yang engkau perbuat." Rasulullah Saw. bersabda:
Sesungguhnya aku meminta izin kepada Tuhanku untuk menziarahi kuburan ibuku,
maka Dia memberikan izin kepadaku. Dan aku meminta izin kepada-Nya untuk
memohonkan ampun buat ibuku, tetapi Dia tidak mengizinkannya. Maka belum
pernah kelihatan Rasulullah Saw. menangis lebih banyak daripada hari itu.
قَالَ
ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ، فِي تَفْسِيرِهِ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ
خِداش، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ، عَنِ ابْنِ جرَيج عَنْ أَيُّوبَ
بْنِ هَانِئٍ، عَنْ مَسْرُوقٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: خرجَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا إِلَى الْمَقَابِرِ،
فَاتَّبَعْنَاهُ، فَجَاءَ حَتَّى جَلَسَ إِلَى قَبْرٍ مِنْهَا، فَنَاجَاهُ طَوِيلًا
ثُمَّ بَكَى فَبَكَيْنَا لِبُكَائِهِ ثُمَّ قَامَ فَقَامَ إِلَيْهِ عُمَرُ بْنُ
الْخَطَّابِ، فَدَعَاهُ ثُمَّ دَعَانَا، فَقَالَ: "مَا أَبْكَاكُمْ؟ " فَقُلْنَا:
بَكَيْنَا لِبُكَائِكَ. قَالَ: "إِنَّ الْقَبْرَ الَّذِي جلستُ عِنْدَهُ قَبْرَ
آمِنَةَ، وَإِنِّي استأذنتُ رَبِّي فِي زِيَارَتِهَا فَأَذِنَ لِي"
Ibnu Abu Hatim telah mengatakan dalam kitab Tafsir-nya bahwa telah
menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu
Khaddasy, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Wahb, dari Ibnu Juraij,
dari Ayyub ibnu Hani', dari Masruq, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan,
"Di suatu hari Rasulullah Saw. keluar menuju pekuburan, lalu kami mengikutinya.
Rasulullah Saw. sampai di pekuburan itu dan duduk di salah satunya, lalu
melakukan munajat cukup lama. Setelah itu beliau menangis, dan kami pun ikut
menangis karena tangisannya. Kemudian bangkitlah Umar ibnul Khattab menuju ke
arahnya, maka Rasul Saw. memanggilnya dan memanggil kami, lalu bersabda, 'Apakah
yang membuat kalian menangis?' Kami menjawab, 'Kami menangis karena tangisanmu.'
Rasul Saw . bersabda: 'Sesungguhnya kuburan yang tadi aku duduk di dekatnya
adalah kuburan Aminah (ibunda Nabi Saw.). Dan sesungguhnya aku meminta
izin kepada Tuhanku untuk menziarahinya, maka Dia memberikan izin
kepadaku'.”
Kemudian Ibnu Abu Hatim mengetengahkan hadis ini pula melalui jalur lain
bersumberkan dari riwayat Ibnu Mas'ud yang isinya hampir sama. Di dalam
riwayatnya ini disebutkan bahwa Nabi Saw. bersabda,
"وَإِنِّي
اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي فِي الدُّعَاءِ لَهَا فَلَمْ يَأْذَنْ لِي، وَأَنْزَلَ
عَلِيَّ: {مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا
لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى} فَأَخَذَنِي مَا يَأْخُذُ
الْوَلَدُ لِلْوَالِدَةِ، وَكُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ
فَزُورُوهَا، فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْآخِرَةَ"
"Sesungguhnya aku meminta izin kepada Tuhanku untuk mendoakan ibuku,
tetapi Dia tidak mengizinkan aku melakukannya, dan diturunkanlah kepadaku firman
Allah Swt. yang mengatakan: 'Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan
orang-orang yang beriman.' (At-Taubah: 113), hingga akhir ayat. Maka aku
pun merasa sedih sebagaimana sedihnya seorang anak terhadap orang tuanya. Dan
aku telah melarang kalian menziarahi kuburan, maka sekarang berziarahlah, karena
sesungguhnya ziarah kubur itu mengingatkan akhirat."
Hadis lain yang semakna yaitu, Imam Tabrani mengatakan:
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيٍّ الْمَرْوَزِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو الدَّرْدَاءِ عَبْدُ
الْعَزِيزِ بْنُ مُنِيبٍ، حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ كَيْسَان،
عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عِكْرِمة، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
الله عليه وَسَلَّمَ لَمَّا أَقْبَلَ مِنْ غَزْوَةِ تَبُوكَ وَاعْتَمَرَ، فَلَمَّا
هَبَطَ مِنْ ثَنِيَّةِ عُسْفان أَمَرَ أَصْحَابَهُ: أَنِ اسْتَنِدُوا إِلَى
الْعَقَبَةِ حَتَّى أَرْجِعَ إِلَيْكُمْ، فَذَهَبَ فَنَزَلَ عَلَى قَبْرِ أُمِّهِ،
فَنَاجَى ربَّه طَوِيلًا ثُمَّ إِنَّهُ بَكَى فَاشْتَدَّ بُكَاؤُهُ، وَبَكَى
هَؤُلَاءِ لِبُكَائِهِ، وَقَالُوا: مَا بَكَى نَبِيُّ اللَّهِ بِهَذَا الْمَكَانِ
إِلَّا وَقَدْ أُحدثَ فِي أُمَّتِهِ شَيْءٌ لَا تُطيقه. فَلَمَّا بَكَى هَؤُلَاءِ
قَامَ فَرَجَعَ إِلَيْهِمْ، فَقَالَ: "مَا يُبْكِيكُمْ؟ ". قَالُوا: يَا نَبِيَّ
اللَّهِ، بَكَيْنَا لِبُكَائِكَ، فَقُلْنَا: لَعَلَّهُ أُحْدِثَ فِي أُمَّتِكَ
شَيْءٌ لَا تُطِيقُهُ، قَالَ: "لَا وَقَدْ كَانَ بَعْضُهُ، وَلَكِنْ نَزَلْتُ عَلَى
قَبْرِ أمي فَدَعَوْتُ
اللَّهَ أَنْ يَأْذَنَ لِي فِي شَفَاعَتِهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَأَبَى اللَّهُ
أَنْ يَأْذَنَ لِي، فَرَحِمْتُهَا وَهِيَ أُمِّي، فَبَكَيْتُ، ثُمَّ جَاءَنِي
جِبْرِيلُ فَقَالَ: {وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لأبِيهِ إِلا عَنْ
مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ
تَبَرَّأَ مِنْهُ} فَتَبَرَّأْ أَنْتَ مِنْ أُمِّكَ، كَمَا تَبَرَّأَ إِبْرَاهِيمُ
مِنْ أَبِيهِ، فرحمْتُها وَهِيَ أُمِّي، وَدَعَوْتُ رَبِّي أَنْ يَرْفَعَ عَنْ
أُمَّتِي أَرْبَعًا، فَرَفَعَ عَنْهُمُ اثْنَتَيْنِ، وَأَبَى أَنْ يَرْفَعَ
عَنْهُمُ اثْنَتَيْنِ: دعوتُ رَبِّي أَنْ يَرْفَعَ عَنْهُمُ الرَّجْمَ مِنَ
السَّمَاءِ والغَرَق مِنَ الأرض، وألا يلبسهم شيعا، وألا يذيق بعضهم بَأْسَ بَعْضٍ،
فَرَفَعَ اللَّهُ عَنْهُمُ الرَّجْمَ مِنَ السَّمَاءِ، وَالْغَرَقَ مِنَ الْأَرْضِ،
وَأَبَى اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَ عَنْهُمُ الْقَتْلَ وَالْهَرْجَ". وَإِنَّمَا عَدَلَ
إِلَى قَبْرِ أُمِّهِ لِأَنَّهَا كَانَتْ مَدْفُونَةً تَحْتَ كَداء وَكَانَتْ
عُسْفان لَهُمْ.
bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali ibnul Marwazi, telah
menceritakan kepada kami Abud Darda Abdul Aziz ibnu Munib, telah menceritakan
kepada kami Ishaq ibnu Abdullah ibnu Kaisan, dari ayahnya, dari Ikrimah, dari
Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. ketika kembali dari medan Tabuk melakukan
ibadah Umrah. Ketika turun dari Lereng Asfan, beliau memerintahkan para
sahabatnya untuk beristirahat di Aqabah menunggunya yang akan pergi hingga
beliau bergabung kembali dengan mereka. Nabi Saw. pergi, lalu turun di kuburan
ibunya dan bermunajat kepada Tuhannya cukup lama. Setelah itu beliau menangis
dengan tangisan yang berat, maka mereka yang menemaninya ikut menangis pula
karena tangisannya. Mereka mengatakan bahwa tidak sekali-kali Nabi Allah
menangis di tempat seperti ini melainkan Allah telah menurunkan sesuatu buat
umatnya yang tidak akan mampu mereka melakukannya. Ketika mereka menangis, maka
Nabi Saw. bangkit dan kembali kepada mereka, lalu bertanya, "Apakah yang
menyebabkan kalian menangis?" Mereka menjawab, "Wahai Nabi Allah, kami
menangis karena tangisanmu." Mereka mengatakan kepadanya, "Barangkali Allah
telah memerintahkan sesuatu kepada umatmu yang tidak mampu mereka sanggah." Nabi
Saw. bersabda, "Tidak, memang sebagiannya. Tetapi aku turun di atas kubur
ibuku, lalu aku memohon kepada Allah agar Dia memberiku izin untuk memberikan
syafaat buat ibuku di hari kiamat nanti, tetapi Allah menolak dan tidak
memberiku izin, sehingga aku menangis karena dia adalah ibuku sendiri, aku
kasihan kepadanya. Lalu datanglah Jibril kepadaku dan membawakan firman-Nya:
Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak
lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu.
Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka
Ibrahim berlepas diri darinya. (At-Taubah: 114); Jibril berkata, 'Maka
berlepas dirilah kamu dari ibumu sebagaimana Ibrahim berlepas diri dari
ayahnya.' Maka aku merasa kasihan kepadanya karena dia adalah ibuku sendiri. Dan
aku berdoa kepada Tuhanku semoga Dia melenyapkan dari umatku empat perkara. Maka
Allah melenyapkan dari mereka dua perkara dan menolak tidak mau melenyapkan yang
duanya lagi. Aku berdoa kepada Tuhanku, semoga Dia melenyapkan dari mereka rajam
dari langit dan banjir dari bumi yang menenggelamkan, dan hendaklah Dia tidak
memecah belah mereka menjadi berbagai golongan, serta hendaklah Dia tidak
merasakan kepada sebagian dari mereka dengan keganasan sebagian yang lainnya.
Maka ternyata Allah melenyapkan dari mereka azab rajam dari langit dan banjir
yang menenggelamkan dari tanah, tetapi Allah menolak, tidak mau melenyapkan
dari mereka pembunuhan dan perpecahan."
Dalam hadis di atas disebutkan bahwa Nabi Saw. turun ke bawah karena letak
kubur ibunya di bawah Lereng Kida, sedangkan Asfan berada di lereng bagian
atasnya.
Hadis ini dinilai garib dan konteksnya aneh, tetapi ada lagi hadis
yang lebih garib dan lebih mungkar daripada hadis di atas, yaitu
apa yang diriwayatkan oleh Al-Khatib Al-Bagdadi di dalam Kitab As-Sabiq wal
Lahiq dengan sanad yang majhul melalui Siti Aisyah. Di dalamnya
disebutkan suatu kisah bahwa Allah menghidupkan kembali ibu Aminah, lalu ibu
Aminah beriman kepada Rasul Saw., setelah itu dikembalikan kepada keadaan
semula.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh As-Suhaili di dalam kitab Ar-Raud
dengan sanad yang di dalamnya terdapat sejumlah orang yang berpredikat
majhul. Disebutkan bahwa Allah menghidupkan kedua orang tua Nabi Saw.
berkat permintaan Nabi Saw., lalu keduanya beriman kepada Nabi Saw.
Al-Hafiz ibnu Dahiyyah telah mengatakan bahwa hadis ini maudu',
bertentangan dengan Al-Qur'an dan ijmak. Allah Swt. telah berfirman:
{وَلا
الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ}
Dan tidak (pula diterima tobat) orang-orang yang mati, sedangkan
mereka di dalam kekafiran. (An-Nisa: 18)
Abu Abdullah Al-Qurtubi mengatakan, sesungguhnya pengertian hadis ini yang
disanggah oleh Ibnu Dahiyyah menunjukkan bahwa apa yang dimaksud oleh hadis
adalah kehidupan yang baru, perihalnya sama dengan kembalinya matahari sesudah
terbenamnya, lalu Nabi Saw. melakukan salat Asar. At-Tahawi mengatakan bahwa
hadis mengenai kembalinya matahari ini memang telah dikuatkan. Al-Qurtubi
mengatakan, dinilai dari segi akal dan syara' masalah dihidupkan-Nya kembali
kedua orang tua Nabi Saw. tidaklah mustahil. Al-Qurtubi mengatakan pula, ia
pernah mendengar bahwa Allah menghidupkan kembali paman Nabi Saw., Abu Talib;
lalu Abu Talib beriman kepada Nabi Saw.
Menurut kami, semuanya itu bergantung kepada kesahihan hadis. Apabila
hadisnya memang berpredikat sahih, maka tidak mustahil hal itu dapat
terjadi.
*******************
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman
memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik. (At-Taubah:
113), hingga akhir ayat. Nabi Saw. bermaksud memohonkan ampun kepada Allah buat
ibunya, tetapi Allah Swt. melarangnya melakukan hal tersebut. Maka Nabi Saw.
berkata, "Sesungguhnya Ibrahim kekasih Allah telah memohonkan ampun kepada
Engkau buat ayahnya." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan permintaan
ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah
karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. (At-Taubah:
114), hingga akhir ayat.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat
ini, bahwa pada awal mulanya mereka memohonkan ampun kepada Allah buat orang
tua-orang tua mereka (di masa Jahiliah), hingga ayat ini diturunkan. Maka sejak
itu mereka tidak lagi memohonkan ampun buat orang-orang mati mereka (di masa
Jahiliah). Mereka juga tidak dilarang memohonkan ampun kepada Allah buat
orang-orang yang masih hidup sebelum matinya, kemudian Allah menurunkan
firman-Nya: Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk
bapaknya tiada lain. (At-Taubah: 114), hingga akhir ayat.
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini: telah diceritakan
kepada kami bahwa pernah ada sejumlah sahabat Nabi Saw. bertanya, "Wahai Nabi
Allah, sesungguhnya di antara bapak-bapak kita ada yang selalu berbuat baik
kepada tetangganya, menghubungkan silaturahmi, menolong orang-orang yang
kesusahan, dan menunaikan janji-janjinya. Maka bolehkah kami memohonkan ampun
kepada Allah buat mereka?" Nabi Saw. bersabda, "Memang benar, demi Allah,
sesungguhnya aku benar-benar akan memohonkan ampun kepada Allah buat ayahku,
sebagaimana Ibrahim memohonkan ampun kepada Allah buat bapaknya." Maka Allah
Swt. menurunkan firman-Nya: Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang-orang
yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik.
(At-Taubah: 113) sampai dengan firman-Nya: adalah penghuni neraka Jahim.
(At-Taubah: 113) Kemudian Allah Swt. membela Nabi Ibrahim a.s. melalui
firman-Nya: Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah)
untuk bapaknya tiada lain. (At-Taubah: 114), hingga akhir ayat.
Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa Nabi Saw. telah
bersabda:
"أَوْحِيَ
إِلَيَّ كَلِمَاتٌ، فَدَخَلْنَ فِي أُذُنِي ووقَرْن فِي قَلْبِي: أمِرْتُ أَلَّا
أستغفرَ لِمَنْ مَاتَ مُشْرِكًا، وَمَنْ أَعْطَى فَضْلَ مَالِهِ فَهُوَ خيرٌ لَهُ،
وَمَنْ أَمْسَكَ فَهُوَ شرٌ لَهُ، وَلَا يَلُومُ اللَّهُ عَلَى
كَفاف".
Allah telah mewahyukan kepadaku beberapa kalimat yang kudengar dengan baik
dan menetap tinggal di hatiku, yaitu aku diperintahkan agar tidak memohonkan
ampun untuk orang yang mati dalam keadaan musyrik. Barang siapa yang memberikan
lebihan dari hartanya, maka hal itu lebih baik baginya; dan barang siapa yang
memegangnya, maka hal itu lebih buruk baginya, tetapi tidaklah Allah mencela
orang yang beroleh pas-pasan.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Asy-Syaibani, dari Sa'id ibnu Jubair, dari
Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa pernah ada seorang lelaki Yahudi mati
meninggalkan seorang anak lelaki yang muslim. Maka anaknya itu tidak keluar
mengantarkan jenazah ayahnya. Ketika hal tersebut diceritakan kepada Ibnu Abbas,
maka Ibnu Abbas berkata bahwa seharusnya dia ikut berjalan mengiringinya dan
mengebumikannya serta mendoakan kebaikan baginya selagi ayahnya masih hidup.
Tetapi apabila ayahnya telah mati, hendaklah ia menyerahkan nasib ayahnya itu
kepada ayahnya sendiri. Lalu Ibnu Abbas membacakan firman-Nya: Dan permintaan
ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tiada lain.
(At-Taubah: 114) sampai dengan firman-Nya: maka Ibrahim berlepas diri
darinya. (At-Taubah: 114) Yaitu tidak mendoakannya lagi.
Kesahihan riwayat ini terbuktikan melalui apa yang telah diriwayatkan oleh
Imam Abu Daud dan lain-lainnya melalui Ali r.a. Bahwa ketika Abu Talib meninggal
dunia, aku (Ali) berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya pamanmu —syekh yang
sesat itu— telah meninggal dunia." Maka Nabi Saw. bersabda, ”Pergilah kamu
dan kebumikanlah jenazahnya, dan janganlah engkau menceritakan sesuatu pun
mengenai diriku sebelum kamu datang kepadaku." Lalu Imam Abu Daud
menceritakan hadis ini hingga selesai.
Diriwayatkan pula bahwa ketika iringan jenazah Abu Talib —paman Nabi Saw.—
melewatinya, maka beliau Saw. berkata:
"وَصَلتكَ
رَحِمٌ يَا عَمِّ"
“semoga rahmat mencapaimu hai paman.”
Ata ibnu Abu Rabah pernah mengatakan bahwa ia tidak akan meninggalkan
permohonan rahmat (ampunan) buat seorang pun dari kalangan ahli kiblat,
sekalipun dia adalah seorang wanita Habsyah yang mengandung karena zina; karena
sesungguhnya dia belum pernah mendengar Allah melarang memohonkan rahmat kecuali
hanya terhadap orang-orang musyrik. Allah Swt. telah berfirman: Tiadalah
sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada
Allah) bagi orang-orang musyrik. (At-Taubah: 113), hingga akhir ayat.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Waki', dari ayahnya, dari Ismah ibnu Ramil,
dari ayahnya yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Hurairah berkata,
"Semoga Allah merahmati orang lelaki yang memohonkan ampun kepada Allah untuk
Abu Hurairah dan ibunya." Aku bertanya," Juga buat ayah Abu Hurairah." Abu
Hurairah menjawab, "Tidak, karena sesungguhnya ayahku mati dalam keadaan
musyrik."
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَلَمَّا
تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ}
Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah,
maka Ibrahim berlepas diri darinya. (At-Taubah: 114)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa Nabi Ibrahim masih terus memohonkan ampun kepada
Allah untuk bapaknya hingga bapaknya meninggal dunia. Setelah nyata bagi Nabi
Ibrahim bahwa bapaknya adalah musuh Allah, maka berlepas dirilah ia dari
ayahnya. Riwayat lain menyebutkan bahwa setelah ayahnya itu mati, jelaslah bagi
Ibrahim a.s. bahwa ayahnya itu adalah musuh Allah. Hal yang sama telah dikatakan
oleh Mujahid, Ad-Dahhak, Qatadah, serta lain-lainnya.
Ubaid ibnu Umair dan Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa Nabi Ibrahim berlepas
diri dari bapaknya kelak di hari kiamat, yaitu di saat ia bersua dengan bapaknya
yang wajahnya hitam legam. Lalu bapaknya berkata, "Hai Ibrahim, sesungguhnya
dahulu aku mendurhakaimu, tetapi sekarang aku tidak akan mendurhakaimu lagi."
Maka Ibrahim berkata, "Wahai Tuhanku, bukankah Engkau telah berjanji kepadaku
bahwa Engkau tidak akan membuatku terhina di hari manusia dibangkitkan. Maka
kehinaan apalagi yang lebih berat daripada mempunyai seorang bapak yang
dijauhkan dari rahmat." Maka dikatakan, "Lihatlah ke belakangmu." Maka tiba-tiba
terdapat hewan kurban yang berlumuran darah yang telah diubah wujudnya menjadi
dubuk. Kemudian dubuk itu ditarik dan diseret kakinya, lalu dilemparkan ke dalam
neraka.
*******************
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ
إِبْرَاهِيمَ لأوَّاهٌ حَلِيمٌ}
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi
penyantun. (At-Taubah: 114)
Sufyan As-Sauri dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang telah meriwayatkan
dari Asim ibnu Bahdalah, dari Zur ibnu Hubaisy, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang
mengatakan bahwa makna al-awwah ialah banyak berdoa. Hal yang sama telah
diriwayatkan melalui berbagai jalur dari Ibnu Mas'ud.
وَقَالَ
ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي الْمُثَنَّى: حَدَّثَنَا الْحَجَّاجُ بْنُ مِنْهال،
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ بَهْرام، حَدَّثَنَا شَهْر بْنُ حَوشب، عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ شَدَّادِ بْنِ الْهَادِ قَالَ: بَيْنَمَا رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسٌ قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا
الْأَوَّاهُ؟ قَالَ: "الْمُتَضَرِّعُ"، قَالَ: {إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لأوَّاهٌ
حَلِيمٌ}
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah
menceritakan kepada kami Al-Hajjaj ibnu Minhal, telah menceritakan kepadaku
Abdul Hamid ibnu Bahram, telah menceritakan kepada kami Syahr ibnu Hausyab, dari
Abdullah ibnu Syaddad ibnul Had yang mengatakan bahwa ketika Nabi Saw. sedang
duduk, seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah makna al-awwah?'
Rasulullah Saw. menjawab bahwa al-awwah artinya orang yang sangat
lembut hatinya. Allah Swt. telah berfirman: Sesungguhnya Ibrahim adalah
seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun (At Taubah : 114)
Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui hadis Ibnul Mubarak, dari Abdul Hamid
ibnu Bahram dengan sanad yang sama, yang lafaznya berbunyi seperti berikut:
Al-awwah artinya sangat lembut hatinya lagi banyak berdoa.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Salamah ibnu Kahil, dari Muslim Al-Batin,
dari Abul Gadir, bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Mas'ud tentang makna
al-awwah. Maka ia menjawab bahwa al-awwah artinya penyayang.
Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Abu Maisarah Umar ibnu Syurahbil,
Al-Hasan Al-Basri, Qatadah, dan lain-lainnya, bahwa makna al-awwah ialah
penyayang terhadap hamba-hamba Allah.
Ibnul Mubarak telah meriwayatkan dari Khalid, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas
yang mengatakan bahwa al-awwah artinya orang yang mempunyai keyakinan
menurut bahasa Habsyah (Etiopia).
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, bahwa
al-awwah artinya orang yang berkeyakinan. Hal yang sama telah dikatakan
oleh Mujahid dan Ad-Dahhak.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan —begitu pula Mujahid— dari Ibnu Abbas,
bahwa al-awwah artinya orang yang beriman. Menurut riwayat Ali ibnu Abu
Talhah, dari Ibnu Abbas, ditambahkan bahwa al-awwah artinya orang yang
beriman lagi banyak bertobat.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa al-awwah menurut
bahasa Habsyah artinya orang yang mukmin. Hal yang sama telah dikatakan oleh
Ibnu Juraij, bahwa al-awwah menurut bahasa Habsyah artinya orang
mukmin.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musa, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Lahi 'ah, dari Al-Hari s ibnu Yazid, dari Ali ibnu
Rabah, dari Uqbah ibnu Amir, bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada seorang
lelaki yang dikenal dengan julukan "Zun Nijddain' (orang yang memiliki
dua pedang), bahwa sesungguhnya dia adalah orang yang lembut hatinya. Dikatakan
demikian karena lelaki itu setiap disebutkan nama Allah di dalam Al-Qur'an, maka
ia berdoa dengan suara yang keras. Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu
Jarir.
Sa'id ibnu Jubair dan Asy-Sya'bi mengatakan bahwa al-awwah artinya
orang yang suka bertasbih (salat)
Ibnu Wahb telah meriwayatkan dari Mu'awiyah ibnu Saleh, dari Abuz Zahiriyyah,
dari Jubair ibnu Nafir, dari Abu Darda r.a. yang mengatakan, "Tiada yang dapat
memelihara salat duha kecuali hanya orang yang berhati lemah lembut."
Syafi ibnu Mati', dari Ayyub, menyebutkan bahwa al-awwah artinya
'orang yang apabila teringat akan kesalahan-kesalahannya, maka ia memohon ampun
kepada Allah darinya'.
Dari Mujahid, disebutkan bahwa al-awwah ialah orang yang memelihara
diri, yakni seseorang yang berbuat dosa secara sembunyi-sembunyi, lalu ia
bertobat dari dosanya itu dengan sembunyi-sembunyi pula. Semua riwayat di atas
diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim.
قَالَ
ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا ابْنُ وَكِيع، حَدَّثَنَا الْمُحَارِبِيُّ، عَنْ
حَجَّاجٍ، عَنِ الْحَكَمِ، عَنِ الْحَسَنِ بْنِ مُسْلِمِ بْنِ يَنَّاقٍ: أَنَّ
رَجُلًا كَانَ يُكْثِرُ ذِكْرَ اللَّهِ وَيُسَبِّحُ، فَذَكَرَ ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: "إِنَّهُ أَوَّاهٌ"
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki', telah
menceritakan kepada kami Al-Muharibi, dari Hajjaj, dari Al-Hakam, dari Al-Hasan
ibnu Muslim ibnu Bayan, bahwa pernah ada seorang lelaki yang banyak berzikir dan
bertasbih kepada Allah. Kemudian perihalnya diceritakan kepada Nabi Saw. Maka
Rasul Saw. bersabda: Sesungguhnya dia orang yang berhati lemah
lembut.
قَالَ
أَيْضًا حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيب، حَدَّثَنَا ابْنُ يَمَانٍ، حَدَّثَنَا المِنْهَال
بْنُ خَلِيفَةَ، عَنْ حَجّاج بْنِ أَرْطَأَةَ، عَنْ عَطَاءٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ؛
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَفَنَ مَيِّتًا، فَقَالَ:
"رَحِمَكَ اللَّهُ إِنْ كنتَ لَأَوَّاهًا"! يَعْنِي: تَلاءً
لِلْقُرْآنِ
Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib,
telah menceritakan kepada kami Ibnu Hani, telah menceritakan kepada kami
Al-Minhal ibnu Khalifah, dari Hajjaj ibnu Artah, dari Ata, dari Ibnu Abbas, dari
Nabi Saw., bahwa Nabi Saw. pernah mengubur jenazah seseorang, lalu beliau
bersabda: Semoga Allah merahmati engkau, sesungguhnya engkau adalah orang
yang awwah. Yakni banyak membaca Al-Qur'an.
Syu'bah telah meriwayatkan dari Abu Yunus Al-Bahili yang mengatakan bahwa ia
pernah mendengar seorang laki-laki dari Mekkah yang aslinya berasal dari
Romawi, dia ahli cerita. Dia menceritakan hadis ini dari Abu Zar yang telah
mengatakan bahwa pernah ada seorang lelaki tawaf di Baitullah seraya berdoa,
dalam doanya itu ia selalu mengucapkan kata-kata, "Aduh. aduh." Ketika
disebutkan hal itu kepada Nabi Saw., maka Nabi Saw. bersabda bahwa dia adalah
orang yang banyak mengaduh, Abu Zar melanjutkan kisahnya.”Lalu ia keluar di
suatu malam, tiba-tiba ia menjumpai Rasulullah Saw. sedang mengebumikan jenazah
lelaki tersebut di malam hari seraya membawa pelita." Hadis ini garib.
diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Telah diriwayatkan dari Ka'bul Ahbar, bahwa ia mengatakan bahwa ia telah
mendengar firman-Nya: Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut
hatinya lagi penyantun. (At-Taubah: 114) Perawi mengatakan, tersebutlah
apabila Ka'bul Ahbar teringat kepada neraka, maka ia selalu mengatakan, "Aduh,
semoga dijauhkan dari neraka."
Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya
lagi penyantun. (At-Taubah: 114) Yang dimaksud dengan awwah ialah
faqih, yakni ahli fiqih.
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat yang paling utama ialah
yang mengatakan bahwa al-awwah artinya banyak berdoa, ini sesuai dengan
konteks, karena Allah Swt. telah menyebutkan bahwa Ibrahim a.s. tidak
sekali-kali memintakan ampun kepada Allah untuk bapaknya, melainkan karena dia
telah berjanji akan melakukannya buat bapaknya. Nabi Ibrahim adalah orang yang
banyak berdoa lagi penyantun terhadap orang yang berbuat aniaya dan orang yang
menimpakan hal-hal yang tidak disukai terhadap dirinya. Karena itulah maka Nabi
Ibrahim memohonkan ampun kepada Allah untuk bapaknya, sekalipun bapaknya itu
sangat menyakitinya, seperti yang dikisahkan oleh firman-Nya:
{أَرَاغِبٌ
أَنْتَ عَنْ آلِهَتِي يَا إِبْرَاهِيمُ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهِ لأرْجُمَنَّكَ
وَاهْجُرْنِي مَلِيًّا. قَالَ سَلامٌ عَلَيْكَ سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ رَبِّي إِنَّهُ
كَانَ بِي حَفِيًّا}
Berkata bapaknya, "Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika
kamu tidak berhenti, niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu
yang lama.” Berkata Ibrahim, "Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan
memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.”
(Maryam: 46-47)
Ternyata Nabi Ibrahim bersikap penyantun terhadap bapaknya, sekalipun
bapaknya menyakitinya. Beliau bahkan berdoa dan memohonkan ampun untuknya.
Karena itulah dalam akhir ayat ini disebutkan:
{إِنَّ
إِبْرَاهِيمَ لأوَّاهٌ حَلِيمٌ}
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi
penyantun. (At-Taubah: 114)