Tafsir Surat At-Taubah, ayat 101
{وَمِمَّنْ
حَوْلَكُمْ مِنَ الأعْرَابِ مُنَافِقُونَ وَمِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ مَرَدُوا
عَلَى النِّفَاقِ لَا تَعْلَمُهُمْ نَحْنُ نَعْلَمُهُمْ سَنُعَذِّبُهُمْ
مَرَّتَيْنِ ثُمَّ يُرَدُّونَ إِلَى عَذَابٍ عَظِيمٍ (101) }
Di antara orang-orang Arab Badui yang di
sekelilingmu itu ada orang-orang munafik, dan (juga) di antara penduduk Madinah. Mereka keterlaluan
dalam kemunafikannya. Kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka. Kami yang
mengetahui mereka. Nanti mereka akan Kami siksa dua kali. kemudian mereka akan
dikembalikan kepada azab yang besar.
Allah Swt. memberitahukan kepada Rasul-Nya bahwa di antara kabilah-kabilah
Arab yang tinggal di sekitar Madinah terdapat orang-orang munafik; di kalangan
penduduk Madinah pun terdapat orang-orang munafik.
{مَرَدُوا
عَلَى النِّفَاقِ}
Mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. (At-Taubah: i 01)
Maksudnya, terbiasa dengan kemunafikannya dan terus-menerus melakukannya.
Dikatakan syaitainu marid atau marid; dikatakan tamarrada
fulanun 'Alallah, si Fulan telah membangkang dan angkuh terhadap Allah.
Firman Allah Swt:
{لَا
تَعْلَمُهُمْ نَحْنُ نَعْلَمُهُمْ}
Kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka. Kami yang mengetahui
mereka. (At-Taubah: 101)
Hal ini tidaklah bertentangan dengan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَلَوْ
نَشَاءُ لأرَيْنَاكَهُمْ فَلَعَرَفْتَهُمْ بِسِيمَاهُمْ وَلَتَعْرِفَنَّهُمْ فِي
لَحْنِ الْقَوْلِ} الْآيَةَ
Dan kalau Kami menghendaki, niscaya Kami tunjukkan mereka kepadamu
sehingga kamu benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya. Dan kamu
benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka. (Muhammad:
30)
Karena apa yang disebutkan oleh ayat ini termasuk ke dalam pengertian
mengenalkan tanda-tanda yang ada di dalam diri orang-orang munafik itu melalui
sifat-sifat yang biasa mereka lakukan, sehingga mereka dapat dikenal melaluinya.
Bukan berarti Nabi Saw. mengetahui secara persis semua orang munafik yang ada
padanya. Dan Nabi Saw. mengetahui bahwa di kalangan sebagian orang-orang yang
bergaul dengannya dari kalangan penduduk Madinah terdapat orang-orang munafik,
sekalipun orang-orang itu melihat Nabi Saw. pada setiap pagi dan petangnya.
Hal ini diakui kebenarannya melalui apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad di
dalam kitab Musnad-nya. Ia mengatakan:
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ سَالِمٍ،
عَنْ رَجُلٍ، عَنْ جُبَير بْنِ مُطْعِمٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قُلْتُ:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّهُمْ يَزْعُمُونَ أَنَّهُ لَيْسَ لَنَا أَجْرٌ
بِمَكَّةَ، فَقَالَ: لَتَأْتِيَنَّكُمْ أُجُورُكُمْ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي جُحر
ثَعْلَبٍ وَأَصْغَى إليَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِرَأْسِهِ فَقَالَ: "إِنَّ فِي أَصْحَابِي مُنَافِقِينَ"
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan
kepada kami Syu'bah, dari An-Nu'man ibnu Salim, dari seorang lelaki, dari Jubair
ibnu Mut'im r.a. yang telah mengatakan bahwa ia pernah bertanya, "Wahai
Rasulullah, sesungguhnya mereka menduga bahwa tidak ada pahala bagi kami di
Mekah." Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Sungguh pahala kalian akan
datang kepada kalian, sekalipun kalian berada di dalam liang musang. Jubair
ibnu Mut'im mendengarkan sabda Rasulullah Saw. dengan penuh perhatian, dan Rasul
Saw. bersabda, "Sesungguhnya di kalangan sahabat-sahabatku terdapat
orang-orang munafik."
Dengan kata lain. Nabi Saw. telah membuka sebagian kedok orang-orang munafik
yang suka mengisukan kata-kata yang tidak benar. Di antara mereka yang
mengeluarkan kata-kata tersebut adalah orang itu yang perkataannya terdengar
oleh Jubair ibnu Mut'im.
Dalam tafsir firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَهَمُّوا
بِمَا لَمْ يَنَالُوا}
dan mereka mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya.
(At-Taubah: 74)
Disebutkan bahwa Rasulullah Saw. memberitahukan kepada Huzaifah ibnul Yaman
tentang empat belas atau lima belas orang munafik secara pribadi. Hal ini
merupakan suatu kekhususan yang tidak memberikan pengertian bahwa Nabi Saw.
telah mengetahui semua nama dan orang-orangnya secara keseluruhan.
Al-Hafiz ibnu Asakir di dalam biografi Abu Umar Al-Bairuti telah meriwayatkan
melalui jalur Hisyam ibnu Ammar, bahwa:
حَدَّثَنَا
صَدَقَةُ بْنُ خَالِدٍ، حَدَّثَنَا بْنُ جَابِرٍ، حَدَّثَنِي شَيْخُ بَيْرُوتَ
يُكَنَّى أَبَا عُمَرَ، أَظُنُّهُ حَدَّثَنِي عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ؛ أَنَّ
رَجُلًا يُقَالُ لَهُ "حَرْمَلَةُ" أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَ: الْإِيمَانُ هَاهُنَا -وَأَشَارَ بِيَدِهِ إِلَى لِسَانِهِ
-وَالنِّفَاقُ هَاهُنَا -وَأَشَارَ بِيَدِهِ إِلَى قَلْبِهِ وَلَمْ يَذْكُرِ
اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "اللَّهُمَّ اجْعَلْ لَهُ لِسَانًا ذَاكِرًا، وَقَلْبًا شَاكِرًا،
وَارْزُقْهُ حُبّي، وحبَّ مَنْ يُحِبُّنِي، وصَيِّر أَمْرَهُ إِلَى خَيْرٍ".
فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّهُ كَانَ لِي أَصْحَابٌ مِنَ الْمُنَافِقِينَ
وَكُنْتُ رَأْسًا فِيهِمْ، أَفَلَا آتِيكَ بِهِمْ؟ قَالَ: "مَنْ أَتَانَا
اسْتَغْفَرْنَا لَهُ، وَمَنْ أَصَرَّ عَلَى دِينِهِ فَاللَّهُ أَوْلَى بِهِ، وَلَا
تَخْرِقَنَّ عَلَى أَحَدٍ سِتْرًا"
telah menceritakan kepada kami Sadaqah ibnu Khalid, telah menceritakan
kepada kami Ibnu Jabir, telah menceritakan kepadaku seorang syekh di Beirat yang
dikenal dengan nama julukan Abu Umar —yang menurut dugaan perawi dia telah
mengatakan bahwa telah diceritakan kepadanya melalui Abu Darda— bahwa seorang
lelaki yang bernama Harmalah datang menghadap Nabi Saw., lalu ia berkata, "Iman
terletak di sini —seraya berisyarat ke arah lisannya— dan nifaq terletak di sini
—seraya berisyarat dengan tangannya ke arah hatinya—, dan ia tidak ingat kepada
Allah kecuali hanya sedikit." Maka Rasulullah Saw. berdoa: Ya Allah,
jadikanlah baginya lisan yang selalu berzikir, hati yang selalu bersyukur, dan
berilah dia rezeki cinta kepadaku dan cinta kepada orang yang mencintaiku, serta
jadikanlah urusannya kepada kebaikan. Harmalah berkata, "Wahai Rasulullah,
sesungguhnya saya mempunyai banyak teman dari kalangan orang-orang munafik.
Dahulu saya adalah pemimpin mereka, bolehkah saya hadapkan mereka kepadamu?"
Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa yang datang kepada kami, maka kami
akan memohonkan ampun baginya; dan barang siapa yang tetap pendiriannya pada
kemunafikannya, maka Allah lebih utama terhadapnya, dan jangan sekali-kali kamu
menyingkap rahasia pribadi seorang pun.
Ibnu Asakir mengatakan bahwa hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Ahmad
Al-Hakim, dari Abu Bakar Al-Bagindi, dari Hisyam ibnu Ammar dengan sanad yang
sama.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah
sehubungan dengan ayat ini: Qatadah pernah mengatakan bahwa apakah gerangan yang
telah dilakukan oleh banyak kaum, mereka memaksakan dirinya untuk mengetahui hal
ikhwal orang lain, dengan mengatakan bahwa si Fulan di surga dan si Anu di
neraka. Tetapi jika engkau tanyakan kepada seseorang di antara mereka tentang
dirinya, ia pasti menjawab, "Tidak tahu." Demi umurku, engkau dengan bagianmu
semestinya lebih engkau ketahui daripada bagian orang lain. Sesungguhnya engkau
(kalau demikian) berarti telah memaksakan dirimu untuk melakukan sesuatu yang
belum pernah dibebankan oleh seorang nabi pun sebelummu. Nabi Allah —Nuh a.s.—
telah berkata, sebagaimana yang disitir oleh firman-Nya:
{قَالَ
وَمَا عِلْمِي بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ}
Bagaimana aku mengetahui apa yang telah mereka kerjakan? (Asy
-Syu'ara: 112)
Sedangkan Nabi Syu'aib a.s. mengatakan (yang disitir oleh firman-Nya):
{بَقِيَّةُ
اللَّهِ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ وَمَا أَنَا عَلَيْكُمْ
بِحَفِيظٍ}
Sisa (keuntungan) dari Allah adalah lebih baik bagi kalian jika
kalian orang-orang yang beriman. Dan aku bukanlah seorang penjaga atas diri
kalian. (Hud: 86)
Dan Allah Swt. telah berfirman kepada Nabi-Nya:
{لَا
تَعْلَمُهُمْ نَحْنُ نَعْلَمُهُمْ}
Kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka, Kami yang mengetahui
mereka. (At-Taubah: 101)
As-Saddi telah meriwayatkan dari Abu Malik, dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan ayat ini, bahwa Rasulullah Saw. berdiri mengemukakan khotbahnya pada hari
Jumat. Beliau Saw. antara lain bersabda: Keluarlah engkau, hai Fulan, karena
sesungguhnya engkau adalah orang munafik! Dan keluarlah engkau, hai Anu, karena
sesungguhnya engkau adalah orang munafik! Maka dikeluarkanlah sebagian dari
mereka yang telah dibuka kedoknya dari dalam masjid. Ketika mereka sedang ke
luar, Umar r.a. datang. Maka Umar bersembunyi dari mereka karena malu tidak
menghadiri salat Jumat. Umar menduga bahwa orang-orang telah bubar dari salat
Jumatnya. Sebaliknya, mereka yang keluar pun bersembunyi dari Umar. Mereka
menduga bahwa Umar telah mengetahui perkara mereka. Akhirnya Umar masuk ke dalam
masjid, dan ternyata ia menjumpai orang-orang belum salat Jumat. Lalu ada
seorang lelaki dari kalangan kaum muslim berkata, "Bergembiralah, hai Umar.
Sesungguhnya Allah telah mempermalukan orang-orang munafik pada hari ini."
Ibnu Abbas mengatakan bahwa hal tersebut merupakan azab pertama, yaitu ketika
mereka dikeluarkan dari dalam masjid; sedangkan azab yang kedua ialah siksa
kubur. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh As-Sauri, dari As-Saddi, dari Abu
Malik.
Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Nanti mereka
akan Kami siksa dua kali. (At-Taubah: 101) Yakni dibunuh dan ditawan. Dalam
riwayat lain disebutkan dengan kelaparan dan siksa kubur. kemudian mereka
akan dikembalikan kepada azab yang besar. (At-Taubah: 101)
Menurut Ibnu Juraij adalah azab dunia dan azab kubur, kemudian mereka
dikembalikan kepada azab yang besar, yaitu neraka. Menurut Al-Hasan Al-Basri
adalah azab di dunia dan azab kubur.
Abdur Rahman ibnu Zaid mengatakan, "Adapun azab di dunia, maka dalam bentuk
harta benda dan anak-anak." Lalu Abdur Rahman ibnu Zaid membacakan
firman-Nya:
{فَلَا
تُعْجِبْكَ أَمْوَالُهُمْ وَلَا أَوْلَادُهُمْ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ
لِيُعَذِّبَهُمْ بِهَا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا}
Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu.
Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak
itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia. (At-Taubah: 55)
Bagi mereka musibah-musibah tersebut akan mengakibatkan azab, sedangkan bagi
orang mukmin akan menjadi pahala, dan azab di akhirat bagi mereka adalah di
dalam neraka.
{ثُمَّ
يُرَدُّونَ إِلَى عَذَابٍ عَظِيمٍ}
kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar. (At-Taubah
:101)
Yang dimaksud ialah dimasukkan ke dalam neraka.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Nanti
mereka akan Kami siksa dua kali. (At-Taubah: 101) Menurut berita yang sampai
kepadanya, makna yang dimaksud ialah mereka melihat kemajuan Islam yang sangat
pesat yang di luar dugaan mereka, sehingga mengakibatkan mereka mendongkol dan
terbakar oleh dendamnya. Kemudian azab yang akan mereka alami di dalam kubur
bila mereka telah memasukinya, lalu azab yang besar di dalam neraka yang menjadi
tempat tinggal mereka kelak di hari kemudian, mereka kekal di dalamnya.
Sa'id telah meriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya:
Nanti mereka akan Kami siksa dua kali. (At-Taubah: 101) Yaitu azab di
dunia dan azab di alam kubur. kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab
yang besar. (At-Taubah: 101); Telah diriwayatkan kepada kami bahwa Nabi Saw.
telah membisikkan kepada Huzaifah perihal dua belas orang lelaki dari kalangan
orang-orang munafik. Lalu Nabi Saw. mengatakan bahwa enam orang di antara mereka
telah cukup disiksa oleh Dabilah, yaitu pelita dari api neraka Jahanam yang
menyambar belikat salah seorang dari mereka hingga tembus sampai ke dadanya,
sedangkan yang enam lainnya sekarat dalam kematiannya.
Menurut riwayat yang sampai kepada kami. Khalifah Umar ibnul Khattab r.a.
bila ada seseorang yang mati dari kalangan mereka yang dicurigai, maka ia
menunggu Huzaifah. Jika Huzaifah menyalatkannya, maka barulah ia mau
menyalatkannya. Jika Huzaifah tidak mau menyalatkannya, maka Umar r.a. tidak mau
menyalatkannya pula.
Menurut riwayat lain yang sampai kepada kami, Khalifah Umar pernah berkata
kepada Huzaifah, "Saya bertanya kepadamu dengan nama Allah, apakah saya termasuk
salah seorang dari mereka?" Huzaifah menjawab, "Tidak, dan aku tidak akan
membukanya kepada seseorang pun sesudahmu."